Senin, 13 April 2020

Sejarah Air Bangis (16): Lubuk Sikaping, Ibu Kota Termuda di Wilayah Pasaman; Soetan Kanaikan, Pionir Sekolah Pertanian


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Air Bangis dalam blog ini Klik Disini

Seberapa tua nama Lubuk Sikaping. Seberapa muda Lubuk Sikaping menjadi ibu kota di wilayah Pasaman. Itulah pertanyaan yang menjadi ‘password’ pertama untuk mengenal sejarah Kota Pasaman. Pertanyaan tambahan, siapa itu Soetan Kanaikan yang sangat terkenal di seluruh Hindia Belanda (baca: Indonesia) sebagai seorang pribumi yang menjadi pionir pendidikan sekolah pertanian.

Kota Pasaman sejak era kemerdekaan Republik Indonesia dikenal sebagai ibu kota Kabupaten Pasaman (Provinsi Sumatera Barat). Kota Lubuk Sikaping berada diantara Kota Bukittinggi (ibu kota kabupaten Agam) dan Kota Padang Sidempuan (ibu kota kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara). Pada tahun 1998 kabupaten Tapanuli Selatan dimekarkan dengan membentuk kabupaten baru: Kabupaten Mandailing Natal dengan ibu kota di Panyabungan. Pada tahun 2003 kabupaten Pasaman dimekarkan dengan membentuk kabupaten baru: Kabupaten Pasaman Barat dengan ibu kota Simpang Ampek. Tempo doeloe (era Pemerintah Hindia Belanda) ibu kota district Mandailing berada di Kotanopan dan kemudian direlokasi ke Panjaboengan. Masih tempo doeloe, ibu kota district Rao en Loboek Sikaping berada di Loender (Panti) dan kemudian direlokasi ke Loeboeksikaping.

Sejarah Lubuk Sikaping sesungguhnya tidak dimulai ketika Onderafdeeling Loeboeksikaping menjadi bagian wilayah Afdeeling Agam. Itu terlalu muda. Akan tetapi sejarah Loeboeksikaping jauh sebelum itu. Sejarah haruslah ditulis sejauh sejarahnya dapat ditelusuri.  Memotong waktu sejarah hanya mengabaikan Loeboeksikaping terkait dengan yang lain. Itu menyebabkan pendangkalan sejarah. Sejarah adalah narasi fakta dan data. Tugas penulisan sejarah adalah penggalian fakta dan data sejarah sedalam-dalamnya. Okelah, untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 12 April 2020

Sejarah Air Bangis (15): Sejarah Panti dan Benteng Loender; Rimbo Panti Hutan Asli Tempo Doeloe, Kini Sisa Warisan Dunia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Air Bangis dalam blog ini Klik Disini

Apakah ada sejarah Panti? Yang jelas nama Panti sejak tempo dulu sudah ditabalkan namanya sebagai nama hutan asli (jungle) Rimbo Panti (lihat Peta 1905). Sudah barang tentu hutan jungle ini telah tetap lestari dari jaman kuno. Namun nama Panti sendiri baru muncul belakangan untuk menggantikan nama Loender. Nama Loender adalah nama Belanda (sejak era VOC) untuk menamai kawasan itu sebagai District Loender (yang bertetangga dengan district Rao dan district Tjoebadak).

Panti (sebelumnya Loender)
Sisa-sisa hutan asli yang masih tersisa di (pulau) Sumatra salah satunya berada di Panti. Hutan Rimbo Panti yang menjadi hutan lindung. Hutan asli lainnya yang tidak jauh dari Rimbo Panti adalah hutan lindung Batang Gadis (kabupaten Mandailing Natal) dan hutan lindung Batang Toru (kabupaten Tapanulis Selatan). Ketiga hutan rimba ini memiliki kekayaan hayati yang unik. Sebagaimana di hutan lindung Rimbo Panti, di hutan lindung Batang Gadis masih ditemukan harimau. Di hutan lindung Batang Toru bahkan masih ditemukan orang utan. Hutan lindung telah menjadi milik dunia, karena itu Rimbo Panti menjadi penting. Dalam posisi ini pula Panti dianggap penting.

Ketika Panti masih bernama Loender, kawasan district ini sudah dianggap penting. District Loender diduga menjadi salah satu sentra produksi hasil-hasil hutan untuk diekspor di era VOC maupun di jaman kuno. Pada era Perang Padri, Loender juga ditetapkan sebagai basis pertahanan militer Belanda dengan membangun suatu pos pertahanan (yang diduga eks post perdagangan pada era VOC). Pada awa pembentukan Pemerintah Hindia Belanda, district Rao dan district Loender disatukan dalam satu afdeeling. Lalu bagaimana perkembangan selanjutnya? Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tenmpo doeloe.

Sabtu, 11 April 2020

Sejarah Air Bangis (14): Sejarah Cubadak dan Simpang Tonang; Riwayat Mandailing di Pasaman dan Kisah Natal di Mandailing


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Air Bangis dalam blog ini Klik Disini
 

Kota Cubadak dan kota Simpang Tonang bukanlah nama baru, tetapi nama-nama lampau. Nama Cubadak dan Simpang Tonang tidak seterkenal Rao, tetapi Simpang Tonang menjadi penting karena tempo doeloe merupakan persimpangan dari Rao ke Cubadak dan dari Rao ke Air Balam. Jalur Panti-Cubadak tentu saja belum ada, jalur kuno adalah Rao-Simpang Tonang lalu dari Simpang Tonak ke Cubadak dan ke Air Balam. Namun dalam perkembangannya nama Cubadak menjadi lebih penting ketika dibuka jalur Cubadak ke Loender (Panti) pada permulaan Pemerintah Hindia Belanda. Simpang Tonang lambat laun meredup lalu kalem diketenangan.

Tjoebadak, Simpang Tonang, Rao (Peta 1835)
Nama wilayah dua kota hampir tidak ditemukan di Sumatera Barat kecuali di kabupaten Pasaman. Namanya Kecamatan Duo Koto. Kecamatan ini hanya tersdiri dari dua nagari yakni Cubadak dan Simpang Tonang. Pada jaman dulu, suatu wilayah jumlah kota paling sedikit tiga dan paling banyak lima puluh.

Nama demikian, Cubadak dan Simpang Tonang tidak terpisakan satu sama lain. Karena itu ikatan abadi mereka masih terlihat pada masa kini sebagai nama kecematan: Kecamatan Duo Kota. Mengapa demikian. Karena dua kota ini penduduk awalnya sama-sama asli Mandailing ( di sekitar lerang gunung Kulabu). Pergeseran batas wilayah di era Hindia Belanda menyebabkan ada kesan Mandailing ada di Pasaman (dan Natal ada di Mandailing). Untuk menambah pengetahuan dan wawasan Sejarah Air Bangis, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe. Sejarah Air Bangis adalah bagian dari Sejarah Menjadi Indonesia.

Kamis, 09 April 2020

Sejarah Air Bangis (13): Sejarah Pariaman di Padangsche Benelanden; Nama Priaman, Prjaman, Preaman, Piaman dan Bariaman


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Air Bangis dalam blog ini Klik Disini

Sejauh mana dan sebanyak berapa sejarah Pariaman? Sejauh sebanyak namanya. Lantas mengapa sejarah Pariaman tidak ditulis dengan baik, padahal Pariaman adalah kota besar di pantai barat Sumatra sejak era VOC hingga era Pemerintah Hindia Belanda. Okelah, itu satu hal. Hal yang lain adalah banyak nama menuju Pariaman: Priaman, Prjaman, Preaman, Periaman, Piaman dan Bariaman.

Nama tempat dan nama geografis lainnya adalah penanda navigasi yang penting untuk menelusuri sejarah kota hingga jauh ke masa lampau. Mengabaikan nama-nama yang banyak untuk satu titik geografis hanya akan membatasi diri untuk sampai ke tujuan akhir. Nama-nama tempat di Indonesia pada masa ini, adakalanya berbeda cara yang ditulis pada masa lampau. Seperti (kota) Yogyakarta ditulis dalam belasan cara, kota Pariaman juga ditulis dengan sejumlah cara. Berbeda cara boleh jadi berbeda era. Semua itu terjadi karena belum terbentuk sistem baku, beda orang, beda bahasa beda pula cara mengkoding lisan ke tulisan. Dalam hal ini, sistem baku dalam penulisan sejarah adalah mengikuti apa adanya (apa yang tertulis dan tergambarkan) di eranya.

Pariaman sebagai bagian pantai barat Sumatra, sejarah Pariaman tidak berdiri sendiri. Sejarah Pariaman adalah sejarah yang terkait dengan sejarah di tempat lain, paling tidak di sekitar wilayah pantai barat Sumatra. Semakin jauh di masa lampau, metode sejarah konvensional semakin tidak memadai. Oleh karena itu pendekatan kontekstual (holistic) pada ruang spasial akan lebih mampu menjelaskan bagaimana sejarah suatu tempat berlangsung. Untuk lebih memahami sejarah Pariaman dalam ruang spasial, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 08 April 2020

Sejarah Air Bangis (12): Sejarah Simpang Ampek, Mengapa Bukan Simpang Ampat; Memang Benar-Benar Simpang Empat


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Air Bangis dalam blog ini Klik Disini

Pada tahun 2003 Kabupaten Pasaman dimekarkan dengan membentuk kabupaten baru: Kabupaten Pasaman Barat. Ibu kota kabupetan ditetapkan di kota Simpang Ampek. Lantas mengapa kota Simpang Ampek yang dipilih sebagai ibu kota kabupaten. Tentu saja ada pertimbangan sendiri. Yang juga menjadi pertanyaan mengapa namanya Simpang Ampek, padahal tempo doeloe namanya Simpang Ampat. Tentu saja ada sebab dan akibat penjelasannya sendiri.

KampongSimpat Ampat (Peta 1904)
Pada saat Air Bangis adalah kota besar di era VOC, belumlah ada nama Simpang Ampat (kini Simpang Ampek). Kota-kota besar di wilayah Pasaman (induk dan pemekaran) yang sekarang tempo doeloe selain Air Bangis adalah Odjoenggading dan Rao. Pada fase era VOC belum diidentifikasi (kampong) Loeboeksikaping tetapi sudah diidentifikasi (kampong) Taloe, Kiawai, Tjoebadak dan Loender (kini Panti) dan Sasak. Pada permulaan Pemerintah Hindia Belanda, pada tahun 1826 ibu kota kabupaten (Noordelojke Afdeeling) berada di Natal. Pada tahun 1839 ibu kota wilayah (Residentie) direlokasi dari Natal ke Air Bangis. Pada saat ini kota Taloe berkembang pesat. Pada tahun 1845 Residentie Air Bangis hanya tinggal tiga afdeeling: Air Bangis, Rao dan Ophir Diostricten. Dalam perkembangannya Afdeeling Rao dimasukkan ke Residentie Padangsche Bovenlanden, tetapi dikembalikan lagi Residentie Padangsche Benelanden dengan membentuk dua onderafdeeling: Rao en Loeboeksikping (kini menjadi kabupaten induk Pasaman) dan Air Bangies en Ophir Districten.(kabupaten pemkaran Pasaman Barat). Meski sempat terjadi perubahan kecil, namun dalam perkembangan selanjutnya dua onderafdeeling ini tetap eksis hingga pada era kemerdekaan RI dua onderafdeeling ini dsatukan dengan membentuk Kabupaten Pasamn. Kampong Simpat Ampat (yang kini menjadi Simpang Ampek) berada di District Pasaman, onderafdeeling Ophir. Kota terdekat dari kampong Simpang Ampat adalah kota Parit Batoe. Kampong Simpang Ampat benar-benar simpang empat: barat: Sasak; selatan: Kinali; timur: Taloe; dan utara: Kiawai).

Bagaimana kampong Simpang Ampat tumbuh dan berkembang tentu menarik diperhatikan. Hal ini karena Simpang Ampat telah berevolusi menjadi kota Simpang Ampek dan ditransformasikan menjadi ibu kota Kabupaten Pasaman Barat. Satu yang penting, kampong Simpang Ampat cepat berkembang seiring dengan ditetapkannya pada awal tahun 1950an sebagai wilayah koolnisasi (transmigrasi). Okelah. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 07 April 2020

Sejarah Air Bangis (11): Rao, Amerongen dan NV Mijnbouw Maatschappij Lakapa; Sejarah Pertambangan Sejak Era Hindu


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Air Bangis dalam blog ini Klik Disini

Apakah ada Sejarah Rao? Tentu saja ada, bahkan lebih banyak dari yang diketahui selama ini. Sejarah Rao sudah ada sejak era Hindu bahkan sejak era jaman kuno. Nama Rao sendiri terhubung dengan India (Budha-Hindu). Sebagai wilayah interchange tiga budaya (Batak Mandailing dan Padang Lawas, Melayu Rokan dan Air Bangis, Minangkabau Agam dan Lima Poeloeh Kota), sejarah Rao semakin kaya.

Sekitar Rao (Peta 1750)
Pada era VOC, Rao sudah dikenal lebih intens. Rao sebagai wilayah di pedalaman yang kaya (pertambangan dan sentra produksi beras), sedikit banyak mengalami distorsi pada era rezim Padri. Wilayah Rao kembali tumbuh berkembang menemukan bentuknya semula pada era rezim Pemerintah Hindia Belanda. Dua situs terpenting yang menandai perkembangan lebih lanjut Rao pada era rezim Pemerintah Hindia Belanda adalah dibangunnya benteng Belanda Fort Amerongen dan dibentuknya perusahaan pertambangan di Batavia yang beroperasi di Rao: Mijnbouw Maatschappij Lakapa.   

Namun kekayaan sejarah Rao yang sejatinya sangat berlimpah kurang terinformasikan dengan baik. Penggalian data-data sejarah Rao juga kurang intens. Sejarah Rao tentu tidak hanya sekadar sejarah Toankoe Rao, sejarah Rao sudah berlangsung sebelumnya dan juga sejarah Rao terus hidup sesudahnya. Untuk menambah pengetahuan dari kekayaan sejarah Rao, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.