Minggu, 15 Agustus 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (105):Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (bag-3); Revolusi Senyap Ala Pemuda Revolusioner

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog Klik Disini  

Detik-detik jelang proklamasi kemerdekaan Indonesia terjadi berbagai peristiwa penting di luar Indonesia maupun dalam dalam negeri. Pada dua artikel sebelum ini telah dideskripsikan apa yang terjadi di luar dan pada artikel ini juga akan dideskripsikan apa yang terjadi di dalam negeri khususnya Djakarta. Yang jelas bahwa keputusan Kerajaan Jepang menyerah kepada sekutu sudah diketahui secara luas di Djakarta. Situasi di Djakarta tiba-tiba sunyi senyap dari lalu lintas militer Jepang di jalan-jalan. Sudah barang tentu warga Djakarta bertanya-tanya apa yang terjadi selanjutnya setelah berita menyerahnya Kerajaan Jepang kepada Sekutu.

Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) sudah dibentuk dan sudah melakukan tugas dan pekerjaannya hingga terjadinya penyerahan Kerajaan Jepang kepada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945. Sebagaimana juga diketahui masa ini pada tanggal 15 Agustus 1945 para pemuda revolusioner Indonesia mengadakan pertemuan di suatu gedung di Jalan Pegangsaan Timur 17. Hasil rapat yang dipimpin oleh Chaerul Saleh, pada pukul 23.00 dikirim utusan Wikana dan Darwis untuk menemui Bung Karno dan mendesak agar besok hari (16/8) diproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun Bung Karno menolak dengan alasan Panitia PPKI juga akan bersidang pada besok hari. Lalu para pemuda dengan terpaksa, pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.00, setelah sahur menculik Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok. Akhirnya disepkati pada tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 teks proklamasi kemerdekaan yang sudah disiapkan dibacakan oleh Ir. Soekarno. Lalu bagaimana selanjutnya?

Lantas apa yang terjadi menjelang detik-detik proklamasi kemerdekaan Indonesia di luar maupun di dalam negeri khususnya di Djakarta? Seperti disebut di atas di alam negeri disepakati proklamasi kemerdekaan Indonesia akan dibacakan pada taanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00. Lalu apa lagi yang terjadi di luar sana? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Makassar (26): Prasasti Watu Marando Suku Wana di Sulawesi Tengah; Suatu Bukti Peradaban Zaman Kuno?

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini

Suku Wana disebutkan hingga ini hari masih banyak yang tertinggal. Suku Wana penutur bahasa Tau Ta’a meski sudah mulai membuka diri tetapi secara geografis masih terisolasi di pedalaman Sulawesi Tengah. Populasi suku (Tau Ta’a) Wana yang terbilang cukup banyak berada di kecamatan Bungku Utara, kabupaten Morowali Utara. Tidak jauh dari desa Opo dan desa Tanakuraya ditemukan suatu prasasti di tepi sungai Bongka yang disebut Watu Marando. Lantas apakah ada hubungan suku Wana berbahasa Tau Ta’a dengan prasasti Watu Marando?

Tidak seperti di Sumatra dan Jawa, di Kalimantan dan Sulawesi terbilang masih sangat minim bukti peradaban zaman kuno. Ini seakan makin ke wilayah timur di Hindia Timur (nusantara) penemuan prasasti semakin langka. Di Sumatra dan Jawa prasasti yang ditemukan berasal dari era Hindoe Boedha yang umumnya ditulis dalam aksara Pallawa dengan menggunakan bahasa Sanskerrta. Di pulau Kalimantan ditemukan satu situs prasasti di Muara Kaman yang diperkirakan berasal dari abad ke-5. Sementara di pulau Sulawesi ditemukan prasasti di situs Minahasa (prasasti Watu Rerumeran) dan di situs Seko (Toraja-Luwu). Dalam hal ini situs Watu Marando di Bungku Utara. Sedangkan prasasti di Nusa Tenggara ditemukan di situs Bima (prasasti Watu Tunti), di situs bagian timur Flores (Tanjung Bunga) dan di situs bagian barat Flores (Manggarai Barat). Sampai ssejauh ini belum ada dilaporkan penemuan situs tua di (kepulauan) Maluku dan Papua. Sebagai tambahan: prasasti juga ditemukan di situs Vietnam (prasasti Vo Cahn abad ke-3), Thailand (prasasti Ligor 775 M) dan Filipina (prasasti Laguna 900 M).

Lantas bagaimana sejarah suku Wana dan keberadaan prasasti Watu Marando? Pada artikel sebelumnya sudah ditulis sejarah suku Wana sebagai penutur bahasa Tau Ta’a. Namun dalam hal ini sejarah suku Wana dikaitkan dengan keberadaan prasasti Watu Marando. Seperti yang ditanyakan di atas lalu apakah prasasti Watu Marando terkait dengan suku Wana? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 14 Agustus 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (104):Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (bag-2); Amerika Serikat dan Militer Jepang di Asia

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog Klik Disini 

Meski Kerajaan Jepang mengakui empat kekuatan dalam pidato Kaisar Hirohito dalam penyerahan, namun secara defacto Amerika Serikat yang menjadi pemegang komando, Ini terkesan dari pidato Perdana Menteri Inggris yang berutang budi kepada Amerika Serikat atas keberhasilan mengakhiri kekuatan militer Jepang di Asia Timur. Faktanya juga Kerajaan Jepang yang merespon proposal Amerika Serikat yang menjadi persyaratan menyerah. Dalam penyerahan (militer Jepang) ini mengapa Amerika Serikat lebih memilih Manila (Filipina) daripada negara lainnya dan mendelegasikan Inggris ke Indonesia.

Tak pernah Kerajaan Inggris begitu hormat kepada Amerika Serikat, dan baru itu terjadi sesaat setelah Kerajaan Jepang menyerah kepada sekutu. Selama ini bahkan sejak perang dunia pertama hanya datar-datar saja hubungan antar kedua negara. Apa yang menjadi pasal? Kerajaan Inggris sangat mendongkol karena koloni mereka terusir dari Amerika Serikat setelah perang yang hebat dan kemudian Amerika Serikat menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 4 Juli 1774, Sejak itu Inggris mencari koloni baru dengan menganeksasi Sumatra dari kekuasaan VOC dan kemudian mengusir Belanda dari Australia tahun 1778. Sejak itu Australia menjadi koloni Inggris. Pada tahun 1811 Inggris menginvasi seluruh Hindia Belanda dengan menduduki Jawa. Amerika Serikat yang mendongkol dan turut membantu Belanda dalam mengevakuasi orang-orang Belanda dari Jawa.

Lantas apa yang terjadi setelah Kerajaan Jepang menyatakan takluk dan menjelang detik-detik proklamasi kemerdekaan Indonesia? Satu yang pasti bahwa kenyataannya Amerika Serikat head to head dengan Kerajaan Jepang. Dalam pengaturan pasca Jepang menyatakan menyerah Amerika Serikatlah yang menjadi pemegang komando. Pada saat ini di semua negara-negara Asia Timur terdapat militer Jepang yang wait en see dan para interniran Eropa yang masih meringkuk di kamp-kamp militer. Lalu bagaimana semuanya berlangsung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Makassar (25): Rampi dan Seko Antara Gunung Gandangdewata dan Balease di Luwu; Sentra Kemenyan, Damar, Emas

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini  

Nama Rampi dan Seko bukanlah wilayah tak bertuan dan tidak penting. Boleh jadi itu masa kini, tetapi di masa lampau zaman kuno Seko dan Rampi adalah dua nama tempat di Hindia Timur yang mungkin popularitasnya sampai di Sumatra. Seko dan Rampi tidak hanya secara geografis adalah jantung yang sebenarnya pulau Sulawesi, tetapi Rampi dan Seko adalah sentra produksi emas, kemenyan dan damar yang menjadi pusat peradaban tertua di Sulawesi. Rampi berada di lereng barat gunung Balease dan Seko di berada di lereng bagian timur gunung Godangdewata di Luwu.

Konon, orang Angkola Mandailing sejak zaman kuno sudah mengenal pulau Sulawesi, seperti Sumatra sebagai penghasil emas. Pelaut-pelaut Angkola Mandailing dengan para penambang bermigrasi ke pulau Sulawesi untuk memperdagangan dan menambang emas yang sudah diusahakan oleh penduduk asli (negritos). Para pendatang dari daerah aliran sungai Barumun dari pelabuhan Binanga membina hubungan produksi dan perdagangan ke pulau Sulawesi. Awalnya bermula di wilayah Minahasa yang sekarang di dekat gunung Ompung (kini Empung) dan danau Tordano (kini Tondano). Dari pusat awal peradaban baru Minahasa inilah kemudian para migran terus merangsek melalui darat hingga Seko dan melalui lalut (teluk Tomini) menyusuri sungai hingga danau Poso di Rampi. Sejak inilah terbetuk bahasa-bahasa: Bahasa Minahasa menjadi bahasa Tao (Kaili, Palu) dan bahasa Baree (Poso) di wilayah Toaraja dan Luwu. Konon, perpaduan bahasa Tao dan Baree ini yang membentuk bahasa Makassar yang kemudian menurunkan bahasa Walio (Buton). Dalam perkembangannya bahasa Buton (pantai) ini melahirkan bahasa Bugis dan bahasa Mandar.

Lantas bagaimana sejarah Rompi dan Seko di jantung pulau Sulawesi? Seperti disebut di atas, konon bahasa di kawasan sentra produksi kemenyan, damar dan emas ini bermula dari bahasa Tao dan bahasa Baree di utara. Kata ‘konon’ ini haruslah dipandang sebagai hipotesis. Lalu bagaimana sejarah Rompi dan Seko di jantung pulau Sulawesi yang sebenarnya? Berangkat dari hipotesis, seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.