Senin, 30 Agustus 2021

Sejarah Makassar (52): Bulukumba, di Huk Semenanjung Selatan Sulawesi; Bahasa Konjo, Antara Wilayah Bugis dan Makassar

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini 

Di kabupaten Bulukumba tidak ada nama kecamatan Bulukumba, yang ada adalah nama kecamatan Bulukumpa. Apakah ada perbedaan antara Bulukumba dengan Bulukumpa? Yang jelas Bulukumpa berada di pedalaman di lereng gunung Lompobattang, sedangkan Bulukumba (ibu kota kabupaten) berada di pantai. Salah satu nama desa di kecamatan Bulukumpa adalah desa Bulo-Bulo. Lalu apakah ada kaitan nama ini dengan Bulukumpa dan Bulukumba? Yang jelas nama Bulo-Bulo juga ada di kabupaten Jeneponto dan kabupaten Barru.

Kabupaten Bulukumba berbatasan dengan gunung dan laut. Di wilayah pantai sebelah selatan laut Flores, di selah timur teluk Bone. Di wilayah pedalaman berbatasan dengan gunung Lompobattang dan Bawakaraeng. Secara keseluruhan kabupaten Bulukumba terbagi dalam 10 kecamatan, yakni Bonto Bahari, Bontotiro, Bulukumpa, Gantarang, Hero Lange-Lange, Kajang, Kindang, Rilau Ale, Ujung Bulu dan Ujung Loe. Penduduk di kabupaten Bulukumba terdiri dari beragam suku bangsa yang sebagian besar adalah suku Bugis dan Makassar. Selain itu terdapat juga satu suku yang masih memegang teguh tradisi leluhur dengan mempertahankan pola hidup tradisional yang bersahaja dan jauh dari kehidupan modern, yakni suku Kajang. Bahasa-bahasa yang digunakan oleh penduduk di kabupaten Bulukumba adalah bahasa Bugis dan bahasa Konjo (dialek Makassar: pegunungan dan pesisir). Salah satu kawasan adat di kabupaten Bulukumba adalah Ammatoa terletak di desa Tana Toa, kecamatan Kajang (56 Km di sebelah timur laut kota Bulukumba) dengan keunikan budaya masyarakatnya yang masih memegang teguh adat istiadat dan pesan-pesan leluhur yang disebut Pasangnga Ri Kajang.  

Lantas bagaimana sejarah Bulukumba di huk semenanjung selatan Sulawesi? Seperti disebut di atas Bulukumpa dan Bulukumba berbeda secara geografis. Bulukumpa di pedalaman dan Bulukumba di pantai. Selain bahasa Bugis juga terdapat bahasa Konjo (dialek bahasa Makassar). Lalu bagaimana hubungan sejarah Bulukumba dengan sejarah Bantaeng? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 29 Agustus 2021

Sejarah Makassar (51): Bantaeng, Pelabuhan Era Zaman Kuno di Pantai Selatan Sulawesi; Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Aru

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini 

Bantaeng, bukanlah nama baru, tetapi nama yang sudah tua dan sudah eksis sajak zaman kuno di pantai selatan Sulawesi. Nama Bantaeng, sudah diidentifikasi di dalam teks Negarakertagama (1365) sebagai Bontayan. Nama yang lain yang juga diidentifikasi adalah Nama Makassar, Solaya (Selayar), Butun (Buton), Luwuk (Luwu) dan Banggawi (Banggai). Ini mengindikasikan bahwa nama Bantaeng adalah nama pelabuhan penting pada era Majapahit. Nama lain yang diidentifikasi di kepulauan Maluku adalah Maluku sendiri (Ternate), Ambawan (Ambon), Seram, Muar dan Wanda (Banda). Identifikasi ini berdasarkan sudut pandang dari (arah) Jawa.

Kerajaan Majapahit didirikan pada tahun 1298. Kerajaan ini didirikan setelah era Kerajaan Singhasari berakhir setelah rajanya yang terkenal Kertanegara tewas. Kerajaan Singhasari didirikan tahun 1222. Kerajaan Singhasari pada era Raja Kertanegara bekerjasama dengan Kerajaan Aru di muara sungai Barumun, pantai timur Sumatra. Pasca Invasi (kerajaan) Chola dari India selatan, para pemimpin Kerajaan Aru menghianati Hindoe, dan kembali dengan ajaran Boedha tetapi dengan sekte yang baru (Bhairawa). Wujud dari sekte Bhairawa ini adalah pemujaan terhadap leluhur dan adanya pengorbanan. Bukti-bukti itu masih dapat diperharikan pada prasasri dan candi-caandi di Padang Lawas (daerah aliran sungai Barumun). Invasi Chola dimulai pada tahun 1025 (berdasarkar prasasti Tanjore 1030). Raja Kertanegara dari Singhasari menurut Schnitger (1936) adalah salah satu pendukung fanatik agama Boedha Batak sekte Bhairawa. Raja terkenal lainnya pendukung fanatik sekte Bhairawa adalah Adityawarman (meninggal 1375). Candi yang dibangun semasa Kertanegara adalah satu-satunya corak candi berbeda dengan candi-candi di Jawa Timur (corak yang mirip dengan candi-candi di Padang Lawas). Kerajaan Aru dengan ibu kota di Binanga (muara sungai Pane di sungai Barumun) masih eksis hingga era Majapahit. Kerajaan Aru baru memudar pada era Portugis.

Lantas bagaimana sejarah Bantaeng di pantai selatan Sulawesi? Seperti disebut di atas Bantaeng adalah nama kuno yang paling tidak telah dicatat pada era Majapahit yang terdapat dalam teks Negarakertagama (1365). Saat itu Raja Majapahit adalah Hayam Wuruk, sementara patihnya yang terkenal Gajah Mada disebut meninggal dua tahun sebelum teks Negarakertagama ditulis. Lalu apakah Bantaeng terhubung dengan Kerajaan Aru dan Kerajaan Majapahit? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Makassar (50): Gunung Tertinggi Lompobattang di Pantai Selatan Sulawesi; Penanda Navigasi Pelayaran Zaman Kuno

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini  

Pada zaman kuno, puncak gunung Lompobatta dijadikan sebagai navigasi pelayaran perdagangan. Gunung tertinggi di semenanjung selatan Sulawesi ini dijadikan sebagai penanda navigasi untuk mengitarari pantai selatan dari Makassar ke Luwu dan sebaliknya. Tidak hanya gunung Lompobattang, gunung-gunung lainnya di berbagai pulau selalu puncak gunung yang terlihat dari lautan dijadikan sebagai penanda navigasi seperti gunung Agung di Bali dan gunung Rinjani di Lombok.

Gunung Lompobattang yang memiliki ketinggian 2.691 M terletak di kabupaten Bantaeng, provinsi Sulawesi Selatan. Gunung Lompobattang berdekatan dengan gunung Bawakaraeng. Pada masa ini dua gunung kerap dijadikan sebagai target pendakian. Dari puncak gunung Lompobattang dapat melihat puncak gunung BawakaraengNamun anehnya, tidak hanya para pendaki yang mengunjungi puncak kedua gunung ini, tetapi juga dilaporkan ada juga warga yang pada musim haji bulan Zulhijjah mengunjunginya untuk menjalani salat Idul Adha yang dianggap sebagai ritual perjlanan ibadah haji. Disebutkan para warga ini menganggap tradisi itu telah dilaksanakan secara turun temurun. Disebutkan dua gunung ini seakan dua gunung suci seperti Mekah dan Madinah, dua kota yang menjadi tujuan para jemaah haji.

Lantas bagaimana sejarah gunung Lompobattang di pantai selatan provinsi Sulawesi Selatan di kabupaten Gowa? Seperti disebut di atas gunung ini dulunya adalah penanda navigasi pelayaran perdagangan yang penting. Namun kini tidak hanya pendaki yang mengunjunginya, juga ada warga yang menganggapnya gunung suci untuk menunaikan ibadah haji. Lalu bagaima sejarah gunung Lompobattang? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 28 Agustus 2021

Sejarah Makassar (49): Maros, Pantai Barat Sulawesi; Muar Pantai Barat Semenanjung Malaka hingga Muar di Pantai Barat Seram

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini 

Nama-nama kota tempo doeloe yang berawal Ma umumnya tiga suku kata seperti Malaka, Manila, Manado, Maluku, Mamuju dan sebagainya. Sementara awal Ma lainnya bersifat random dalam satu kata atau dua suku kata seperti Mandar dan Maros. Nama yang mirip dengan nama Maros adalah Muar, Moro dan sebagainya. Di wilatah Maros terdapat nama tempat Marang atau Morang. Nama Moro sendiri muncul sebagai nama tempat seperti Morowali. [Fort] Moresby (Mores bay) dan sebagainya.

Nama Maros adalah nama unik hanya satu-satunya sebagai nama geografis. Nama Maros kini menjadi nama kabupaten di provinsi Sulawesi Selatan dengan ibu kota di Kota Maros (kini di Kota Turikale). Kabupaten Maros terdiri dari 14 kecamatan, yaitu: Turikale, Maros Baros, Lau, Bontoa, Mandai, Marusu, Tanralili, Moncongloe, Tompobulu, Bantimurung, Simbang, Cenrana, Camba dan Mallawa.

Lantas bagaimana sejarah Maros di pantai barat Sulawesi? Seperti disebut di atas nama Maros yang berawalan Ma berbeda dengan nama-nama tempat yang lain yang cenderung memiliki tiga suku kata. Apakah nama Maros merujuk pada Moro atau Baros (Barus). Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.