Selasa, 07 September 2021

Sejarah Padang Sidempuan (21): Tokoh NU Indonesia Asal Tapanuli Selatan; Politisi dan Tokoh Islam Utama Asal Padang Sidempuan

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Padang Sidempuan di blog ini Klik Disini 

NU (Nahdlatul Ulama) hampir selalu diasosiasilkan dengan wilayah (provinsi) Jawa Timur. Itu memang tidak ada salahnya. Boleh jadi karena NU memang didirikan di Soerabaja tahun 1926. Juga bahwa anggota NU lebih banyak di wilayah Jawa Timur. Namun yang kurang terinformasikan bahwa anggota NU juga terdapat di wilayah lain, seperti Jawa Tengah dan Jawa Barat. Mungkin tidak ada yang membayangkan anggota NU juga ada di wilayah Tapanuli, Sumatra Utara. Untuk sekadar diketahui salah satu perintis NU adalah seorang Sjech dari Kotanopan yang mendirikan pesantren di Kotanopan, Tapanuli Selatan. KH Zainul Arifin Pohan adalah pendiri dan ketua Partai NU pertama yang ikut Pemilu tahun 1955 (yang mendapat perolehan suara secara nasional). Zainul Arifin Pohan yang pernah menjadi wakil Perdana Menteri RI pernah ‘nyantri’ di pesantren Kotanopan.

Pada permulaan sejarah NU, basis utama NU berada di Jawa dan khusisnya di wilayah provinsi Jawa Timur. Untuk wilayah di luar Jawa, basis utama berada di provinsi Sumatra Utara. Tiga kota utama dimana organisasi NU terdapat di provinsi Sumatra Utara adalah kota Padang Sidempuan, Kotanopan dan Kota Medan. Untuk sekadar diketahui, pesantren terbesar di wilayah Sumatra pada era Hindia Belanda berada di Kotanopan (lebih besar dari pesantren-pesantren yang ada di Jawa), suatu lembaga pendidikan dan pengajaran Islam yang melahirkan banyak pengajar agama (ustadz) yang menyebar ke seluruh Indonesia dan Malaysia. Bahkan banyak diantara lulusan pesntren Kotanopan ini yang merantau ke Arab Saudi di Jeddah, Mekkah dan Madina yang menjadi memandu para haji pada era Hindia Belanda. Salah satu tokoh Islam yang menjadi ulama terkemuka di Mekkah, sekitar awal pendirian NU, yang berasal dari Tapanuli Selatan adalah Syekh Abdul Qadir Al-Mandili. Catatan lainnya bahwa penulis buku panduan perjalanan haji ke Mekkah ditulis oleh Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda (pensiunan guru) pada tahun 1900 (yang kemudian diadopsi pemerintah Hindia Belanda untuk disebarkan seluruh kota-kota di Hindia Belanda).

Lantas bagaimana sejarah tokoh NU asal Padang Sidempuan (Tapanuli Selatan)? Seperti disebut di atas, sejarah Islam bagi orang Tapnuli Selatan bukanlah hal baru, Konon, Islam kali pertama masuk ke Nusantara di Tapanuli (Barus) dan Kerajaan Islam pertama di nusantara berada di Tapanuli Selatan. Tentu saja di tokoh-tokoh Islam masa lalu asal Tapanuli Selatan, tidak semuanya NU. Banyak yang lain seperti tokoh Masyumi dimana Abdul Hakim Harahap pernah menjadi wakil Perdana Menteri RI di Jogjakarta dan Mr Boerhanoeddin Harahap yang menjadi Perdana Menteri RI pada periode 1955-1956. Bagaimana bisa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 06 September 2021

Sejarah Makassar (66): Orang Bajo, Madura di Sumenep; Sebaran Suku Bajo Nusantara, Bahasa Bajo Setua Bahasa Etnik Melayu

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini 

Orang Bajo bukanlah orang asing di Nusantara. Orang Bajo dapat dikatakan salah satu penduduk asli. Orang Bajo pada masa kini masih ada yang tertinggal karena masih ada yang terpencil dalam dunia peradaban baru di tengah laut. Mereka secara tradisi mengisolasi diri dalam perjalanan waktu. Namun demikian, orang Bajo dapat dikatakan penduduk asli nusantara yang telah memiliki kebudayaan tinggi di zaman kuno. Orang Bajo berbahasa Bajo yang mirip bahasa Melayu mengindikasikan bahasa Bajo setua bahasa Melayu Keutamaan orang Bajo sejak zaman kuno di nusantara hingga ini hari karena kemampuan mereka dalam navigasi pelayaran perdagangan, Orang Bajo adalah pelaut-pelaut ulung di masanya, tetapi pada era teknologi kelautan (dari Eropa) orang Bajo kini, seakan parkir di dalam arus navigasi pelayaran Indonesia,

Orang Bajo berbahasa Bajo terdapat di berbagai wilayah di Indonesia. Meski disebut dengan nama generik sebagai Orang Bajo, sejatinya orang-orang Bajo memiliki asal-usul yang berbeda. Hal ini juga sama dengan Orang Melayu yang berbahasa Melayu juga terdapat di berbagai wilayah di Indonesia, juga memiliki asal-usul yang berbeda. Seperti bahasa Melayu, bahasa Bajolah yang menyatukan penduduk asli Indonesia yang sangat piawai di lautan sejak zaman kuno disebut dengan nama tunggal sebagai Orang Bajo. Pada masa ini Orang Bajo sudah lebih banyak hidup di daratan dan telah mampu mengejar ketertinggalannya dari etnik lainnya. Orang Bajo kini tersebar di berbagai wilayah seperti Malaysia, Sabah, pulau-pulau di Filipina, Sulawesi, Nusantara dan Jawa.

Lantas bagaimana sejarah Orang Bajo di Jawa, khsusnya Madura di Sumenep? Seperti disebut di atas Orang Bajo tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Meski Orang Bajo terbilang penduduk asli yang memiliki kepiawaian dalam navigasi pelayaran sejak zaman kuno dan berbahasa Melayu, tetapi sejarah Orang Bajo kurang terinformasikan. Sejarah Orang Bajo sendiri baru mulai diperkenalkan JN Vosmaer sejak 1831 di teluk Kendari. Lalu bagaimana sejarah Orang Bajo di Sumenep Madura? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Makassar (65): Bahasa Tolaki di Semenanjung Tenggara Sulawesi; Bahasa Buton di P Buton, Bahasa Muna di P Muna

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini

Seperti halnya di provinsi Sulawesi Selatan (termasuk Sulawesi Barat), provinsi Sulawesi Tengah dan provinsi Sulawesu Utara (termasuk Gorontalo), di provinsi Sulawesi Tenggara juga terdapat ragam bahasa. Secara umum ragam bahasa di provinsi Sulawesi Tenggara terbagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama, yaitu Bungku-Tolaki yang terdiri dari bahasa-bahasa Wawonii, Kulisusu, Moronene dan Tolaki. Kelompok kedua, yaitu Muna-Buton yang terdiri dari Busoa, Kambowa, Muna, Wolio, Cia-Cia dan Wakatobi. Penutur bahasa kelompok bahasa Bungku-Tolaki umumnya terdapat di (daratan) Semenanjung Tenggara Sulawesi dan penutur bahasa kelompok Muna-Buton di pulau-pulau selatan semenanjung.

Secara umum penutur bahasa Tolaki tersebar di tujuh kabupaten/kota di provinsi Sulawesi Tenggara yang meliputi Kota Kendari, kabupaten Konawe, kabupaten Konawe Selatan, kabupaten Konawe Utara, kabupaten Kolaka, kabupaten Kolaka Utara dan kabupaten Kolaka Timur. Penutur bahasa Tolaki disebutkan berawal dari dari kerajaan Konawe di wilayah tradisi pegunungan Mekongga (Wikipedia). Salah satu raja Konawe yang terkenal adalah Haluoleo (delapan hari). Kota Kendari yang kini menjadi ibu kota provinsi Sulawesi Tenggara terdiri dari penduduk dengan ragam bahasa. Secara umum ragam bahasa di Kota Kendari adalah Tolaki sebesar 36 persen, Muna (19 persen), Buton (26%), Moronene (10%) dan Wawonii (9%). Penduduk asli Kota Kendari berasal dari penutur bahasa Tolaki. Bahasa Tolaki sendiri secara khusus memiliki beberapa dialek seperti dialek-dialek Mekongga, Konawe, Nawoni, Moronene, Kalisus dan Kabaena.

Lantas bagaimana sejarah bahasa Tolaki? Seperti disebut di atas penutur bahasa Tolaki terbilang besar dan tersebar luas khususnya di wilayah (daratan) semenanjung tenggara pulau Sulawesi. Penduduk penutur bahasa Tolaki juga disebut sebagai penduduk asli di Kota Kendari (ibu kota provinsi). Lalu bagaimana sejarah bahasa Tolaki dan penduduk di semenanjung tenggara Sulawesi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 05 September 2021

Sejarah Makassar (64): Sejarah Orang Bajo; Nomaden Tidak Hanya Pegunungan, Orang Bajo Orang Laut Tradisi Nomaden di Laut

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini 

Siapa Orang Bajo? Hingga sekarang masih banyak peneliti sejarah yang masih bingung soal asal usul Orang Bajo. Mengapa bisa? Yang jelas keberadaan Orang Bajo kali pertama diindentifikasi seorang pelaut Eropa (Belanda) Vosmaer pada tahun 1831. JN Vosmaer memperkenalkan Orang Badjo ke dunia internasional setelah mengidentifikasinya di perairan sekitar teluk Kendari. Para peneliti tersentak. Nama Orang Badjo menghiasi jurnal-jurnal ilmiah. Bagaimana bisa? Orang Badjo hidup dan memiliki kehidupan di laut. Para antropolog saaat itu yang menyebar di seluruh penjuru bumi tidak menyangka ada penduduk nomaden di lautan. Mereka hanya berpikir nomaden hanya terjadi di gurun pasir, padang stepa dan wilayah pedalaman diantara hutan belantara.

Suku Bajau atau Suku Sama adalah suku bangsa yang tanah asalnya Kepulauan Sulu, Filipina Selatan. Suku ini merupakan suku nomaden yang hidup di atas laut, sehingga disebut gipsi laut. Suku Bajau menggunakan bahasa Sama-Bajau. Suku Bajau sejak ratusan tahun yang lalu sudah menyebar ke negeri Sabah dan berbagai wilayah Indonesia. Suku Bajau juga merupakan anak negeri di Sabah. Suku-suku di Kalimantan diperkirakan bermigrasi dari arah utara (Filipina) pada zaman prasejarah. Suku Bajau yang Muslim ini merupakan gelombang terakhir migrasi dari arah utara Kalimantan yang memasuki pesisir Kalimantan Timur hingga Kalimantan Selatan dan menduduki pulau-pulau sekitarnya, lebih dahulu daripada kedatangan suku-suku Muslim dari rumpun Bugis yaitu suku Bugis, suku Mandar. Saat ini, Suku Bajau menyebar hampir di seluruh kepulauan Indonesia (terutama Indonesia Timur), bahkan sampai ke Madagaskar. Kebanyakan Suku Bajau yang menyebar mulai tinggal menetap dan berbaur dengan suku-suku lain (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Orang Bajo? Nah, itu dia. Seperti disebut di atas Orang Badjo diidentifikasi kali pertama oleh JN Vosmaer di perairan teluk Kendari 1831. Sejarah Orang Bajo bahkan hingga ini hari masih diperbicangkan. Mengaapa? Sejarah Orang Bajo dianggap masih misteri. Apa, iya? Bukankah kehidupan di atas laut lebih mudah dikenal dan diidentifikasi sejak zaman kuno? Nah, itu dia. Lalu bagaimana sejarah Orang Bajo? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.