Senin, 02 Januari 2023

Sejarah Surakarta (12): Kesehatan - Dokter di Surakarta, Sejak Kapan? Sekolah Dokter Pribumi di Batavia (Docter Djawa School)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini  

Status kesehatan di suatu wilayah/kota sejak awal Pemerintah Hindia Belanda menjadi salah satu prioritas pembangunan dan pengembangan. Hal ini tidak hanya berguna bagi orang-orang Eropa/Belanda sendiri, tetapi juga abai terhadap status kesehatan penduduk akan berisiko kepada warga Eropa/Belanda sendiri. Sebab penyakit tidak memandang ras, status kesehatan penduduk yang baik akan meningkatkan produktivitas yang pada gilirannya memacu pertumbuhan ekonomi dan keuntungan pemerintah. 


Latar belakang didirikannya Sekolah Dokter Djawa adalah pertimbangan Gubernur Jenderal Duymaer van Twist untuk mendirikan sekolah khusus petugas vaksin guna menangani wabah cacar di sepanjang pantai utara Pulau Jawa dan di wilayah Banyumas. Wabah ini, kematian di Pulau Jawa mencapai 1/3 penduduk yang dikhawatirkan akan berdampak pada hasil panen. Dokter Willem Bosch usul mendidik pemuda pribumi untuk menangani masalah kesehatan di wilayahnya. Pendidikan kedokteran ini diselenggarakan 1 Januari 1851, dengan nama Onderwijs van Inlandsche èléves voor de geneeskunde en vaccine di rumah sakit militer di Weltevreden (kini RSPAD). Dokter Pieter Bleeker ditunjuk sebagai direktur sekolah, yang diikuti 12 pemuda dari Jawa dengan lama pendidikan 2 tahun dengan materi prinsip-prinsip berhitung, ilmu ukur, geografi, astrologi, ilmu kimia anorganik, ilmu alam, ilmu perkakas, geologi, ilmu tanaman, ilmu hewan, anatomi dan fisiologi, patologi, kebianan dan ilmu bedah. Bahasa Melayu menjadi bahasa pengantar. Pendidikan ini bernama Dokter Djawa, karena hingga 1854 hanya menerima siswa dari pulau Jawa. Baru pada 1856, menerima siswa di luar Jawa, yakni 2 pemuda dari Pantai Barat Sumatera, dan 2 pemuda dari Minahasa. Reorganisasi pendidikan dilakukan 1864, lama studi menjadi 3 tahun (persiapan 2 tahun dan 1 tahun kedokteran). Reorganisasi dilakukan kembali 1875 masa pendidikan menjadi 7 tahun (2 tahun persiapan, dan 5 tahun kedokteran). Reorganisasi kembali 1881, masa pendidikan menjadi 3 tahun persiapan dan 6 tahun kedokteran. Sejak 1890 hanya menerima siswa tamatan sekolah dasar Eropa (ELS) (http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/)

Lantas bagaimana sejarah kesehatan dan dokter di Surakarta, sejak kapan? Seperti disebutkan di atas, kehadiran Pemerintah Hindia Belanda dan keberadaan garnisun militer sudah lama di Surakarta, seiring dengan itu status kesehatan di Surakarta mulai ditingkatkan dengan mengembangkan fasilitas kesehatan. Untuk lebih meningkatkan intensitas kea rah pengembangan itu mulai diselenggarakan Sekolah Kedokteran Pribumi di Batavia (Docter Djawa. Lalu bagaimana sejarah kesehatan dan dokter di Surakarta, sejak kapan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (11): Pendidikan di Kota Surakarta, Bagaimana Bermula? Sekolah Guru (Kweekschool) di Era Hindia Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini 

Selain situasi dan kondusi keamanan yang kondusuf dan ketersediaan infrastruktur dasar terutama jalan dan jembatan, pada era Pemerintah Hindia Belanda, masalah status kesehatan dan penyebaran pendidikan modern (aksara Latin) termasuk yang diprioritaskan. Secara khusus dalam bidang pendidikan penyelenggaraan pendidikan modern (aksara Latin) dan pembangunan sekolah menjadi sangat penting. Pendidikan yang kita miliki sekarang bermula dari situ.   


Kweekschool adalah salah satu jenjang pendidikan resmi untuk menjadi guru pada zaman Hindia Belanda dengan pengantar Bahasa Belanda (sejak 1865). Di Belanda sendiri, lembaga tersebut kini dijuluki Pedagogische academie voor het basisonderwijs ("akademi pedagogis untuk pendidikan dasar"). Pada 1834, berdiri sekolah pendidikan guru (kweekschool) diselenggarakan di Ambon (hingga 1864). Sekolah serupa didirikan zending di Minahasa tahun 1852 dan 1855 di Tanahwangko (Minahasa). Bahasa pengantar yang digunakan sekolah di Ambon dan Minahasa adalah bahasa Melayu. Keputusan Raja, 30 September 1848, tentang pembukaan sekolah dasar negeri maka untuk memenuhi kebutuhan guru dibuka sekolah guru pertama 1852 di Surakarta atas keputusan pemerintah 30 Agustus 1851. Sebelumnya, pemerintah telah menyelenggarakan kursus-kursus guru (Normaal Cursus). Sekolah guru di Surakarta bahasa pengantarnya bahasa Jawa dan Melayu. Setelah pendirian Sekolah guru di Surakarta berturut-turut didirikan sekolah sejenis di Bukittinggi (Fort de Kock) pada 1856, Tanah Baru (Tanobato), Tapanuli 1864 (dan kemudian tahun 1866 di Bandoeng) dan selanjutnya di berbagai tempat. Pada tahun 1873 dibuka sekolah guru di Tondano, Ambon 1874, Probolinggo 1875, Banjarmasin 1875, Magelang 1875, Makassar 1876, dan Padang Sidempuan 1879. Seiring dengan itu tahun 1874 sekolah guru di Tanobato ditutup 1874 (digantikan di Padang Sidempoean) dan 1875 di Soerakarta ditutup (penggantinya di Magelang). Lalu kemudian kweekschool ditutup di Tondano 1875, Padang Sidempuan (1891), Banjarmasin (1893), dan Makassar (1895) (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah pendidikan di kota Surakarta, bagaimana bermula? Seperti disebut di atas, sekolah guru untuk pribumi (kweekschool) yang pertama didirikan di Soerakarta pada era Pemerintah Hindia Belanda. Apakah hal itu memiliki relasi dengan awal introduksi pendidikan modern (aksara Latin)? Lalu bagaimana sejarah pendidikan di kota Surakarta, bagaimana bermula? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 01 Januari 2023

Sejarah Surakarta (10): Pasukan Jawa di Soerakarta, Siapakah Memerangi Siapa? Era VOC, Dua Pertiga Militer adalah Pribumi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini  

Ada sejumlah kerajaan tempo doeloe yang memiliki pasukan sendiri. Tidak hanya pasukan (barisan) Sultan Sumenep di Madura, juga pasukan kerajaan-kerajaann di Jawa seperti di Surakarta. Pasukan pribumi di Surakarta termasuk salah satu pasukan yang terorganisir dengan baik. Bagaimana sejarah tentu saja sudah ada yang menulisnya.   


Pasukan KNIL Hindia Belanda dari Jawa…Okezone, 2 April 2021. KNIL secara resmi berdiri pada tanggal 28 Agustus 1814, tidak lama setelah kekuasaan Belanda di Hindia Belanda dikembalikan. KNIL hanya kekuatan kepolisian yang ditingkatkan, bukan kekuatan militer sepenuhnya, tugasnya menumpas pemberontakan. Pada awalnya, KNIL merupakan bagian dari tentara kerajaan Belanda. Pada tanggal 4 Desember 1830, ditetapkan pembentukan angkatan tentara tersendiri (Oost-Indische Leger). Pada tahun 1836, Raja Willem Imemberi predikat "Koninklijk". Undang-Undang Belanda tidak mengizinkan para wajib militer untuk ditempatkan di wilayah jajahan, sehingga tentara hanya terdiri dari prajurit bayaran atau sewaan, berasal dari Perancis, Jerman, Belgia dan Swiss dengan persentase Belanda 61 persen. Komposisi orang Eropa selain Belanda meliputi 30 persen Belgia, 30 persen Jerman, Swiss 20 persen, 12 persen Prancis. Bagian terbesarnya justru orang-orang dari kepulauan Nusantara. Komposisi berdarah Eropa dan Indo pada 1929 hanya sekitar 18 persen dari 37 ribu orang. Serdadu pribumi, tahun 1830 ada 60 persen, perwiranya hanya 5 persen dari semua perwira, terbanyak orang Jawa 45 persen, Minahasa 15 persen, Ambon (termasuk Nusa Laut, Haruku, Saparua, Maluku Selatan) 12 persen, Sunda (5 persen), Timor 4 persen. Tahun 1941, KNIL masih memiliki legiun Mangkunegoro Surakarta dan legiun Paku Alam Yogyakarta. Perwira KNIL pribumi jenjang karier terbatas, tertinggi pangkat Letnan Kolonel. (https://nasional.okezone.com/read/2021/)

Lantas bagaimana sejarah pasukan Jawa di Soerakarta, siapa memerangi siapa? Seperti disebut di atas dalam komposisi tentara Pemerintah Hindia Belanda (KNIL) komposisi terbanyak pribumi, bahkan sejak era VOC, pasukan/KNIL sebanyak dua pertiga pribumi.  Lalu bagaimana sejarah pasukan Jawa di Soerakarta, siapa memerangi siapa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (9): Benteng di Surakarta, VOC hingga Pemerintah Hindia Belanda; Riwayat Benteng Vastenburg Tempo Doeloe


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini 

Benteng Vastenburg di Soerakarta tempo doeloe, hingga kini sisanya masih tampak tampak. Suatu benteng kuno yang berasal dari era VOC. Lokasi benteng ini tidak jauh dari aloon-aloon kota dimana krato berada. Pada masa ini benteng adalah salah satu penanda navigasi dalam penyelidikan sejarah.


Benteng Vastenburg adalah benteng peninggalan Belanda yang terletak di kelurahan Kedung Lumbu, kecamatan Pasar Kliwon, kota Surakarta. Benteng ini dibangun tahun 1745 atas perintah Gubernur Jenderal Baron Van Imhoff. Sebagai bagian dari pengawasan Belanda terhadap penguasa Surakarta, khususnya terhadap keraton Surakarta, benteng ini dibangun, sekaligus sebagai pusat garnisun. Di seberangnya terletak kediaman gubernur Belanda (sekarang kantor Balai Kota Surakarta) di kawasan Gladak. Benteng ini terletak di timur laut keraton Surakarta. Bentuk tembok benteng berupa bujur sangkar yang ujung-ujungnya terdapat penonjolan ruang yang disebut selekoh (bastion). Terdapat dua pintu masuk ke dalam benteng: pintu barat (pintu utama) dan pintu timur. Di sekeliling tembok benteng terdapat parit yang berfungsi sebagai perlindungan dengan jembatan di pintu depan dan belakang. Bangunan terdiri dari beberapa barak yang terpisah dengan fungsi masing-masing dalam militer. Di tengahnya terdapat lahan terbuka untuk persiapan pasukan atau apel bendera. Namun bangunan di dalam benteng telah diratakan dengan tanah, kini yang tersisa tinggal tembok benteng. Sumber Belanda menyebutkan benteng ini dibangun pada tahun 1755-1779 dan pernah diperbaiki tahun 1832 (Bleeker, 1850, I: 403), tetapi sumber Inggris menyebutkan bahwa benteng ini didirikan oleh Frans Haak tahun 1746 dan selesai tahun 1765 (Campbell, 1815, I: 511). Dua versi ini disebabkan karena catatan awal menamakan benteng tersebut Grootmoedigheid (kemurahan hati). Sumber Belanda membedakan kedua benteng tersebut, bahwa Grootmoedigheid merupakan lokasi yang berbeda dengan Vastenburg, sementara sumber Inggris menyamakan keduanya (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah benteng di Surakarta, era VOC hingga Pemerintah Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, benteng di Surakarta termasuk salah satu benteng pertama di wilayah pedalaman (biasanya di kota-kota pantai). Benteng terkenal di Surakarta adalah benteng Vastenburg, bagaimana riwayat tempo doeloe. Lalu bagaimana sejarah benteng di Surakarta, era VOC hingga Pemerintah Hindia Belanda?  Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 31 Desember 2022

Sejarah Surakarta (8): Gunung Meletus di Surakarta, Masa ke Masa; Gunung Merapi Masih Jaga, Apa Gunung Lawu Masih Tidur


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini 

Ibarat Jakarta (dulu: Batavia) dampak letusan gunung Salak dan gunung Pangrango sangat terasa. Tentu saja kurang lebih sama dengan Surakarta dimana terdapat gunung Merapi dan gunung Lawu. Seperti apa dampaknya? Nah, itu yang ingin kita pahami. Satu yang jelas, seperti sungai Tjiliwong di Jakarta, sungai Bengawan Solo berhulu di gunung Merapi dan gunung Lawu.   


Gunung Merapi (ketinggian puncak 2.930 M adalah gunung berapi di bagian tengah Pulau Jawa dan merupakan salah satu gunung api teraktif di Indonesia. Lereng sisi selatan berada dalam administrasi Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sisanya berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Magelang di sisi barat, Kabupaten Boyolali di sisi utara dan timur, serta Kabupaten Klaten di sisi tenggara. Gunung ini memiliki potensi kebencanaan yang tinggi karena menurut catatan modern, gunung merapi telah mengalami erupsi setiap dua sampai lima tahun sekali. Sejak tahun 1548, gunung ini sudah meletus sebanyak 68 kali. Gunung Lawu terletak di Pulau Jawa, tepatnya di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Gunung Lawu terletak di antara tiga kabupaten yaitu Kabupaten Karanganyar di Jawa Tengah; Kabupaten Ngawi dan Kabupaten Magetan di Jawa Timur. Status gunung ini adalah gunung api "istirahat" (diperkirakan terakhir meletus pada tanggal 28 November 1885 dan telah lama tidak aktif, terlihat dari rapatnya vegetasi serta puncaknya yang tererosi. Studi pada 2019 tentang geothermal heat flow menyugestikan bahwa Gunung Lawu masih aktif sampai sekarang. Di lerengnya terdapat kepundan kecil yang masih mengeluarkan uap air (fumarol) dan belerang (solfatara). Gunung Lawu memiliki tiga puncak, yakni Hargo Dalem, Hargo Dumiling, dan puncak tertinggi bernama Hargo Dumilah (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah gunung meletus di Surakarta, masa ke masa? Seperti disebut di atas, gunung Merapi dan gunung Lawu yang juga cukup dekat dengan wilayah Surakarta, dengan sendirinya mengalami dampak jika terjadi peristiwa letusan. Hingga masa ini gunung Merapi masih aktif dan apakah gunung Lawu tetap non-aktif? Bagaimanapun kewaspadaan tetap harus ada. Lalu bagaimana sejarah gunung meletus di Surakarta, masa ke masa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (7): Banjir di Surakarta, Masa ke Masa Sejak Era Hindia Belanda; Bengawan Solo Rivier, Apa Sudah Aman?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini  

Gunung meletus, gempa dan banjir, tsunami adalah kejadian yang sangat dirasakan dampaknya sejak tempoe doeloe. Tentu saja ada epidemic dan serangan binatang buas, kejadian alam banjir kerap menjadi sumber pemberitaan. Terjadi di banyak tempat, termasuk di Surakarta. Banjir di Surakarta tidak hanya di daerah aliran sungai bengawan solo rivier. 


Ngerinya Banjir Besar di Solo Maret 1966, Puluhan Nyawa Melayang. Solopos.com. Banjir besar merendam hampir 75% wilayah Kota Solo pada 1966 menimbulkan kengerian. Sebanyak 90 orang meninggal. Berdasarkan catatan dan data dihimpun Solopos.com, banjir besar berlangsung tiga hari yakni 16-18 Maret 1966. Ridha Taqobalallah dari Ilmu Sejarah UNS Solo dalam skripsinya ‘Banjir Bengawan Solo Tahun 1966’: Masyarakat Kota Solo menyebut jumlah korban jiwa dalam banjir mencapai 90 orang, 72 warga Solo dan 18 warga luar Solo. Selain itu, 611 rumah roboh dan 711 rumah rusak plus tiga rumah yang terbakar. Sebanyak 7.500 orang kehilangan tempat tinggal. Banjir dipicu luapan Sungai Bengawan Solo yang mengakibatkan tanggul-tanggul penahan jebol. Politikus PDIP Solo YF Sukasno yang saat kejadian masih berusia tujuh tahun ingat betul kengerian banjir pada Maret 1966 itu. Menurut Sukasno, banjir diawali dengan hujan selama tiga hari berturut-turut. Lalu pada 16 Maret 1966 sore, Sukasno ingat air mulai masuk perkampungan. Sukasno kemudian diajak keluarganya untuk mengungsi ke SD Widya Wacana Solo. Malamnya, Sukasno bersama keluarga dan beberapa tetangga keluar untuk melihat situasi di sekitar SMAN 3 Solo. “Kira-kira pukul 19.30 WIB geger terdengar orang teriak-teriak tanggule jebol. Saya malah lari ke pinggir jalan, dicari orang tua, dimarahi,” katanya saat diwawancarai Solopos.com beberapa waktu lalu. Berdasarkan Peta Banjir 1966 FS DRIP Kota Surakarta diketahui banjir menggenangi hampir tiga perempat wilayah Solo. Wilayah terdampak banjir meliputi Pasar Kliwon, Jebres, Serengan, dan Banjarsari (https://www.solopos.com/)

Lantas bagaimana sejarah banjir di Surakarta, masa ke masa sejak era Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, kota Surakarta adalah wilayah rawan banjir sedari dulu. Berdasar memory warga Solo terjadi banjir besar tahun 1966. Sejatinya banjir di Surakarta sudah diketahui sejak era VOC. Apakaha Sungai Bengawan Solo Rivier sudah aman? Lalu bagaimana sejarah banjir di Surakarta, masa ke masa sejak era Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.