Kamis, 27 April 2023

Sejarah Cirebon (10):Residen Cirebon Masa ke Masa, Sejak Era VOC hingga Pemerintah Hindia Belanda; Kesultanan Cirebon 1810


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Dalam sejarah pemerintahan di wilayah Cirebon, hubungan antara Sultan dan Residen menjadi penting di awal, tetapi kemudian masa Pemerintah Hindia Belanda status kesultanan Cirebon dihapus. Sejak era VOC, peran Residen menjadi sentral, bahkan hingga berakhirnya colonial Belanda di Indonesia (1942). Residen adalah representasi Pemerintah Hindia Belanda di wilayah Cirebon.


Masa kekuasaan Belanda (1705 - 1811). Pada masa kekuasaan Belanda berbagai perjanjian dilakukan di Cirebon dan akhirnya Belanda menyingkirkan kekuasaan politik para sultan dengan diangkatnya Jacob Palm tahun 1700-an. Kekuasaan kesultanan Cirebon membentang dari Luwung Malang (Haur Geulis) hingga ke Galuh, Limbangan dan Sukapura termasuk wilayah pantai selatan. Pada tahun 1706, Belanda mengangkat Pangeran Arya Cirebon (putera kedua dari Sultan Sepuh 1 Syamsudin Martawijaya) sebagai pengawas bupati-bupati di wilayah Cirebon-Priyangan, pengangkatan tersebut juga bertujuan agar kedudukan Pangeran Arya Cirebon menjadi terpandang. Pada tahun 1808 kesultanan Kacirebonan resmi berdiri mengembalikan Pangeran Raja Kanoman yang diasingkan. Pangeran Raja Kanoman kemudian menjadi Sultan Kacirebonan pertama dengan gelar Sultan Cirebon Amirul Mukminin. Belanda mulai menerapkan peraturan-peraturan di Cirebon (reglement op het beheer van Cheribonesche Landen pada 2 Februari 1809 tentang struktur kewilayahan bahwa Cheribonesche Landen dibagi dalam dua wilayah yaitu wilayah kesultanan Cirebon dan wilayah Cheribonesche-Preanger Landen (wilayah Priyangan-Cirebon) Limbangan, Sukapura dan Galuh. Pada 20 Juni 1810, Gubernur Jendral Herman Willem Daendels memutuskan untuk menghapus wilayah Cirebon-Priangan dan wilayahnya dikendalikan langsung dari Batavia dengan nama Landdrostambt der Jacatrasche en Pranger Bovenlanden sementara sebagian dari bekas wilayah Cirebon-Priangan yakni wilayah Galuh dipinjamkan kepada kesultanan Yogyakarta karena tidak begitu menghasilkan dalam penanaman kopi (Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah Residen Cirebon masa ke masa, sejak era VOC hingga Pemerintah Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, hubungan Residen dan Sultan sangat penting. Namun lambat laun kesultanan Cirebon dihapuskan 1810 oleh Pemerintah Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah Residen Cirebon masa ke masa, sejak era VOC hingga Pemerintah Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Cirebon (9): Perdagangan Diantara Cirebon dan Batavia; Jalan Trans-Java Moda Transportasi dalam Perdagangan Pedalaman


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Posisi pelabuhan Cirebon sudah sejak lama dianggap penting dalam navigasi pelayaran perdagangan. Keutamaan pelabuhan Cirebon ini semakin nyata pada era Portugis. Dalam perkembangannya VOC juga menjadi pelabuhan Cirebon sebagai salah satu pos perdagangannya di panati utara Jawa. Pada awal Pemerintah Hindia Belanda semasa GG Daendels dibangun jalan pos trans Java dari Bandoeng ke Cirebon. Volume perdagangan di pelabuhan Cirebon semakin meninngkat. Pelabuhan Cirebon menjadi pelabuhan penting masa ke masa.


Monopoli perdagangan VOC di Cirebon. Niza Egal. Pada akhir abad ke 17 VOC melakukan monopoli perdagangan. Monopoli perdagangan yang pertama di pulau Jawa di Mataram. Monopoli perdagangan itu mengakibatkan perdagangan di Mataram mengalami kemunduran. Akan tetapi kemunduran perdagangan di Mataram itu tidaklah menyurut perdagangan di berbagai wlayah di Nusantara, salahsatunya di Cirebon. Cirebon merupakan pangkalan penting dalam jalur perdagangan dan pelayaran antar bangsa. Cirebon juga terletak diantara Jawa bagian tengah dan Jawa bagian barat. Berita tentang nama Cirebon menurut Tome Pires menyebut Cirebon dengan Chorobon adalah sebuah pelabuhan yang indah dan selalu ada empat sampai lima kapal yang berlabuh. Sejak berdirinya, kota pelabuhan Cirebon menduduki posisi yang sentral dibidang pelayaran dan perdagangan di Jawa bagian barat. Pelayaran Cirebon merupakan kota pelabuhan menjadi salah satu pelabuhan penting di pesisir utara memiliki peran sebagai pusat perdagangan. Perdagangan dilakukan tidak hanya dengan penduduk setempat melainkan ada pula hubungan perdagangan dengan bangsa asing yang pada wqktu musim-musim tertentu datang dan bahkan banyak pedagang asing yang menetap di Cirebon. Komoditi yang dihasilkan dari wilayah Cirebon adalah bahan pangan seperti sayur-sayuran, air tawar, beras dan sebagainya untuk persediaan para saudagar lokal maupun asing dalam perjalanan. Pada periode sebelum kedatangan VOC para pedagang Islam menduduki posisi yang sentral baik dalam bidang ekonomi maupun dalam bidang politik (https://www.academia.edu/) 

Lantas bagaimana sejarah perdagangan antara Cirebon dan Batavia? Seperti disebut di atas, pelabuhan Cirebon begitu penting dari masa ke masa. Pelabuhan ini semakin penting dengan pembangunan jalan Trans-Java dalam moda transportasi perdagangan di pedalaman. Dalam hubungan ini menarik untuk diperhatikan sejarah perdagangan antara Cirebon dan Batavia. Lalu bagaimana sejarah perdagangan antara Cirebon dan Batavia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 26 April 2023

Sejarah Cirebon (8): Jalan Trans-Java Antara Bandoeng dan Karang Sambong; Ekonomi di Wilayah Cirebon dan di Wilayah Preanger


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Permbangunan jalan Trans-Java antara Bandoeng dan Karang Sambong memiliki kisah sendiri. Namun secara keseluruh pembangunan jalan pos Trans-Java telah mengubah wujud perdagangan di wilayah (pulau) Jawa. Ruas jalan Trans-Java Bandeng-Karang Sambong (di wilayah Cirebon) telah meningkatkan arus perdagangan antara wilayah Preanger di pedalaman dan wilayah Cirebon di pantai.


Jalan Pos Daendels dan Cikal-Bakal Trans-Jawa. Senin, 25 Mei 2015. Tempo.co. Jakarta. Hanya dalam setahun, 1808-1809, jalan desa sepanjang 1.000 Km dari Anyer ke Panarukan, yang tadinya terputus-putus, tersambung. Tak mungkin pekerjaan itu terlaksana tanpa tangan besi Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels. Terpengaruh gelora Revolusi Prancis, ia ingin memberangus feodalisme masyarakat tradisional. Pada 5 Mei 1808, Gubernur Jenderal mengeluarkan instruksi berisi sepuluh pasal mengenai pembangunan Jalan Raya Pos (De Grote Postweg). Potongan pertama menghubungkan Buitenzorg (Bogor)--lokasi istananya--ke Cirebon. Pembangunan ruas Megamendung hingga Puncak, Sungai Cikandil, dan Cadas Pangeran memakan banyak korban kuli yang tewas diterkam hewan buas, kelelahan, atau kena penyakit malaria. Jalan modern trans-Jawa dianggapnya penting. Ia tak peduli korban berjatuhan. Ia bahkan lalu mengumpulkan 38 bupati se-Jawa dan memerintahkan mereka melanjutkan proyek pembangunan jalan dari Cirebon ke Semarang, terus ke Surabaya, dan berakhir di timur Jawa: Panarukan. Pengerjaannya dibebankan kepada warga daerah masing-masing melalui kerja wajib. Jalan penuh cerita penderitaan itu kini bermetamorfosis menjadi jalan industri--urat nadi ekonomi Jawa. (https://travel.tempo.co/) 

Lantas bagaimana sejarah jalan rrans-Java antara Bandoeng dan Karang Sambong? Seperti disebut pembangunan jalan pos trans-Java pada era Guburnur Jenderal Daendels semasa Pemerintah Hindia Belanda telah membuka ruang perdagangan di wilayah pedalaman dan mendekatkan jalur antara wilayah pantai dan wilayah pedalaman. Dalam hal inilah wilayah Cirebon dan wilayah Preanger menjadi penting diperhatikan. Lalu bagaimana sejarah jalan rrans-Java antara Bandoeng dan Karang Sambong? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Cirebon (7): Kesultanan Cirebon di Area Pantai dan Orang Sunda di Pedalaman; Residentie Cirebon dan Residentie Preanger


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Kesultanan Cirebon di wilayah Cirebon di wilayah pantai tidak terpisahkan dari sejarah masa lampau di pedalaman Kerajaan Pakuan Padjadjaran. Dalam hal ini kerajaan Pakuan Padjadaran yang berpusat di pedalaman diasosiasikan dengan populasi orang Sunda. Sejak kehadiran orang Eropa di Cirebon dan Priangan, lalu terbentuk dua residentie yang terpisah: residentie Cirebon dan residentie Preanger (sebutan orang Belanda untuk Priangan).


Kesultanan Kasepuhan memiliki wilayah Cirebon. Pembentukan Residentie Cirebon atas desakan Amangkurat 1 (Mataram). Wilayah Sumedang Larang mendeklarasikan berpisah dari beberapa desa yang ada di Cirebon. Pasca peristiwa Harisbaya (sebagai ganti dari Ratu Harisbaya /istri Zainul Arifin (Sultan Cirebon Ke 4) pergi dari Cirebon ke Sumedang Larang dan diceraikan dan menikah dengan Angkawijaya (Prabu Geusan Ulun) maka Sumedang Larang melepaskan wilayah bawahannya di sebelah timur Cilutung (sungai Lutung) yaitu wilayah Sindang Kasih (kini kecamatan Panyingkiran, Majalengka, dan Cigasong) di kabupaten Majalengka. Di sisi lainmya Kesultanan Dharma-Ayu (Dermayon/Indramayu) juga perjanjian kerja sama antara petinggi Belanda-Inggris dengan raja Indramayu. Lalu terbentuk Residentie Cheirebon. Dari kerja sama tersebut Sultan Kertawijaya (Sultan Wiralodra VI) menyetujui kesepakatan tahun 1680 di Keraton Dharma-Ayu Indramayu. Dari perjanjian Keraton Dharma-Ayu dipindah dari Indramayu ke Cirebon, yang tujuannyaberdekatan dengan Administratif Belanda dan Inggris di Cirebon, kemudian Dermayon menjadi Kesultanan Ngadharmayonan (Kanoman). Kesultanan Dermayon memiliki wilayah Indramayu, Majalengka, Kuningan, Subang khususnya Wates Kediri (Binong) dan Pemanukan termasuk Cilamaya. Pada saat Revolusi 1890 oleh Sultan Purbadinegara I (Raden Djalari), wilayah Kesultanan Dermayon dibagi 3 bagian yaitu Wates Kediri (Binong) dan Pemanukan dimasukan oleh Belanda ke dalam daerah Subang. Sedangkan Majalengka dan Kuningan sengaja dipisahkan untuk menjadi daerah mandiri. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah kesultanan Cirebon di pantai dan orang Sunda di pedalaman? Seperti disebut di atas wilayah Cirebon memiliki dinamika sendiri, demikian juga di wilayah Priangan di pedalaman. Semasa Kesultanan Cirebon, Pemerintah Hindia Belanda kemudian membentuk residentie Cirebon dan residentie Preanger. Lalu bagaimana sejarah kesultanan Cirebon di pantai dan orang Sunda di pedalaman? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 25 April 2023

Sejarah Cirebon (6): Wilayah Cirebon Masa Pemerintah Hindia Belanda; Residentie Cirebon Dibentuk Masa Pendudukan Inggris


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Sejak era VOC, wilayah (kesultanan) Cirebon tidak hanya penting dan strategis, tetapi wilayah Cirebon sendiri juga menjadi penting dalam pembentukan cabang pemerintahan Pemerintah Hindia Belanda. Secara administrative wilayah Cirebon dijadikan sebagai satu residentie dengan ibu kota di Cirebon baru terlaksana pada masa pendudukan Inggris (1811-1815). Setelah pemulihan Pemerintah Hindia Belanda, residentie Cirebon tetap dipertahankan.


Karesidenan Cirebon atau bekas Karesidenan Cirebon yaitu wilayah administratif pemerintahan zaman Hindia Belanda dan zaman Inggris yang meliputi wilayah bekas kesultanan Cirebon setelah lepasnya wilayah Krawang sebelum tahun 1677 ketika sultan Cirebon pada saat itu pangeran Abdul Karim (Girilaya) dan kedua putranya yaitu pangeran Martawijaya ditahan Mataram dan wali sultan Cirebon yang dijabat pangeran Wangsakerta didesak oleh Amangkurat 1 untuk memenuhi persyaratan agar Belanda mau membantu Mataram menumpas Trunojoyo (Trunojoyo berhasil membebaskan pangeran-pangeran Cirebon yang ditahan Mataram atas bantuan persenjataan Banten). Sejarah awal pembentukan wilayah Karesidenan (pembantu gubernur) Cirebon tidak terlepas dari sejarah politik kewilayahan yang dipengaruhi oleh kedudukan para tokoh penjajah Belanda dan Britania Raya. Pembentukan Karesidenan Cheirebon berawal dari kedudukan Inggis di Pulau Jawa yang pimpin oleh Thommas Raffles tahun 1817. Raffles membagi beberapa Karesidenan di pulau jawa termasuk Jawa bagian barat yakni: Cheribon, Bantam, Batavia, Buitenzoeg, West-Priangan, Krawang, Indramajoe, Midd-Priangan, Oost-Priangan. (Wikipedia)

Lantas bagaimana wilayah Cirebon semasa Pemerintah Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, wilayah Cirebon dijadikan satu wilayah administrasi residentie sejak era Pemerintah Hindia Belanda. Namun Residentie Cirebon sendiri baru terbentuk semasa pendudukan Inggris. Lalu bagaimana wilayah Cirebon semasa Pemerintah Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Cirebon (5): Orang Moor di Cirebon pada Masa Portugis; Pendahulu Navigasi Pelayaran Perdagangan Portugis ke Hindia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Hingga ini hari, hampir semua orang tidak terlalu mengetahui sejarah bangsa Moor. Sejarah mereka tenggelam (sengaja atau tidak sengaja) ditindih sejarah Portugis dan sejarah Spanyol, tidak hanya di Eropa juga hingga bagian-bagian dunia terpencil seperti Hindia Timur dan Pasifik. Orang Eropa di abad pertengahan, yang masih rasial tentu menjadi atmosfir yang sesuai untuk menghilangkan jejak-jejak peradaban Moor yang tinggi di Eropa selatan seperti di Cordoba, Andalusia, Sevila, Madrid dan Malaga. Demikian juga sejarah orang (bangsa) Moor di Indonesia hanya ditulis samar-samar. Semua itu bisa jadi karena ketidaktahuan akibat sejarah Indonesia lebih merujuk pada sejarah terakhir (era kolonial Belanda). Faktanya sejarah orang Moor di Indonesia berada jauh di depan. Pelaut/pedagang Moor adalah pendahulu pelaut/pedagang Portugis.  Orang-orang Moor sejak terusirnya orang Eropa/Belanda di Indonesia, bahkan hingga kini orang Moor berada di depan mata. Di wilayah Curebon juga terdapat jejak orang Moor. Mengapa begitu buta kita selama ini?


Jejak-jejak Orang Moor begitu banyak dan sangat luas. Mulai dari Eropa Selatan, Madagaskar, India (Pakistan dan Bangladesh) hingga selatan Malaka dan seterusnya ke Tiongkok, Filipina, Sulawesi dan Maluku bahkan ke selat Torres dan Maori (Selandia Baru). Jejak orang Moor di Nusa Tenggara terutama di Bima. Orang Moor tidak dari utara (selat) Malaka ke Jawa, tetapi dari timur (Sulawesi dan Nusa Tenggara) ke Madura dan Batavia. Orang-orang Moor adalah yang mengidentifikasi nama tempat dengan awal Ma, seperti nama Malaga, Maroko, Mauritania, Malagasi (Madagaskar). Malaka dan Muar (Semenanjung), Manila, Makao, Mangindanao, Matan, Manado, Maluku, Mamuju, Makassar, Maros, Maori dan Ma[ng]garai dan Madura. Juga nama-nama yang merujuk pada nama Moor seperti pulau Moro di Riau, Morong di teluk Manila, [bangsa] Moro di Mangindanao, Amurang di Minahasa, pulau Morotai, Semenanjung Morowali dan sebagainya. Orang-orang Moor di Jawa disebut juga orang Koja (merujuk pada gelar mereka, Coija) yang menjadi asal-usul nama (kampong) Koja di Batavia (Jakarta) dan Pekojan di Semarang.

Lantas bagaimana sejarah orang Moor di Cirebon sejak era Portugis? Seperti disebut di atas, jejak orang Moor di Indonesia begitu nyata, tetapi dalam narasi sejarah masa kini, jejak orang Moor terbenam di bawah jejak orang Eropa/Belanda. Fakta bahwa Orang Moor adalah pendahulu navigasi pelayaran perdagangan Portugis ke Hindia. Jejaknya masih ditemukan masa kini. Lalu bagaimana sejarah orang Moor di Cirebon sejak era Portugis? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.