Sabtu, 18 November 2017

Sejarah Semarang (4): Perang Semarang, Belanda Kalah di Demak September 1825; Kekalahan Belanda yang Tidak Dilaporkan?

Untuk melihat semua artikel Sejarah Semarang dalam blog ini Klik Disini


Militer Belanda tidak selalu mampu mengalahkan perlawanam pasukan pribumi. Beberapa perlawanan pasukan pribumi dapat mengalahkan militer Belanda. Dalam Perang Jawa, terdapat satu pertempuran yang dimenangkan oleh pasukan pribumi. Perang yang mengakibatkan kekalahan di pihak militer Belanda ini saya cek tidak pernah ditulis. Perang ini terjadi di Demak antara militer Belanda dari Semarang dengan pasukan pribumi di Demak. Lantas, apakah kekalahan militer Belanda ini sengaja disembunyikan?

Journal de la province de Limbourg, 26-01-1826
Berita kekalahan militer Belanda ini dilaporkan media berbahasa Perancis. Seorang Perancis di Semarang menulis laporan tersebut yang dimuat Journal de la province de Limbourg, 26-01-1826, sebagai berikut: ‘Pertempuran terjadi di Demak, dekat Samarang, pada bulan September, antara 12.000 penduduk asli dan tentara Eropa. Jumlah ini [tentara Eropa] hanya 500, termasuk 60 pelaut Inggris. Penduduk asli mampu mengalahkannya. Surat ini ditulis dengan tergesa-gesa. Samarang, 4 September’.

Surat yang bertanggal 4 September 1825 ini setelah sekian lama diterima Journal de la province de Limbourg, lalu editor melakukan penyelidikan untuk memastikan laporan tersebut yang kemudian memberitakannya pada edisi 26-01-1826. termasuk lampiran surat laporan dari Semarang tersebut. Penyelidikan dalam hal ini adalah mengidentifikasi dua puluh media berbahasa Belanda dan tujuh media berbahasa Inggris.

Jarak penulisan laporan (surat) dan pemberitaan (surat kabar) hampir empat bulan. Ini dapat dipahami karena rute pelayaran dari Batavia ke Eropa/Belanda masih melalui Afrika Selatan. Akses Terusan Suez baru dibuka tahun 1869. Perbedaan waktu (time lag) ini juga karena ada keterlabatan kedatangan kapal dan waktu yang dibutuhkan untuk menunggu terbit koran yang akan diidentifikasi.

Dalam uraian Journal de la province de Limbourg,  26-01-1826 dikatakan bahwa pertempuran Belanda melawan Demak jumlah musuh sebanyak 12.000 kuat, sementara pihak militer Belanda terdapat 10 penembak jitu terbunuh, kebanyakan orang Inggris. Dalam perang ini pasukan Belanda benar-benar dikalahkan dan bahkan pasukan pribumi merangsek memasuki Samarang. Orang-orang Eropa yang ada di Semarang mengangkut semua properti mereka ke atas kapal-kapal yang berada di (pelabuhan) Samarang dan (pelabuhan) Soerabaja. Di Semarang sebanyak 50.000 bal kopi dibakar juga menghacurkan perkebunan kopi dan perkebunan tebu.

Diuraikan lebih lanjut, bahwa pada tanggal surat tersebut, semua orang Eropa meninggalkan pantai timur Batavia [Tandjong Priok] dengan menggunakan empat kapal dagang untuk membawa barang-barang berharga dan wanita untuk berlayar menuju ke Singapura.

Dari surat kabar berbahasa Inggris yang diidentifikasi, Globe and Traveller dan Morning Herald terkesan hati-hati memberitakan tentang keadaan yang terjadi di pulau Jawa karena belum melakukan peliputan yang mendalam. Pers Inggris di Singapura mengatakannya dengan kata-kata begini: ‘Rumor beredar kemarin, berita yang mengkhawatirkan telah diterima dari Batavia, bahwa pasukan Belanda, yang diperkuat oleh orang-orang Eropa [terutama Inggris] yang memiliki persenjataan yang lebih baik, telah dikalahkan oleh pasukan pribumi. Diantara militer yang terbunuh terdapat enam orang Inggris, yang dikatakan telah dibawa oleh sebuah kapal dagang yang berpangkalan di Singapura.

Disebutkan bahwa memang ada penurunan jenazah dari kapal di pelabuhan [Singapura] dan di beberapa bagian kapal terlihat ada kerusakan [akibat perang?] Juga diuraikan bahwa setelah militer Belanda dikalahkan, pasukan pribumi terus merangsek melakukan penjarahan, menghancurkan kota.

Perang Semarang, Kejadian yang Disembunyikan?

Di Eropa, Perancis menduduki Belanda. Media Perancis memiliki kepentingan terhadap berita kekalahan militer Belanda (yang dibantu Inggris) di Jawa, tepatnya di Semarang. Media Perancis dengan fakta yang mereka identifikasi, perang Semarang adalah perang besar, perang yang mana militer Belanda/Inggris dikalahkan pasukan pribumi. Sebaliknya media Inggris seakan coba membuat kejadian perang di Semarang seolah tidak begitu penting. Dari sisi [media] Inggris ini dapat dipahami karena kekalahan militer Belanda dan tewasnya tentara Inggris adalah dianggap aib bersama, melaporkannya secara detail hanya akan dijadikan media Perancis sebagai ejekan.

Belanda, Inggris dan Perancis adalah tiga bangsa yang menginginkan Hindia Timur [baca: nusantara] sejak lama. Wilayah pantai barat Sumatra menjadi arena utama prsaingan ketiga bangsa ini. Dalam perkembangannya ketiga negara bangsa ini telah silih ganti menguasai Batavia. Perancis menguasai Batavia dari tahun 1895 hingga 1899, lalu kemudian dikuasai oleh Belanda sejak 1900. Pada tahun 1911 Inggris mengambil alih Batavia di bawah pimpinan Raffles yang kemudian diserahkan kembali kepada Belanda tahun 1816. Pada tahun 1824 terjadi perjanjian damai antara Belanda dan Inggris yang ditandai dengan lahirnya Traktat London yang mana dilakukan tukar guling antara Bengkulu yang dikuasai Inggris dengan Malaka yang dikusasi oleh Belanda. Perang Semarang terjadi setahun kemudian pada tahun 1825 yang mana terdapat korban di pihak Belanda dan Inggris dalam melawan pasukan pribumi.  

Media Belanda dan media Inggris melihat Perang Semarang adalah bad news. Perang Semarang ini di dalam media Belanda nyaris tidak terdeteksi. Media Inggris hanya melaporkan seadanya saja, sayup-sayup. Sebaliknya media Perancis menganggap Perang Semarang adalah bad news, good news. Boleh jadi kasus ini sengaja dibenamkan alias pelporannya disembunyikan media Belanda. Sebab di waktu yang relatif berdekatan berita-berita kemenangan militer Belanda dalam Perang Jawa atau Perang Diponegoro sangat lengkap dan rinci. Perang Semarang sendiri adalah bagian dari Perang Jawa (Perang Diponegoro) yang berlangsung antara tahun 1825 hingga tahun 1830.


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar