Sejak adanya perjanjian awal VOC dan pemimpin Jawa 1695, Semarang diserahkan kepada VOC, para pemimpin VOC di Batavia langsung merencanakan sebuah kota yang berbasis di benteng yang akan dibangun di sisi timur sungai Semarang. Benteng Semarang ini kemudian selesai dibangun pada tahun 1708. Selanjutnya perkembangan kota meluas di luar benteng. Dalam peta kota Semarang tahun 1741, area Eropa berada di belakang benteng yang mengikuti ke arah hulu di sisi timur sungai Semarang. Jika titik pandang dari pantai, area Eropa berada di timur benteng (lihat Peta Kota Semarang 1741).
Kota Semarang (peta 1741) |
Pada
tahun 1741, benteng Semarang yang selesai dibangun 1708 tetap dipertahankan
fungsinya. Area Eropa tampak telah memiliki jalan yang menghubungkan satu
persil dengan persil lahan pemukiman yang lain. Area Eropa ini telah tersambung
(menyatu) dengan area (kampemen) orang-orang Tionghoa. Area perkampungan
orang-orang Tionghoa juga berada di sisi timur sungai Semarang.
Perkampungan
orang Melayu berada di seberang benteng Semarang, berada pada sisi barat sungai
Semarang agak ke hilir (lebih dekat ke laut jika dibandingkan dengan posisi
benteng). Perkampungan penduduk asli (pribumi Jawa) berada jauh ke arah hulu di
sisi barat sungai Semarang. Posisi perkampungan penduduk pribumi (Jawa)
berseberangan dengan perkampungan Tionghoa.
Salah
satu penanda (navigasi) pertakampungan Tionghoa adalah klenteng yang persis
berada dekat sisi timur sungai Semarang. Jika diyakini bahwa klenteng Tionghoa
(Sam Poo Kong) sudah eksis sejak era Cheng Ho maka kemungkinan hanya ada dua
area pemukiman: perkampungan sebelah sisi timur sungai Semarang (area Tionghoa)
dan perkampungan sebelah sisi barat sungai Semarang (area pribumi Jawa).
Perkampungan pribumi Jawa ini berpusat di sebuah bangunan masjid. Ini
mengindikasikan bahwa dua perkampungan awal ini berada jauh dari pantai.
Pada saat
permulaan koloni Belanda/VOC tahun 1708, benteng yang dibangun berada di dekat
muara tidak jauh dari laut. Area antara benteng dan perkampungan Tionghoa ini
kemudian berkembang sebagai area Eropa. Area perkampungan Melayu yang lebih
dekat ke laut di sisi barat sungai Semarang diduga sudah terbentuk sebelum
koloni VOC muncul (sebelum pembangunan benteng). Di dalam lokasi yang sama
dengan orang Melayu terdapat orang-orang Arab. Perkampungan orang pribumi Jawa
dan perkampungan Melayu/Arab sama-sama berada di sisi barat sungai Semarang.
Dengan demikian, perkampungan orang Eropa/Belanda muncul belakangan.
Selain
itu terdapat di beberapa titik suatu populasi. Pertama adalah para pekerja
(kuli) yang diduga didatangkan dari daerah lain. Kedua, para serdadu pribumi
yang membantu militer VOC/Belanda. Para pekerja dan serdadu pribumi ini berada
di belakang area Eropa/Belanda dan perkampungan Tionghoa. Beberapa pos juga
terdapat di sisi timur sungai Semarang, seakan pos pemisah antara area
Eropa/Belanda dan perkampungan Tionghoa dengan perkampungan orang pribumi Jawa
dan perkampungan Melayu/Arab. Ketiga adalah militer berbangsa Eropa/Belanda
yang menjadi komandan bagi serdadu pribumi ditempatkan di benteng (yang
berfungsi sebagai garnisun militer).
Pemberontakan
Cina di Semarang 1741: Lokasi Klenteng Sam Poo Kong
Gambaran
Kota Semarang yang dideskripsikan di atas merupakan gambaran Kota Semarang
sebelum terjadinya pemberontakan Cina pada tahun 1741. Dalam peta Kota Semarang
1741, lokasi klenteng Tionghoa berada di sisi timur sungai Semarang di
perkampungan Tionghoa.
Pada masa kini,
jika klenteng Sam Poo Kong sebagai klenteng pertama di Semarang, mengapa
letaknya berada di sisi barat sungai Semarag. Padahal dalam peta masa lampau
(Peta Semarang 1741) hanya satu lokasi yang diidentifikasi sebagai klenteng,
yakni klenteng yang berada di sisi timur sungai Semarang (yang kini menjadi
bagian Kota Lama Semarang).
Pada
bulan Juni hingga November 1741 terjadi kolaborasi Cina dan Jawa untuk melawan
VOC/Belanda. Pemberontakan ini akhirnya dapat diatasi oleh militer VOC/Belanda.
Dalam perkembangan lebih lanjut, pada bulan November 1743, Soesoehoenan
Pakoebewono menandatangani sebuah perjanjian damai dengan VOC yang mana semua
wilayah pantai utara Jawa diserahkan kepada VOC. Sejak itu, tata kota
(Semarang) dilakukan perombakan. Kamp Cina dibongkar dan dijadikan lapangan luas (lihat lukisan Rach, Johannes, 1775-1780). Sebagai penggantinya perkampungan Tionghoa direlokasi ke tepi barat sungai
Semarang di selatan kota. Di lokasi inilah kini terdapat klenteng Sam Poo Kong.
Lapangan luas ini dalam perkembangannya menjadi area Eropa/Belanda yang baru
yang kini disebut Kota Lama Semarang.
Apakah telah
terjadi kekeliruan dalam menulis dan menafsirkan sejarah? Boleh jadi. Namun
demikian, masih perlu pembuktian lebih lanjut. Sebagai navigasi: Kota Semarang
sejak era VOC telah mengalami beberapa perubahan tata kota. Sebagaimana
disebutkan di atas bahwa area Tionghoa dari sisi timur telah direlokasi ke sisi
barat sungai Semarang. Pemukiman orang Melayu/Arab yang berada di hilir di sisi
barat sungai dipindahkan ke hulu di sisi timur sungai Semarang. Area
Eropa/Belanda yang baru kelak juga muncul di sisi barat sungai Semarang (lihat peta Semarang 1787).
Peta Semarang 1880 |
Sementara
itu, area Eropa/Belanda diperluas. Benteng Semarang yang lama diperluas.
Pemukiman (area) orang Eropa/Belanda menjadi bagian dari benteng Semarang
(Stad). Dua bastion menggunakan nama bastion dari benteng yang lama yakni
Zee(land) dan Amsterdam. Bastion yang lain diberi nama Smits, Ceylon, de
herderler, de lier (sisi sungai) dan de Tawang. Area inilah yang kini
dikenal sebagai area Kota Lama Semarang. Peta Kota Semarang 1787: A.
Eropa, X. Moor, Y. China
Dalam
perkembangan lebih lanjut, pada tahun 1824 benteng Semarang (yang diperluas)
dibongkar. Area orang Eropa/Belanda dibangun di sisi barat sungai Semarang.
Lalu pada sisi barat kota dibangun banjir kanal. Di area yang baru ini kemudian
juga dibangun semacam benteng baru untuk fungsi pertahanan yang disebut Fort
Prins van Orange. Area baru Eropa/Belanda ini seakan dikelilingi barier
sungai;kanal (lihat Peta Semarang 1880).
Dengan demikian, kota Semarang telah berkembang sejak 1708 (benteng pertama). Kota Semarang kemudia diperluas dengan membangun benteng baru yang menjadi ibukota/stad (benteng kedua). Dua benteng ini berada di sisi timur sungai Semarang. Dalam era Perang Jawa (Pangeran Diponegoro) benteng lama dibongkat dan dibangun benteng yang lebih modern yang disebut benteng Fort Prins van Orange yang lokasinya berada di sebelah barat sungai Semarang (benteng ketiga). Dari tiga benteng ini, hanya benteng kedua yang menarik perhatian, karena benteng kedua ini merupakan lokasi dari Koata Lama Sekarang.
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber
primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya
digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap
penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di
artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja.
klenteng yang dekat kota lama di Pecinan sekarang namanya klenteng Tai Kak Sie ....di sekitar Klenteng Sam Po Kong ada pemukim TiongHoa sebelum direlokasi ke Pecinan sekarang
BalasHapusApakah ada perubahan aliran sungai ?
BalasHapusSebenarnya tidak ada, hanya sungai utama, sejak dulu, semakin mengecil karena adanya pembangunan kanal dengan menyodet sungai di barat kota. Sungai utama ini semakin mengecil lagi di hilir dekat laut, karena adanya pembangunan kanal di tengah kota ke arah timur laut di pelabuhan (yang baru)--Tanjung Emas (lihat artikel no 10)
Hapus