*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sukabumi dalam blog ini Klik Disini
Nama Ciletuh yang sudah dikenal tempo doeloe--pada saat mulai pembentukan pemerintahan di onderafdeeling Soekaboemi yang lalu kemudian ditempatkan Controleur di Soekaboemi tahun 1846--kini menjadi ikon utama ibu kota baru Kabupaten Sukabumi. Ketika Presiden Soekarno membangun hotel internasional di Pelabuhan Ratu pada tahun 1960 yang diberi nama keren Samudra Beach Hotel, nama Pelabuhan Ratu tetap tak menggetarkan warga Kota Sukabumi maupun warga Kota Jakarta. Baru setelah UNESCO tahun 2015 mengakui nama (daerah aliran sungai) Ciletuh sebagai inti Geopark di pantai selatan Jawa (Samudra Beach) nama Pelabuhan Ratu terangkat kembali. Padahal Pelabuhan Ratu sendiri sudah sejak tahun 2000 ditetapkan sebagai ibu kota Kabupaten Sukabumi. Nama Tjiletoeh sudah sejak satu abad yang lalu dipromosikan oleh RA Eekhout.
Nama Ciletuh yang sudah dikenal tempo doeloe--pada saat mulai pembentukan pemerintahan di onderafdeeling Soekaboemi yang lalu kemudian ditempatkan Controleur di Soekaboemi tahun 1846--kini menjadi ikon utama ibu kota baru Kabupaten Sukabumi. Ketika Presiden Soekarno membangun hotel internasional di Pelabuhan Ratu pada tahun 1960 yang diberi nama keren Samudra Beach Hotel, nama Pelabuhan Ratu tetap tak menggetarkan warga Kota Sukabumi maupun warga Kota Jakarta. Baru setelah UNESCO tahun 2015 mengakui nama (daerah aliran sungai) Ciletuh sebagai inti Geopark di pantai selatan Jawa (Samudra Beach) nama Pelabuhan Ratu terangkat kembali. Padahal Pelabuhan Ratu sendiri sudah sejak tahun 2000 ditetapkan sebagai ibu kota Kabupaten Sukabumi. Nama Tjiletoeh sudah sejak satu abad yang lalu dipromosikan oleh RA Eekhout.
Pelabuhan Ratu (Peta 1886); Tjiwaroe dan Tjiletoeh masa kini |
Lantas bagaimana sejarah Jampang
Kulon secara keseluruhan? Nah, itulah yang ingin kita kedepankan. Sebab selama
ini, sejarah Jampang Kulon kurang terperhatikan selama ini. Dengan
ditetapkannya kampong Tjiletoeh sebagai warisan dunia sebagai Geopark (taman
bumi) di District Djampang Koelon, maka sudah sepatutnya sejarah Jampang Kulon
dinarasikan secara lengkap. Untuk itu mari kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe.
Jumlah artikel dibaca dalam blog ini saat mulai menulis artikel ini |
District Djampang Koelon dan Muara Sungai Tjiwaroe
Nama Djampang Koelon sebagai
nama suatu district di daerah aliran sungai Tjimandiri paling tidak sudah dilaporkan
pada tahun pada tahun 1706 (lihat Dgahregister 1 April 1706). Disebutkan bahwa
Anga Nata pemimpin Djampang berhasil dilumpuhkan di rumahnya di Djampang. Anga
Nata masih sebagai pemimpin, hoofd van Djampang hingga tahun 1715 (lihat
Daghregister 2 April 1715).
District Palaboehan dan District Djampang Koelon |
Kampong Tjiletoe-Tjikanteh, District Djampang Koelon (Peta 1840) |
Sejak
berita pertama tidak pernah muncul lagi nama Djampang Koelon. Baru pada tahun
1834 nama Djampang Koelon dilaporkan (lihat Javasche courant, 08-03-1834).
Berita ini dikaitkan dengan iklan Residen OC Holmberg de Beckfelt yang
memberitakan sebuah kapal dagang yang mengalami kecelakaan di muara sungai
Tjiwaroe, district Djampang Koelon. Para penduduk (yang arif) yang menemukan pecahan
kapal juga berhasil mengumpulkan berbagai barang dagangan seperti alat-alat pribadi
(seperti pisau cukur, kunci dan gunting), bahan bangunan (seperti paku, kunci, engsel
dan batangan besi) dan milik pribadi pedagang (seperti pakaian, sepatu, syal,
linen dan sikat gigi). Residen OC Holmberg meminta kepada ahli waris yang bisa
mengklaim untuk mengambilnya di kantor residen di Tjiandjoer.
Pada tahun 1840an, wilayah Soekaboemi mulai
diperhitungkan sebagai wilayah pembangunan ekonomi yang potensial. Langkah
pertama yang dilakukan pemerintah pusat adalah merintis jalan akses antara
Buitenzorg dan Tjiandjoer melalui Tjitjoeroek dan Soekaboemi dan jalan akases
yang menghubungkan antara Soekaboemi dengan Wijnkoopsbaai (Palaboehan Ratoe).
Pada tahun 1846 sejumlah pemerintahan di Residentie Preanger ditingkatkan,
Controleur Bandoeng di Bandoeng statusnya ditingkatkan menjadi Asisten Residen
dan di District Goenoeng Parang ditempatkan seorang Controleur yang
berkedudukan di kampong Tjikole (Soekaboemi). Sejak itu nama Regentschap
Tjiandjoer diubah menjadi Regentschap Tjiandjoer en Soekaboemi. Controleur di
Soekaboemi ini membawahi distrist-district yang kini menjadi wilayah
kabupaten/kota Sukabumi, yakni: district Goenoeng Parang, district Tjimahi,
district Tjiheulang, district Tjitjoeroek, district Palaboehan, district
Djampang Wetan dan district Djampang Koelon. Kemajuan yang pesat di
Onderafdeeling Soekaboemi, pemerintah pusat meningkatkan Soekaboemi sebagai
afdeeling dan pada tahun 1871 meningkatkan status Controleur menjadi Asisten
Residen Soekaboemi.
Untuk lebih mengoptimalkan pemerintahan di
wilayah Soekaboemi selatan, pemerintah pusat juga menempatkan seorang
Controleur di Djampang Wetan yang berkedudukan di Njalindoeng. Jalan-jalan
akses dari Soekaboemi ke dua district di selatan dibuka (district Djampang
Wetan dan Djampang Koelon).
Palabeoahn-Djampang Keolon |
Segera setelah pembukaan jalur kereta api dari
Buitenzorg ke Soekaboemi pada tahun 1882, seorang perwira muda angkatan laut,
RA Eekhout mencampakkan jabatannya dan mulai merintis usaha pertanian di Baros
(sisi utara sungai Tjimandiri). Langkah serupa juga dilakukan oleh abangnya GW
Eekhout yang mengundurkan diri sebagai pejabat di Batavia karena melihat birokrasi
yang korup dan kemudian membuka usaha pertanian di Njalindoeng (dekat dengan
danau Telaga Warna). Dua bersaudara
Eekhout ini boleh dikatakan sebagai perintis pertanian swasta di wilayah
Soekaboemi selatan (district Djampang Wetan, district Djampang Koelon dan
district Laboehan).
Koffiestelsel (kebijakan tanam paksa) yang diterapkan oleh Gubernur
Jenderal van den Bosch (1830-1833) sangat menyengsarakan penduduk
dimana-dimana. Seorang anggota dewan di Belanda van Houten berteriak dan
memprotes koffiestelsel. Dalam perkembangannya pemerintah dengan berat hati
membebaskan koffiestelses dan membuka ruang bagi penduduk dalam kebebasan
menanam. Meski kebijakan itu sudah lama berlalu, tetapi di beberapa wilayah tersembunyi
kebijakan koffiestelsel itu masih dipertahankan, termasuk district Djampang
Wetan (Djampang Tengah), district Djampang Koelon dan district Laboehan).
Sebelum GW Eekhout membuka lahan di Djampang
Tengah, pemerintah di Afdeeling Soekaboemi melalui Controleur Tjitjoeroek mulai
meningkatkan jalan dari Palaboehan Ratoe (ibu kota District Palaboehan) ke
Djampang Koelon (ibu kota District Djampang Koelon). Pembangunan jalan ini
sangat banyak membutuhkan tenaga kerja yang dikerahkan sehingga banyak sawah
penduduk yang terlantar (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad
voor Nederlandsch-Indie, 14-09-1883).
Dibukanya pertanian swasta di wilayah Soekaboemi
Selatan oleh dua bersaudara Eekhoust menyebabkan perhatian pemerintah berupaya
untuk meningkatkan mutu jalan ke ibu kota district (Djampang Tengah dan
Djampang Koelon). Sebagaimana diketahui alasan kuat dua besauadara Eekhout
membuka pertanian karena dibukanya jalur kereta pai ke dari Buitenzorg ke
Soekabomi pada tahun 1882. Dalam hal pengadaan/pembangunan antar moda
transportasi saling mempengaruhi. Adanya moda transportasi kereta api
menyebabkan district Djampang Koelon, wilayah paling terpencil di Afdeeling
Soekaboemi secara perlahan tumbuh sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru,
apalagi dengan masuknya investor swasta seperti dua bersaudara Eekhout.
Dalam
pembangunan jalur kereta api ruas Buitenzorg-Soekaboemi, area paling sulit dan
menjadi pekerjaan berat adalah area di sekitar Nagrak. Ini karena faktor
topografi yang bergunung dan ngarai yang dalam (sungai Tjitjatig). Pembangunan
jalur kereta dibangun mengikuti jalan yang sudah ada sejak lama dari Buitenzorg
ke Soekaboemi. Tetapi setelah pembangunan jembatan kereta di atas sungai
Tjitjatih jalur tidak mengikuti garis lurus ke timur tetapo ke arah selatan
mengikuti arah jalan Nagrak-Tjikembar baru berbelok ke arah tiimur ke
Soekaboemi (di kampong Tjibadak). Sehubungan dengan pergeseran arah jalur
kereta api ini ke kampong Tjibadak, juga diikuti dengan perubahan arah (pembangunan)
jalan dari Paroeng Koeda melalui kampong Tjibadak (tidak lagi melalui Nagrak).
Oleh karenanya kampong Tjibadak yang berada di titik GPS perpotongan
Nagrak-Cikembar dan Paroeng Koeda-Soekaboemi, kampong Tjibadak cepat
berkembang. Posisi strategis kampong Tjibadak menyebabkan dipilih sebagai
ibukota district yang baru ketika terjadi dua district dimerger yakni district Tjimahi
dan district Tjiheulang dengan nama baru district yakni District Tjibadak.
Dalam perkembangannya di District Tjibadak dibentuk tiga onderdistrict yakni:
Onderdistrict Tjibadak dan Onderdistrict Nagrak (eks District Tjiheulang) dan Onderdistrict
Tjikembar (eks District Tjimahi). Oleh karenanya, nama Tjibadak baru populer belakangan.
Dengan semakin terbukanya wilayah Soekaboemi
Selatan, pemerintah mulai mengkapitalisasi nilai produksi telur penyu di
District Djampang Koelon pada tahun 1886 (lihat Bataviaasch handelsblad, 02-02-1886).
Disebutkan Residen Preanger, Peltzer mengumumkan ke publik untuk disewakan
untuk pengumpulan telur penyu di pantai barat Djampang Koelon selama tiga tahun.
Bagi peminat dapat menghubungi kantor Asisten Residen. Kapitalisasi produksi
telur penyu ini juga dilanjutkan oleh Residen Preanger yang baru J Heijting untuk
masa sewa tiga tahun (lihat Bataviaasch handelsblad, 07-06-1888). RA Eekhout
mulai mendapat masalah karena pelabuhan Pelabihan Ratoe ditutup pemerintah.
Pada
tahun-tahun inilah RA Eekhout dalam posisi ekonomi yang menguntungkan. Hal ini
juga karena lahan pertanian abangnya GW Eekhout di Njalindoeng telah diakuisisinya
(GW Eekhout telah meninggal dunia). Namun adanya pembangunan jalur kereta api
Buitenzorg-Soekaboemi menjadi faktor awal pemicu keuntungan bagi RA Eekhout
membuka usaha di Baros, tetapi ketika melakukan ekspansi ke wilayah yang lebih
jauh ke selatan (ke District Djampang Koelon, muncul bencana bagi RA Eekhout.
Ini disebabkan pemerintah menutup pelabuhan Pelaboehan Ratoe sebagai pusat
perdagangan yang terkoneksi ke Batavia. Pemerintah beralasan agar semua aliran
produk menuju jalur kereta api. RA Eekhout seakan mati langkah di wilayah
selatan. Namun RA Eekhout tidak patah arah, lalu meminta konsesi ke pemerintah
untuj membangun jalur kereta api (trem) dari Sagaranten (District Djampang
Tengah) ke Leuwiliang melalui Djampang Tengah, Tjiekembar dan Tjikidang. Dengan
terbangunnya jalur kereta api baru ini diharapkan district Djampang Koelon
tidak terisolasi. Jalur kereta api ruas Sagaranten-Leuwiliang ini sendiri akan
diintengrasikan jalur dari Soekaboemi ke Palaboehan Ratoe melalui Tjikembar.
RA Eekhout terus berjuang untuk tetap
menghidupkan wilayah District Djampang Koelon. Kecintaannya terhadap wilayah
Soekaboemi selatan semakin menjadi-jadi. Boleh jadi ini semua karena begitu
banyak asetnya bertebaran di tiga district paling selatan ini (Djampang Tengah,
Djampang Koelon dan Palaboehan Ratoe). Perjuangannya untuk membangun jalur
kereta api di wilayah Soekaboemi selatan kandas. Pemerintah menolak proposal RA
Eekhout. Ibarat kata, RA Eekhout seakan jatuh tertimpa tangga (penutupan
pelabuhan dan penolakan pembangunan jalur kereta api).
Boleh
jadi para pejabat birokrasi melakukan tindakan balas dendam kepada RA Eekhout.
Hal ini karena sebelumnya begitu sering RA Eekhout mengkritisi birokrasi yang
korup. Tlusan-tulisan RA Eekhout di berbagai surat kabar sangat tajam. Namun
sesuungguhnya tidak hanya itu, tetapi diduga juga terkait dengan masih
diberlakukannya koffiestelsel di tiga district tersebut. Untuk produksi kopi
oleh pemerintah (koffiestelsel) diwajibkan seperti sebelumnya, tetap diangkut
ke gudang pemerintah di Soekaboemi. Gudang-gudang-gudang pemerintah di
Palaboehan sudah ditutup. Meski RA Eekhout menghadapi masalah pelik (dengan
pemerintah), RA Eekhout terus berjuang untuk membangunan sendiri wilayah
Soekaboemi selatan.
Perjuangan RA Eekhout mulai berhasil. Boleh jadi
karena musuh-musuhnya tidak lagi duduk dalam posisi pejabat pemerintah, pejabat
baru yang muncul kemudian lebih realistik, apalagi wilayah Soekabomi selatan
sudah jauh berkembang sejak kehadiran RA Eekhout. Pelabuhan Pelaboehan Ratoe
dibuka kembali pada tahun 1901 yakni dengan dadakannya jalur pelayaran reguler
dari Batavia ke Pelaboehan Ratoe terus ke Tjilatjap. RA Eekhout kembali berada
di atas angin.
Setelah
dibukanya kembali pelabuhan pedagangan di Palaboehan Ratoe segera terlihat
dampaknya. Para investor baru mulai melirik wilayah Soekaboemi selatan. Ini
terlihat dari sebuah iklan di surat kabar tahun 1902 (lihat Bataviaasch
nieuwsblad, 21-06-1902). Disebutkan sebuah perusahaan meminta sebidang tanah
luar biasa di Djampang Koelon, kondisi yang menguntungkan.
RA Eekhout yang musuh-musuhnya telah menghilang,
pelabuhan yang dibuka kembali, RA Eekhout tidak lagi sendiri. Sudah mulai
banyak investor baru yang membuka usaha di wilayah Soekaboemi selatan. Hasil
perjuangan dan hoki terus menyatu di tangan RA Eekhout. Pada tahun 1906 RA
Eekhout menemukan sumber minyak di pantai selatan (lihat De Preanger-bode, 11-06-1906).
Disebutkan RA Eekhout, direktur Wijnkoopsbaai Exploitatie-mij, setelah
melakukan penelitian mengumumkan baru-baru ini bahwa telah menemukan sumber
minyak pada ketinggian 400 eter di atas laut di dataran tinggi Wijnkoopsbaai
dan Zandbaai.
Di
wilayah Soekaboemi selatan (district Palaboehan dan district Djampang Koelon)
sesungguhnya hanya terdapat dua teluk besar, yakni teluk Wijnkoopsbaai dan teluk
Zandbaai. Teluk Wijnkoopsbaai adalah teluk Palaboehan Ratoe sendiri, tempat
dimana pelabuhan (pemerintah) berada. Nama Wijnkoopsbaai sudah muncul sejak era
VOC, dimana seorang pedagang Belanda (Jacobs) membuka usaha pembuatan minuman
anggur (wijn) di suatu tempat dekat pos militer di teluk (baai). Dari sinilah
asal-usul mengapa disebut teluk Wijnkoopsbaai. Sementara itu, pada saat
ekspedisi Sersan Scipio tahun 1687 nama pantai berpasir (zandbaai) sudah
diidentifikasi. Titik zandbaai tidak banyak tetapi yang terluas terdapat di
muara sungai Tjiletuh. Nama Zandbaai sesungguhnya merujuk pada muara sungai
Tjiletoeh.
RA Eekhout tidak pernah berhenti berjuang.
Perjuangannya untuk soal kedadilan bagi penduduk mulai didengungkannya. Ini
dapat dilihat pada protesnya pada surat kabar Soerabaijasch handelsblad, 10-01-1908.
Dalam tulisan ini perang antara RA Eekhout kembali terjadi ketika dia memprotes
koffiestelsel yang masih diberlakukan di Djampang Koelon, Djampang Tengah dan
Palaboehan. Padahal menurut RA Eekhout di tempat lain sudah lama dihapuskan. RA
Eekhout mengatakan bahwa produksi kopi sudah sangat sedikit dan tidak begitu
menguntungkan kembali. RA Eekhout menyindir para pengawas kopi yang selalu memberikan
laporan palsu ke atas yang hanya dibuat untuk menyenangkan hati Gubernur Jenderal.
‘Silahkan diselidiki’ demikian tuntutan RA Eekhout.
RA
Eekhout juga melampiaskan kekesalannya bahwa produksi kopi yang harus dibawa dengan
gerobak dari selatan ke Soekaboemi membuat jalan-jalan rusak di musim hujan.
Padahal banyak jalan-jalan yang justru dibangun swasta rusak karena gerobak
pemerintah. Sementara itu, akibat koffiestelsel yang tetap dijalankan yang hasilnya
tidak seberapa tetapi dari sisi tenaga kerja yang tersedot sehingga di pihak
lain kesulitan bagi perusahaan untuk mendapatkan tenaga kerja. RA Eekhout berpendapat
jika diberi kebebasan, para penduduk akan bekerja di perusahaan daripada di
kebun-kebun kopi pemerintah. Pengusaha swasta akan mampu memberi upah yang
lebih baik.
Namun protes RA Eekhout tersebut tidak digubris oleh pemerintah. Meski
demikian, pihak swasta di wilayah Soekaboemi selatan terus bekerja. Bahkan
banyak perusahaan swasta yang terus menambah luas lahannya. Ini dapat
dilihat pada surat kabar De Tijd :
godsdienstig-staatkundig dagblad, 18-02-1911. Disebutkan bahwa perusahaan teh
1.096 bau di Djampang Koelon yang mendapat hak konsesi 75 tahun dan yang telah
menghasilkan menawarkan saham ke publik untuk tujuan perluasan 200 bau per
tahun. Dari 600 bau hanya 400 bau yang ditanami teh sedangkan sisinya di areal
yang curam akan ditanam karet. Perusahaan ini tampaknya dimulai pada tahun
1907.
De Preanger-bode, 17-07-1907: ‘Sewa. J. de Qroot telah diberi prasarana
dan sebidang tanah liar seluas 80 bau yang berdekatan dengan Onderneming Tjiletoe
miliknya dan juga berlokasi di district Djampang Koelon, Soekabumi. Mr. H. J.
Huidekoper telah diberikan untuk memulai eksploitasi tanah kasar yang dijanjikan
kepadanya untuk waktu yang lama selama 75 tahun, yang terletak di district yang
sama’.
Sementara para investor semakin banyak yang
berminat di district Djampang Koelon, tetap penduduk tidak bebas memilih
pekerjaan karena koffiestelsel masih berlangsung. Para penduduk makin sulit.
Para pengusahan mulai mencari solusi jika tidak cukup tenaga kerja. Ini semua
terindikasi dari berita pada surat kabar De Sumatra post, 23-11-1917: ‘Perkebunan
makin maju dan membentuk asosiasi, namun wilayah pemerintah dalam kesulitan. Pemerintah
dalam dilema. Penduduk kesulitan dan penerimaan pemerintah minim. Para pegawai
malas turun ke lapang. Demang hanya meberikan laporan ABS, Para pekebun
mendatangkan tenaga kerja dari Tjilatjap dengan biaya murah lewat laut’.
Akhirnya
jalan menuju district Djampang Koelon direalisisikan dengan peningkatan mutu
jalan dengan aspal (lihat De
Preanger-bode, 06-06-1921). Pembangunan jalan aspal ini di satu pihak telah
membuka isolasi Djampang Koelon, sementara di pihak lain kebermanfaat jalan
aspal ini tidak hanya untuk para planter tetapi juga untuk penduduk Djampang
Koelon khususnya di Tjiemas dan Bodjoenglopang (Panoembangan). Peningkatan mutu
jalan ini diintegrasikan dengan pembangunan jembatan kuat di atas sungai
Tjimandiri yang dengan sendirinya memperlancar antara Djampang Koelon ke
Palaboehan Ratoe. Diharapkan ke depan akan memungkinkan lebih terhubung koneksi
antara Tjiemas dengan teluk (zandbaai).
Tampaknya semua cita-cita RA Eekhout telah
tercapai. Wilayah Soekaboemi selatan telah berkembang dengan baik khususnya di
District Djampang Koelon. Tidak hanya semua kota-kota di wilayah Soekaboemi
selatan telah terhubung dengan jalan aspal, meski cita-citanya pembangunan moda
kereta api tidak tercapai, paling tidak kombinasi jalan-jalan raya beraspal dan
pelabuhan Palaboehan Ratoe yang semakin ramai sudah cukup. Arus wisatawan juga
ke Tjiletoeh (zandbaai) semakin tinggi.
Jika
memori kolektif penduduk Limbangan (Garoet) sangat dekat dengan KF Holle dan
nama keluarga van Motman di Buitenzorg barat, maka di wilayah Soekaboemi
selatan maka nama RA Eekhout harus dicatat. Namun, sayang sejauh ini kapan
meninggal dan dimana RA Eekhout tidak diketahui. RA Eekhout adalah seorang Indo
(lahir di Hindia) yang sangat mencintai tanah kelahirannya.
Pada masa ini kawasan Ciletuh berada di kecamatan
Ciemas. District Djampang Koelon pada masa tempo doeloe kini telah terbentuk
sejumlah kecamatan, salah satu diantara kecamatan yang terbentuk adalah Kecamatan
Ciemas. Terbentuknya kecamatan-kecamatan dari origin District Djampang Koelon
sesuai perkembangan jaman. Pada era kolonial Belanda di District Djampang
Koelon dibentuk tiga onderdistrict, yakni: Onderdistrict Djampang Koelon,
Onderdistrict Lengkong, Onderdistrict Tjiemas dan Onderdistrict Tjiratjap.
Pada dasarnya kecamatan Ciemas yang sekarang bukanlah berasal dari
District Palaboehan melainkan dari District Djampang Koelon. District
Palaboehan sendiri pada era kolonial Belanda dibagi ke dalam tiga
onderdistrict, yakni: Onderdistrict Palaboehan, Onderdistrict Tjikidang,
Onderdistrict Tjisolok dan Onderdistrict Waroeng Kiara. Setelah sempat
ditinggalkan cukup lama (sejak era VOC), wilayah pantai selatan Jawa mulai
digunakan lagi. Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1837 mengirim satu
ekspedisi ke Wijnkoopsbaai dan sekitar (lihat Javasche courant, 06-09-1837).
Disebutkan bahwa ekspedisi dipimpin oleh Kapten Ampt yang didukung oleh satu
tim khusus angkatan laut yang dipimpin oleh Letnan Eescher. Tujuan utama untuk
memetakan jalur pelayaran di sepanjang pantai. Dalam ekspedisi ini ditemukan
teluk berpasir (zaandbaai). Teluk ini besar kemungkinan adalah teluk Tjiletoeh.
Sepuluh tahun kemudian pada tahun 1849 sebuah penerbit di Belanda menjual
buku-buku dan peta-peta yang terkait dengan pelayaran dan kapal pesiar. Tiga
diantara peta yang dijual adalah Peta Wijnkoopsbaai, Peta Zandbaai dan Peta
Tjilatjap. Peta-peta ini diduga hasil ekspedisi yang dilakukan pada tahun 1837.
Sudah barang tentu Peta Zandbaai juga turut mengidentifikasi curug-curug yang
eksotik di zaandbaai mengingat peta-peta yang dijual tersebut bersifat komersil
(pesiar atau wisatawan).
Kecamatan Ciemas kini terdiri dari sembilan buah
desa. Satu nama desa bernama desa Ciwaru. Jika diperhatikan nama-nama kampong
(dusun) di desa Ciwaru terdapat nama dusun (kampong) seperti Dusun Cikanteh, Dusun
Cimarinjung dan Dusun Ciwaru. Nama dusun Ciwaru yang dijadikan nama desa.
Sungai terbesar di desa Ciwaru adalah sungai Ciletuh.
Nama
Dusun Cikanteh pada masa lampau disebut Dusun Tjiletoeh Tjikanteh. Besar dugaan
nama muncul dari dua kampong yang merger (lihat Peta 1840). Namun dalam
perkembangannya nama kanmpong ini hanya disebut kampong Tjikante. Boleh jadi
ini karena posisi nama Tjikanteh lebih kuat daripada nama Tjiletoeh. Lalu
lambat launTjiletoeh sebagai nama kampong menghilang. Tamat nama Tjiletoeh
sebagai penanda navigasi sebagai nama kampong. Meski demikian, nama Tjiletoeh
sebagai nama sungai tetap eksis. Hal ini karena sungai Tjiletoeh adalah sungai
besar. Sungai-sungai yang berdekatan antara lain adalah sungai Tjiletoeh,
sungai Tjikanteh dan sungai Tjiwaroe. Seperti disebutkan di atas, nama muara
sungai Tjiwaroe di District Djampang Koelon sudah diberitakan tahun 1834 karena
adanya kecelakaan kapal.
Sungai Ciletuh kini dijadikan nama kawasan bumi,
suatu kawasan yang disebut Geopark Ciletuh. Nama Ciletuh pada masa lampau juga
menjadi nama kampong. Namun kini hanya teridentifikasi hanya sebagai nama
sungai. Sejak tahun 1924 di (daerah aliran sungai) Tjiletoeh dibangun stasion
pemantau cuaca seperti mengukur curah hujan.
Pada tahun 1935 diberitakan bahwa di Tjiletoeh NV Handel Mij. Java-Cairo
diberikan konsesi untuk usaha pembangkit listrik tenaga air di Onderneming Margasari
(lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 20-09-1935).
Keindahan
kawasan Ciletuh sudah sejak lama digambarkan oleh seorang dokter Adolphe
Guillaume Vorderman yang datang ke pantai district Djampang Koelon untuk
melakukan penelitian pada tanggal 26 dan 27Juni (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 30-10-1889).
Di kampong Bale Kambang (Zandbaai), Djampang Koelon. Vorderman melakukan
pengamatan di sepanjang pantai laut ke mulut Tji Marindjoeng dan juga melakukan
pengamatan hingga ke Pesawahan, dusun terdekat di pedalaman. Beberapa
penemuannya yang perlu dikutip antara lain seperti burung merpati hijau, burung
merak. Dalam perjalanan pulang dari Pesawahan melewati pinggir hutan alami
menemukan jejak badak. Menurut penduduk badak yang berada di dalam hutan,
sering keluar pada malam hari ke air payau di mulut sungai Tji Letoe atau Tji
Marindjoeng. Di Pesawahan, Vorderman mendapat kesan pemandangan indah yang
berbatasan dengan dataran Tjiletoe. Dari pegunungan Lengkong juga Tji Kanteh
dan Tji Kawocng dapat dilihat yang curam dengan air terjun raksasa yang jatuh
ratusan meter ke bawah. Kampong Balekambang sendiri dibuka pada tahun 1874 oleh
Pak Hadji dan keluarganya. Kini rumah pak haji yang lebih besar yang secara
keseluruhan terdapat 16 buah rumah dimana selain keluarganya terdapat orang
yang ‘menumpang’ (pendatang) yang datang dari Banten dan Palaboehan. Pak haji
memiliki dua ekor kuda di kandang. Umumnya warga hidup mencari ikan dan jika
berlebih dikeringkan sebagai ikan asin. Di antara waktu luang warga juga
mencari telur penyu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar