*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Kalimantan Utara di blog ini Klik Disini
Sejarah lama apalagi sejarah kuno kerap mengejutkan pada masa ini. Sejarah Sabah, Sulu, Jolo, Tawi-Tawi dan Mindanao hingga ini hari kurang terinformasikan. Padahal wilayah ini di masa lampau adalah satu kesatuan kawasan wilayah bahkan terintegrasi dengan semenanjung Celebes (Manado) dan Ternate di Halmahera (Batachini del Moro) yang memiliki pengaruh Islam. Era Portugis (kedatangan orang Eropa) hanyalah sejarah baru, kelanjutan sejarah lama ketika dominasi Hindoe-Boedha mulai diretas dengan masuknya pengaruh Islam yang kuat. Peaiain utama di kawasan utara (Indonesia) di sekitar laut Sulwaesi ini adalah orang-orang Moro beragama Islam (suksesi orang-orang Persia dan Arab).
Lantas bagaimana sejarah Sabah, Sulu, Jolo, dan Tawi-Tawi? Yang jelas nama-nama tempat ini berada di satu kawasan yang sama dengan Nunukan dan Sebatik di pantai timur Borneo (kini provinsi Kalimantan Utara). Lalu apa pentingnya sejarah kawasan ini? Ada dunia lama di sini yang kurang terinforasikan. Padahal dala penulisan sejarah baru tidak boleh melupakan sejarah lama. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Orang Moor Sebelum Kedatangan Portugis: Kerajaan Aroe hingga Pulau Aroe
Orang Eropa pertama datang ke Hindia adalah orang Portugis. Setelah menaklukkan Malaka 1511 Portugis membuat koloni (yang menjadi pos perdagangan utama). Sejak ini Portugis mulai menyusun peta-peta. Peta-peta Portugis dibangun dari peta-peta yang ditemukan di Malaka, suatu peta-peta yang menyebabkan pelaut-pelaut Portugis menemukan jalan ke Ternate. Peta-peta dasar yang ditemukan di Malaka pada dasarnya peta-peta yang pada dasarnya dibuat oleh orang-orang Moor.
Orang-orang Moor (penguasa Kerajaan Aroe) sudah sejak lama merintis jalan ke Ternate tidak melalui Jawa (Madjapahit) tetapi melalui jalur tradisional (Aroe-Tiongkok) elalui Djohor, Boernai (Brunei), Mindanao terus ke Ternate, Orang-orang Moor dari kerajaan Aroe diduga sudah mencapai pantai barat Papoea yang menjadi sebab munculnya nama pulau Aroe (di selatan Banda).
Dalam laporan-laporan Portugis (Tome Pires dan Barbosa) menyebut nama Baroes dan Aroe saling dipertukarkan. Ini mengindikasikan bahwa Kerajaan Aroe (di pantai timur) dan Baroes (di pantai barat) berada di wilayah teritori yang sama (coast to coast). Laporan Portugis berikutnya (Mendes Pinto, 1535) menyebut Kerajaan Aroe sebagai Aroe Batak Kingdom yang saat kunjungannya dari Malaka ke Aroe mencatat kekuatan kerajaan Aroe sebanyak 15 ribu tentara yang mana tujuh ribu diantaranya berasal dari Minangcabao, Indragiri, Borneo (baca: Brunei) dan Luzon (baca: Filipina).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Orang Moro dan Orang Batak
Bagaimana hubungan orang-orang Moor dengan kerajaan Aroe sudah jelas. Bagaimana hubungan orang-orang Moor dengan Halmahera juga sudah cukup jelas. Demikian juga bagaimana hubungan orang-orang Moor dengan terbentuknya nama (bangsa) Moro. Namanya dari Moor menjadi Moro. Lalu apakah terininologi orang-orang Portugis Batachini del Moro ada hubungannya dengan orang Batak (di kerajaan Aroe)? Peneliti-peneliti Belanda menginterpretasi nama Batachini sebagai Batachina atau Batochina dan meski sudah tertulis Batachini del Moro tetapi para peneliti tersebut tidak menginterpretasi Moro dapat dihubungkan dengan orang-orang Moor.
Pada era VOC di wilayah yurisdiksi kerajaan Ternate terdapat banyak tempat (wilayah) yang dapat dikaitkan dengan nama Moor atau Moro seperti pulau Morotai (di timur pulau Halmahera); Morowali di ujung timur laut Celebes; dan Amoerang di pantai utara pulau Celebes. Sumua tempat ini berada di bawah yurisdiksi kerajaan Ternate. Kota Amoerang [A-moer-ang] adalah pelabuhan tua yang pernah diduduki orang-orang Portugis dan Spanyol pada era VOC (yang kemudian diambil alih oleh VOC-Belanda pada tahun 1659). Pelabuhan Amoerang adalah pelabuhan antara dua pelabuhan yakni (pulau) Manado dan Toli-Toli.
Sementara itu kerajaan Ternate sudah terhubung lama dengan kerajaan-kerajaan di Mindanao. Kerajaan-kerajaan di Mindanao ini (yang kini banyak disebut bangsa Moro) pada era VOC masih terkait dengan kerajaan Candahar di pulau Sangir (kini Sangihe). Pada tahun 1695 antara VOC-Belanda dan Spanyol di Filipina terjadi kesepakatan dimana wilayah Candahar di Mindanao dipisahkan dan diserahkan keapada Spanyol (lihat Daghregister 8 Agustus 1695). Ini menunjukkan hubungan yang kuat antara orang-orang Mindanao dan orang di pulau Sangir. Dala hal ini wilayah pulau Sangir yang terdiri dari sejumlah kerajaan-kerajaan seperti Tahoena dan Taboekan berada di bawah yurisdiksi kerajaan Ternate dimana Gubernur Ternate juga berkedudukan di Ternate. Pada permulaan Pemerintah Hindia Belanda (VOC dibubarkan 1799) status Ternate diturunkan dari Gubernur menjadi Resident (Residentie Ternate). Pada tahun 1823 Residentie Ternate dimekarkan dengan membentuk Residentie Manado (yang meliputi wilayaah Manado, Sangir en Talaut, Minahasa, Bolaang Mongondow, Gorontalo, Toli-Toli, Donggala, Morowali, Poso dan Banggai).
Lantas mengapa ada orang (bangsa) Batak di Filipina? Tentu saja hal itu tidak bersifat random sebagaimana orang-orang Moor (Moro) di Halmahera dan Mindanao dan pulau-pulau di sekitarnya. Salah satu pulau di dekat pulau Mindanao yakni pulau Palawan ditemukan etnik Batac (Batak). Jumlahnya kini tidak banyak tetapi orang (etnik) Batak di pulau Palawan memiliki adat atau kebiasaan tersendiri dari etnik-etnik lainnya di pulau. Kebiasaan (adat) etnik Batak di pulau Palawan ini memiliki banyak kemiripan baik dari segi fisik maupun dalam hal bahasa dan budaya dengan etnik Batak di Sumatra Utara.
Kemiripan budaya misalnya soal tatacara perkawinan. Kemiripan bahasa antara lain dalam kosa kata ina, inang (ibu), amang (ayah) iboto (saudara lelaki/perempuan), mangan (makan). Kosa kata inti inilah kosa kata yang melekat pada setiap orang sejak lahir (ayah, ibu, saudara, dan makan). Kosa kata lainnya yang masih bersifat primer seperti dila, dilak (lidah), manuk (ayam) dan sebagainya. Kosa kata utama ini tetap dipertahankan sementara kosa kata yang lain telah digantikkan kosa kata bahasa lain (termasuk bahasa Melayu sebagai lingua franca).
Bagaimana orang (etnik) Batak di Filipina dan di Tapanoeli sudah barang tentu dapat dikaitkan dengan eksistensi kerajaan Aroe di daerah aliran sungai Baroemoen (kini Tapanuli Bagian Selatan). Kerajaan Aroe (suksesi koloni kerajaan Cola-India) sangat luas mualai dari pantai barat (Baroes) hingga pantai timur (Panai) dan dari batas Minangcabaodi selatan hingga sungai Deli (di Medan). Di hulu sungai Baroemoen juga terdapat nama sungai Batang Panai. Kerajaan Aroe ini dipimpin oleh orang-orang Moor.
Orang-orang Batak dari sungai Baroemoen sebagaimana orang-orang Moor telah memperkaya penduduk di pulaua Mindanao, pulau Palawan dan pulau-pulau sekitar yang membentuk keragaman kebiasaaan (budaya), bahasa dan bahkan postur dan wajah.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Kawasan Soeloe: Portugis, Spanyol, Belanda dan Inggris
Tunggu deskripsi lengkapnya
Tawaou, Sebatik dan Noenoekan
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar