Kamis, 13 Januari 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (353): Pahlawan Indonesia Sjamsoeddin St Ma’moer, Menteri Penerangan; Bintang Timoer - Tjaja Timoer

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Setelah sukses penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) 1955 dan berhasil mendaimaikan di internal militer (Kolonel Abdoel Haris Nasution yang dirumahkan sejak 1952 kembali ke posisinya sebagai KASAD) pada Kabinet Boehanoeddin Harahap, pemerintah melalui Menteri Penerangan Sjamsoeddin Soetan Makmoer mengumumkan ke publik bahwa pembatalan/penghapusan hubungan Uni Belanda-Indonesia, perjanjian keuangan dan ekonomi dan kedaulatan atas Papua Barat (lihat Het Parool, 14-02-1956). Semua kaget. Orang Indonesia memang maklum, tetapi orang-orang Belanda baik di Indonesia maupun di Belanda molohok. Sampai sejauh itu, orang-orang Belanda selalu cenderung merecokin (bangsa dan negara) Reuplik Indonesia.

Sjamsuddin Sutan Makmur Harahap (9 Mei 1909 – 14 Desember 1967) adalah seorang pejuang kemerdekaan, dan politisi Indonesia. Ia merupakan salah satu tokoh dari PNI. Sjamsuddin pernah menjabat Menteri Sosial dalam Kabinet Sukiman-Suwirjo (27 April 1951-3 April 1952). Pada tahun 1955, Sjamsuddin Sutan Makmur juga dipercaya sebagai Menteri Penerangan pada Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955- 24 Maret 1956). Tokoh kelahiran 1909 di Pangkalan Brandan, Sumatra Timur ini menikah dengan Siti Danilah Salim, seorang jurnalis yang merupakan adik dari H. Agus Salim. Sjamsoeddin Soetan Ma’moer meninggal dunia di Djakarta dalam usia 58 tahun. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Sjamsoeddin Soetan Makmoer? Seperti disebut di atas, Sjamsoeddin Soetan Makmoer pernah menjadi Menteri Penerangan RI yang membuat heboh Belanda. Sjamsoeddin Soetan Makmoer sebenarnya bukan orang baru dalam dunia politik. Sjamsoeddin Soetan Makmoer sudah bekiprah sejak awal era pergerakan kemerdekaan Indonesia (1930) sebagai seorang revoluiner yang menjadi redaktur surat kabar Bintang Timoer (pimpinan Parada Harahap). Saat detik-detik berakhirnya Belanda (1940an) Sjamsoeddin Soetan Makmoer masih eksis sebagai jurnalis sejati bersama Parada Harahap mendirikan surat kabar Tjaja Timoer (suksesi Bintang Timoer). Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan Indonesia Sjamsoeddin Soetan Makmoer di Medan: Bintang Timoer hingga Tjaja Timoer di Batavia

Sjamsoeddin lahir di Pangkalan Brandan pada tanggal 9 Mei 1909. Pangkalan Brandan kota minyak pertama di Hindia Belanda di sebelah utara kota Medan (dapat dilalui berbagai moda jalan darat, keretapi dan laut). Orang-orang Angkola Mandailing sudah sejak lama merantau ke pantai timur Sumatra hingga Medan dan sekitar (Deli, Serdang dan Langkat). Perantau Angkola Mandailing di wilayah rantau itu semakin banyak setelah tahun 1905. Satu yang penting di Medan tahun 1909 terbit surat kabar baru berbahasa Melayu Pewarta Deli di bawah pimpinan Dja Endar Moeda dengan redaktur Kamaloedin (anak Dja Endar Moeda).

Perang Atjeh berakhir pada tahun 1905. Yang terbilang belum aman hanya di sekitar sisi barat danau Toba (karena masih cukup kuat perlawanan Sisingamangaradja XII. Wilayah sebelah timur danau Toba relatif aman sehingga jalur migrasi orang Angkola Mandailing ke Medan tidak terganggu. Pada tahun 1905 ini Residentie Tapanoeli dipisahkan dari provinsi Sumatra’s Westkust yang beribukota di Padang (dan akan diintegrasikan dengan province Sumatra’s Oostkust yang beribukota di Medan). Akibat kebijakan pemerintah yang baru tersebut, dampaknya para pengusaha Angkola Mandailing di Padang banyak yang berpindah ke Medan. Dengan semakin banyaknya pengusaha Angkola Mandailing di Medan, pada tahun 1907 di Medan didirikan Sarikat Tapanoeli yang dipimpin oleh Sjech Ibrahami kepala kampong Kesawan asal Mandailing dan Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda pengusaha persuratkabaran di Padang asal Angkola. Pada tahun ini anak-anak mereka mendirikan club sepakbola yang diberi nama Tapanoeli Voetbalclub yang ikut berkompetisi di DVB. Lalu sarikat baru ini menerbitkan surat kabar Pewarta Deli sebagai organ organisasi yang dicetak oleh Pertjitakan Sarikat Tapanoeli (lihat Deli courant, 21-12-1909). Surat kabar berbahasa Melayu ini dipimpin oleh Dja Endar Moeda (lihat De Sumatra post, 30-12-1909. Dja Endar Moeda adalah pemilik surat kabar Pertja Barat di Padang (sejak 1900). Sebelumnya pada tahun 1907 Dja Endar Moeda sudah menerbitkan surat kabar Pembrita Atjeh di Kotaradja pada tahun 1906. Pewarta Deli adalah surat kabar berbahasa Melayu kedia di Medan, yang mana yang pertama adalah Pertja Timor (anak usaha surat kabar Sumatra Post) yang terbit sejak 1902 dengan redaktur Hasan Nasoetion gelar Mangaradja Salamboewe. Seperti kita lihat nanti dua tokoh terkenal nanti di Batavia kelahiran Medan adalah Mr Abdoel Abbas Siregar, anggota PPKI (lahir di Diski, Medan 11 Agustus 1906) dan Mr Amir Sjarifoeddin Harahap Perdana Menteri RI (lahir di Medan 27 April 1907).

Redaktur Pewarta Deli Kamaloedin kemudian digantikan oleh Panoesoenan gelar Soetan Zeri Moeda. Pada tahun 1915 Panoesoenan (karena delik pers) digantikan oleh Soetan Parlindoengan (yang merupkan guru Dja Endar Moeda di sekolah guru Kweekschool Padang Sidempoean). Pada tahun 1917 Pewarta Deli terkena delik pers lagi yang kemudian editor digantikan oleh Abdoellah Lubis (yang pindah dari Benih Mardika). Pada tahun 1918 Parada Harahap bergabung dengan Pewarta Deli sebagi redaktur,

Pada tahun 1916 setelah diadakan rapat umum (gabungan organisasi) di Medan didirikan surat kabar berbahasa Melayu yang ketiga yang diberi nama Benih Mardika yang pengurusnya M Samin dan M Joenoes (Sarikat Islam) dan Abdoellah Lubis (Sarikat Goeroe). Pada tahun 1917 seorang krani di Serdang mengirim hasil investigasinya terhadap poenalie sanctie (penganiayaan kuli ayah Jawa) dan mengrumkannya ke Benih Mardika. Pada tahun 1918 Benis Mardika menurunkan laporan krani itu ke dalam beberapa artikel. Artikel-artikel ini kemudian dilansir surat kabar Soeara Djawa dan menjadi heboh di Jawa. Setelah dilakukan penyelidikan oleh pemerintah, isi artikel tidak melanggar delik pers tetapi pengirim laporan itu diketahui bernama Parada Harahap (yang kemudian oleh perusahaan perkebunan rempat dia bekerja memecatnya). Parada Harahap yang baru dipecat langsung melamar menjadi editor Benih Mardika. Namun tidak lama kemudian manajemen Benih Mardika yang dipimpin oleh M Samin terkena kasus perdata, lalu Benih Mardika ditutup. Parada Harahap sempat bergabung dengan Pewarta Deli sebagai redaktur sebelum pulang kampong ke Padang Sidempoean.

Parada Harahap tidak lama di Pewarta Deli, Parada Harahap kemudian pulang kampong di Padang Sidempoean pada tahun 1919 dengan mendirikan surat kabar baru yang diberi nama Sinar Merdeka. Media yang sudah ada di Padang Sidempoean adalah majalah dwi mingguan Peostaha (sejak 1915 didirikan oleh Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan yang waktu itu direktur sekolah guru Kweekschool Fort de Kock). Bersama Sinar Mwerdeka, Parada Haragap juga mengelola majalah Poestaha. Pada tahun 1922 Parada Harahap hijrah je Batavia.

Surat kabar Sinar Merdeka banyak mengkritik para pejabat-pejabat Belanda. Belasan kali Parada Harahap dimejahijaukan dan beberapa kali harus dibui. Namun akhirnya pemerintah membreidel surat kabar Sinar Merdeka pada tahun 1922. Meski demikian, surat kabar tidak mengalami kekosongan di Padang Sidempoean karena sudah sejak lama surat kabar Tapian Na Oeli yang terbit di Sibolga oplahnya juga tinggi di Padang Sidempoean. Surat kabar Tapian Na Oeli diterbitkan oleh Dja Endar Moeda sejak 1900. Soetan Casajangan adalah pendiri organisasi mahasiswa pribumi Indische Vereeniging yang didirikan di Belanda tahun 1908. Soetan Casajangan guru di Padang Sidempoean melanjutkan studi ke Belanda pada tahun 1905. Setelah mendapat guru MO (setara sarjana pendidikan) tahun 1911, lalu pada tahun 1913 Soetan Casajangan kembali ke tanah air dan kemudian diangkat menjadi direktur sekolagh guru Kweekschool Fort de Kock. Soetan Casajangan adalah adik kelas Dja Endar Moeda di Kweekschool Padang Sidempoean.

Di Batavia, Parada Harahap mendirikan surat kabar Bintang Hindia pada tahun 1923 di bawah NV Bintang Hindia. Sebagian sahamnya dimiliki oleh senior Parada Harahap, Soetan Casajangan, direktur sekolah guru Normaal School di Meester Cornelis (Jatinegara). Pada tahun 1925 Parada Harahap mendirikan kantor berita pribumi yang diberi nama Alpena dengan redaktur WR Soepratman.

Sebelum WR Soepratman hijrah ke Batavia adalah (2 Februari 25) adalah staf redaksi Kaoem-Kita sebagai wakil pemimpin redaksi (lihat Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers, 1925, no 7, 12-02-1925). Pemimpin Redaksi Kaoem Kita adalah E. Kartawirja, Dalam satu edisi WR Soepratman menulis artikel yang isinya ditujukan untuk Indonesische Vereeniging (Perhimpoenan Indonesia) di Belanda. Dalam artikel ini WR Soepratman mengutip bahwa menurutnya organisasi tersebut didirikan pada tahun 1908 oleh Soetan Casajangan dan yang bertujuan untuk memberikan bantuan kepada rasnya sendiri dan untuk memajukan kemajuan mereka. Tidak lama kemudian WR Supratman diketahui sudah berada di Batavia. Namun tidak diketahui sejak kapan? Bisa jadi WR Supratman sudah berada di Batavia pada bulan April sehubungan dengan pendirian kantor berita Alpena yang dipimpin oleh Parada Harahap. Alpena didirikan Parada Harahap dari NV Bintang Hindia yang juga menjadi pemimpin redaksi surat kabar Bintang Hindia pada bulan April 1925.

Pada bulan Januari Parada Harahap menginisiasi sarikat Hindia (De Indische Associatie Vereeniging). Parada Harahap sebagai ketua komisaris (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 13-01-1925). Pada bulan September Parada Harahap menginisiasi pembentukan sarikat jurnalis pribumi di Batavia (lihat Deli courant, 02-09-1925). Parada Harahap sejak masih sebagai krani di perkebunan sudah menjadi ketua Kraniebond dan juga menginisiasi sarikat jurnalis di Medan. Pengurus sarikat jurnalis di Batavia diberitakan surat kabar Hindia Baroe edisi 7 Oktober yang mana secara resmi telah dibentuk  organisasi pers Melayu-Cina pada tanggal 6 Oktober. Dalam berita ini disebut Tabrani DI (dari Hindia Baroe) sebagai ketua dan WR Soperatman sebagai sekretaris (dari Alpena). Dalam kepengurusan ini Parada Harahap (Bintang Hindia) sebagai salah satu pengawas (lihat Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers, 1925, no 41).

Tabrani adalah pemimpin redaksi surat kabar Hindia Baroe yang terbit di Batavia. Surat kabar Hindia Baroe sendiri didirikan pada  27 Mei `1924 (suksesi Neratja). Tabrani lulus OSVIA Bandoeng belum lama. Nama Tabrani sebagai pemimpin redaksi surat kabar Hindia Baroe diketahui paling tidak bulan Juli 1925 (lihat De Indische courant, 20-07-1925). Dalam berita ini disebutkan redacteur van de Hindia Baroe yang sebelumnya mengundurkan diri St. Palindih telah digantikan oleh M Tabrani Soerjo Witjitro, lulusan OSVIA Bandoeng, Pada tahun 1924 Tabrani masih teridentifikasi sebagai anggota Jong Java Bandoeng (lihat Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers, 1924, No 49).

Pada bulan Desember 1925 diberitakan Kongres Pemuda akan diadakan pada bulan April di Weltevreden. Penyelenggaraan kongres ini telah terbentuk panitia yang terdiri dari Tabrani (ketua); Bahder Djohan (wakil ketua), Soemarto (sekretaris), J Toule Solehuwy (bendahara); Komisaris P. Pinontoan. Selain Tabrani, semua adalah siswa STOVIA dan Rechthoogeschool’, Tabrani sendiri dalam hal ini adalah pemimpin redaksi Hindia Baroe dan juga ketua sarikat jurnalis.

De Indische courant, 30-12-1925: ‘Kongres Pemuda Indonesia. Kami telah mendengar dari sumber yang dapat dipercaya bahwa kongres pemuda Indonesia pertama akan diadakan di Weltevreden selama hari-hari Paskah mendatang. Tujuan dari kongres tersebut adalah untuk membangkitkan semangat kerja sama di berbagai asosiasi pemuda di negeri ini, sehingga meletakkan dasar bagi persatuan Indonesia, di mana Hindia kemudian harus dilihat dalam konteks dunia yang lebih luas. Kerja sama seperti itu sulit ditemukan dalam perkumpulan-perkumpulan nasional besar kaum lanjut usia, yang karena kepedulian terhadap keberadaan sosial mereka, hanya memiliki sedikit kontak dengan gagasan-gagasan baru, cita-cita baru yang kini menggemparkan dunia, dan yang sedang mempersiapkan dunia. dari hubungan baru. Perhatian khusus akan diberikan pada konvensi ini untuk memajukan warga negara Indonesia dengan mengantisipasi segala sesuatu yang memecah belah. Selanjutnya, beberapa topik yang sangat topikal dan penting bagi Indonesia akan dibahas. Penyelenggaraan kongres ini berada dengan panitia: Tabrani (ketua); Bahder Djohan (wakil ketua), Soemarto (sekretaris), J Toule Solehuwy (bendahara); Komisaris P. Pinontoan. Selain Tabrani, semua adalah siswa STOVIA dan Rechthoogeschool’,

Dalam hal ini Parada Harahap tidak termasuk karena Parada Harahap bukan lagi pemuda (tetapi golongan senior). Parada Harahap saat itu adalah sekretaris Sumatranen Bond (senior) sedangkan yang menjadi wakil ketua Bahder Djohan adalah anggota Jong Sumatranen Bond (junior). Ketua dan Wakil Ketua panitia Kongres Pemuda adalah junior Parada Harahap (di sarikat jurnalistik dan sarikat kebangsaan). Komposisi panitia kongres pemuda ini bersifat nasional yang selalu menjadi semboyan Parada Harahap. Dalam konfigurasi baru perjuangan nasional (nasionalis) dengan tegas membebaskan diri dari dua hal yakni tidak terikat dengan Belanda (meskipun Indo) dan tidak berhaluan agama (memisahkan diri campur agama dalam politik nasional). Dalam hal ini agama adalah satu hal (urusan pribadi individu dengan tuhannya) dan nasional Indonesia adalah hal lain (urusan bersama semua orang Indonesia). Parada Harahap dan kawan-kawan termasuk Tabrani dan Bahder Djohan sudah mengklaim diri sebagai bagian yang memperjuangkan Indonesia Raya. Dalam situasi itu H Agoes Salim menolak perjuangan semacam itu.

De locomotief,  05-01-1926: ‘Unsur pengakuan dalam gerakan pribumi. Di surat kabar Hindia Baroe mulai Sabtu yang lalu, kami menemukan kata perpisahan dari haji Agoes Salim, yang dengan demikian mengundurkan diri dari kepemimpinan majalah. Apa yang dia katakan bermuara pada fakta bahwa alasan mengundurkan diri karena dia ingin melihat perjuangan kemerdekaan Indonesia dipandu di jalan Islam yang menurutnya tidak bisa dilakukan di surat kabar seperti Hindia Baroe, tidak berdasarkan agama, Anda mendukung agama Islam, memajukan umat melalui agama dan pengetahuan agama tidak mungkin dalam kondisi seperti itu. Kepemimpinan sekarang telah berlalu untuk sementara waktu di tangan Tabrani, yang dalam kata pengantar mengatakan seperti ini: ‘Arah majalah ini sekarang adalah Indonesia, yang cita-citanya akan lebih dikedepankan dari sekarang. Jika arah ini diikuti, kepemimpinan baru berharap bahwa majalah tersebut akan menjadi pendukung besar bagi perkembangan senyum Indonesia Raya. Apa pentingnya program ini? Dia mengatakan bahwa jelas bahwa ide Indonesia Raya sedang berkembang diantara para pemimpin pribumi. Kita mengingat kembali apa yang telah terjadi dalam waktu singkat’.

Para pemuda yang mengklaim diri nasionalis Indonesia itu telah berada di lingkaran orbit Parada Harahap yang sudah sejak lama tidak melihat lagi tujuan kesukuan (daerah) dan agama. Parada Harahap adalah pendukung fanatik Indonesia Raya. Parada Harahap telah mendapat rekan baru Tabrani (Hindia Baroe) dengan memisahkan dirinya Agoes Salim (ke label agama). Sebelumnya Parada Harahap telah menemukan kawan seperjuangan dengan hadirnya WR Soepratman di sekitarnya. Sebagaimana diketahui WR Soepratman keluar dari surat kabar Kaoem Kita di Bandoeng karena masuknya (kembali) Abdoel Moeis yang membawa misi Islam (Abdoel Moeis menggantikan WR Soepratman).

WR Soepratman di Batavia tinggal di sebuah pavilium rumah Parada Harahap. Oleh karena itu pada saat itu dapat dikatakan telah lahir Tiga Serangkai yang baru (tiga nasional Indonesia) yakni Parada Harahap, WR Soepratman dan Mohamad Tabrani. Persiapan kongres pemuda yang pertama sudah mulai dimatangkan. Dalam hal ini Parada Harahap memasukkan unsur Jong Sumatranen Bond (Bahder Djohan). Pengurus Jong Sumatranen Bond saat itu adalah Bahder Djohan sebagai ketua dan Diapari Siregar sebagai sekretaris (keduanya sama-sama satu kelas di STOVIA). Untuk diketahui Parada Harahap dulunya adalah ketua Jong Sumatranen Bond Cabang Tapanoeli. Pada saat Kongres Jong Sumatranen Bond di Pada tahun 1919 Parada Harahap adalah ketua delegasi dari Tapanoeli. Pada kongres itu Parada Harahap sudah kenal Mohamad Hatta, siswa MULO tahun terakhir sebagai sekretaris Jong Sumatranen Bond cabang kota Padang. Ketua panitia kongres yang pertama itu adalah Mohamad Amir (mahasiswa STOVIA) sedangkan pembina kongres adalah Dr Abdoel Hakim Nasoetion anggota dewan kota (gemeenteraad) Padang yang juga ketua NIP cabang Pantai Barat Sumatra. NIP didirikan oleh tiga serangkai Dr Tjipto, Soewardi Soerjanigrat dan EF Douwes Dekker. Dr Tjipto sama-sama satu kelas di Docter Djawa School (pendahulu STOVIA) dengan Dr Abdoel Hakim Nasution.

Kongres pemuda akhirnya dilaksanakan pada tanggal 30 (hari Jumat) yang diadakan di gedung Loge Freemason atau Lux Orientes (Bintang Timur), yang turut dihadiri berbagai organisasi pemuda (lihat De locomotief, 01-05-1926). Disebutkan dalam pembukaan ini pernyataan kepatuhan dari asosiasi yang diwakili dan lainnya dibacakan; Jong Java, Jong Sumatera, Asosiasi Pemuda Teosofis, Ambonsche Studeerenden, Jong Minabassa, Jong Islamietenbocd, Jong Batak, Sarikat Minahasa, Boedi Oetomo Afdeeling Batavia, Pelajar Indonesia (Sekar Roekoen), Bapak Darmo, Ali Tirtosoewirjo, Prawira dan Ny. Koesoema Sumantri; sementara itu divisi Batavia Mohammadjjah dan Jong-Jara serta Pasoendaa tidak terwakili. Tempat kongres tidak jauh dari kantor surat kabar Bintang Hindia dan kantor berita Alpena.

De locomotief, 25-03-1926: ‘Kongres Pemuda Indonesia. Selain yang telah disebutkan, mengenai rencana untuk mengadakan Kongres Pemuda Indonesia di Batavia, dimana Tabrani DI, pemimpin redaksi Hindia Baroe, sebagai ketua panitia persiapan, kami sekarang dapat mengatakan informasi berikut: Minggu lalu diadakan pertemuan oleh pimpinan berbagai asosiasi pemuda, antara lain Jong-Jawa, Jong Sumatra Bond, Jong Ambon. Jong-Mmahassa, Jong Batak Bond, Sekar Roekoen (Ikatan Moeda Soenda). untuk pembahasan lebih lanjut mengenai rencana ini. Disini telah ditentukan bahwa Kongres Pemuda pertama akan diadakan di Batavia dari tanggal 30 April, 1 Mei dan 2 Mei. Sebuah rancangan agenda telah disiapkan dalam persiapan, tetapi belum disetujui secara resmi. Sementara masih menunggu jawaban dari asosiasi pemuda lain dan juga dari Perhimpoenan Indonesia di Belanda. Pertama-tama akan dibahas Pemikiran Besar Indonesia, kedudukan perempuan dalam masyarakat Indonesia modern, dll. Sebagai pembicara sudah terdaftar mahasiswa dari Stovia, AMS Jogja dan Bandoeng dan mahasiswa dari perguruan tinggi di Batavia dan Bandoeng’. Persiapan sudah benar-benar matang dan siap dilaksanakan (lihat De Indische courant, 29-04-1926).

Pasca Kongres Pemuda pertama, Tabrani kemudian dipanggil (lihat De Indische courant, 28-05-1926). Disebutkan bahwa Tabrani, ketua Kongres Pemuda pertama, dipanggil ke Penasihat Urusan Pribumi sebagai tanggapan atas pernyataan yang agak bising selama kongres itu. Namun bagaimana hasilnya tidak diketahui. Tetapi diduga kuat Tabrani telah mendapat beasiswa ke luar negeri untuk studi jurnalistik. Namun tentu saja Parada Harahap tidak kekurangan tokoh pemuda untuk menyelenggarakan kongres pemuda berikutnya. Yang jelas Parada Harahap pasca Kongres Pemuda 1926 menerbitkan surat kabar baru di bawah NV Bintang Hindia yang diberi nama Bintang Timoer.

Bintang Timoer menjadi suksesi Bintang Hindia. Pemberian nama ini tampaknya ada kaitannya dengan nama tempat dimana Kongres Pemuda 1926 diadakan di gedung Lux Orientes yang dalam bahasa Melayu diartikan sebagai Bintang Timoer. Dalam hal ini dapat dikatakan Bintang Timoer adalah organ baru sebagai hasil yang telah dicapai dengan suksesnya penyelenggaraan kongres pemuda yang pertama. Bukankah Parada Harahap berada di balik itu semua?

Parada Harahap dengan surat kabar baru Bintang Timoer semakin garang bersuara. Berita-berita, editorial dan artikel yang dimuat kerap dikutip pers (berbahasa) Belanda. Pers Belanda menganggap Parada Harahap adalah wartawan terbaik pribumi. Pada tahun 1927 Parada Harahap menginisiasi pembentukan federasi perhimpunan kebangsaan Indonesia. Jika federasi organisasi pemuda (junior) sudah terbentuk dalam rangka penyelenggaraan Kongres Pemuda pertama, maka federasi organisasi kebangsaan (senior) kini sudah terbentuk.

Pada pertengahan tahun 1927 Parada Harahap menginisiasi pembentukan federasi organisasi kebangsaan. Dalam pembentukan ini disepakati nama federasi Permoefakatan Perhimpoenan-Perhimpoenan Kebangsaan Indonesia disingkat PPPKI dimana ketua terpilih MH Thamrin (Kaoem Betawi) dan sekretaris Parada Harahap (Sumantranen Bond). Dalam pembentukan ini juga turut dihadiri Boedi Oetomo cabang Batavia, Jong Islamieten Bond, Pasoendan, Studieclub Soerabaja (diwakili Dr Soetomo) dan Perhimpoenan Nasional Indonesia (diwakili Ir Soekarno), Program pertama pengurus adalah membangun kantor/gedung nasional dimana MH Thamrin menyediakaan lahan di gang Kenari dan menyelenggarakan Kongres PPPKI pada bulan September 1928. Saat itu Parada Harahap juga adalah ketua perhimpunn pengusaha pribumi Batavia (semacam KADIN pada masa ini). Surat kabar Bintang Timoer menjadi organ PPPKI. Catatan: Gedung Nasional itu masih eksis hingga ini hari di jalan Kenari. Pembentukan federasi (PPPKI) diselenggarakan di rumah Prof Husein Djajaningrat (sekretaris dalam pembentukan organisasi mahasiswa pribumi di Belanda tahun 1908 yang diinisiasi oleh Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan (diadakan di rumah Soetan Casajangan). Soetan Casajangan sendiri sejak 1923 adalah direktur sekolah guru Normaal School di Meester Cornelis (Jatinegara). Indische Vereeniging kelak pada tahun 1921 oleh Dr Soetomo dkk diubah namanya menjadi Indonesiasch Vereeniging dan pada tahun 1924 oleh Mohamad Hatta dkk diubah lagi dengan nama Perhimpoenan Indonesia (masih eksis hingga ini hari).

Pada tahun 1927 ini nun jauh di Medan, Sjamsoeddin terpilih menjadi Ketua Muda Jong Islamieten Bond (JIB). Untuk sekadar catatan: JIB tidak terafiliasi dengan organisasi Sarikat Islam (SI). JIB adalah organisasi pemuda Islam yang independen terbagi dua golongan yakni senior dan junior (masih usia sekolah) yang berbeda dengan Sumatranen Bond (senior) dengan Jong Sumatranen Bond (junior) dan Boedi Oetomo (senior) dengan Jong Java (junior), Jong Islamieten Bond juga termasuk dalam pembentukan PPPKI di Batavia. Salah satu pengurus Jong Islamieten Bond di Batavia adalah Abdoel Hakim Harahap (siswa HBS di sekolah Prins Hendrik School, kelak menjadi Gubernur Sumatra Utara yang pertama), sekolah dimana Mohamad Hatta lulus tahun 1922.

 

Sjamsoedin yang disebut di atas lahir di Pangkalan Brandan pada tanggal 9 Mei 1909 mengikuti pendidikan sekolah dasar HIS di Medan (lulus tahun 1924). Tidak diketahui aktivitas Sjamsoeddin setelah lulus HIS hingga diketahui menjadi ketua muda Jong Islamieten Bond cabang Medan. Besar dugaan setelah lulus HIS, Sjamsoeddin menekuni sekolah Islam (pesantren).

Kepengurusan Sjamsoeddin dkk di JIB Medan berakhir tahun 1928. Pada tahun ini diketahui Sjamsoeddin menjadi salah satu redaktur surat kabar Pewarta Deli. Pada saat ini pimpinan NV Sarikat Tapanoeli yang juga membawahi surat kabar Pewarta Deli adalah Abdoellah Lubis, yang juga menjadi anggota dewan kota (gemeenteraad) Medan. Redaktur lainnya adalah Mangaradja Ihoetan dan Hasanoel Arifin. Sementara itu di Batavia, menjelang Kongres PPPKI, gedung Nasional sudah selesai dibangun. Sebagai kepala kantor, Parada Harahap memajang tiga foto di ruang kantor administrasi PPPKI yakni Pangeran Diponegoro, Ir Soekarno dan Mohamad Hatta.

Mohamad Hatta dan Soekarno sudah dikenal baik oleh Parada Harahap. Dua pemuda ini telah digadang-gadang oleh Parada Harahap sebagai calon pemimpin revolusi. Sebelum pembentukan PPPKI Parada Harahap sudah mengenal Ir Soekarno yang baru lulus THS Bandoeng (1926). Selama mahasiswa di Bandoeng, Soekarno bersama Mohamad Tabrani sama-sama anggota Jong Java cabang Bandoeng (mereka berdua juga sebelumnya sama-sama anggota Jong Java cabang Soerabaja). Ketika Ir Soekarno, Ir Anwari dan Putuhena di Bandoeng menidirikan studieclub, Ir Soekarno kerap mengirim tulisan ke surat kabar Bintang Timoer. Dalam satu editorial di Bintang Timoer pernah mendesak Ir Soekarno dengan menantang dengan kata-kata ‘Kapan bisa turun gunung?’. Ir Soekarno dalam kolom pembaca kemudian membalas tantangan itu dengan kata-kata ‘Siap, Bang! Ditunggu waktunya’.

Pada saat persiapan Kongres PPPKI, Parada Harahap sangat sibuk. Namun untuk urusan redaksi Bintang Timoer banyak diperankan oleh J Manoppo (abang dari Ani Manoppo) dan Panangian Harahap (guru di Batavia yang telah mengundurkan diri). Boleh jadi Panangian ingat kata-kata Dja Endar Moeda tahun 1897 bahwa pendidikan dan jurnalis sama pentingnya: sama-sama mencerdaskan bangsa. Kongres PPPKI yang akan diadakan pada tanggal 30 September 1928 ketua panitia kongres ditunjuk yakni Dr Soetomo sebagai ketua (Studieclub Soerabaja) dan Ir Anwari sebagai sekretaris (PNI bandoeng). Koengras PPPKI ini akan diintegrasikan dengan Kongres Pemuda kedua yang akan diadakan pada tanggal 28 Oktober 1928.

Andalan utama Parada Harahap untuk penyelenggaraan Kongres Pemuda kedua sudah tidak di Batavia lagi. Mohamad Tabrani mantan peminpin redaksi Hindia Baroe sudah di Eropa (studi jurnalistik, belum lama berangkat). Kepengurusan Bahder Djohan dan Diapari Siregar sudah berakhir dan telah digantikan oleh Mohamad Jamin dkk. Boleh jadi pentolan panitia Kongres Pemuda pertama sudah masuk angin (intervensi yang dilakukan oleh Inspektur Urusan Pribumi). Hal itulah mengapa panitia kunci Kongres Pemuda dipilih tiga mahasiswa Rechthoogeschool pimpinan Prof Husein Djajanigrat. Tiga panitia kunci tersebut adalah Soegondo (ketua federasi organisasi kepemudaan yang baru dibentuk yang diberi nama PPPI) sebagai ketua, Mohamad Jamin sebagai sekretaris (ketua Jong Sumatranen Bond) dan Amir Sjarifoeddin Harahap sebagai bendahara (ketua Jong Batak). Dapat diduga nama yang pertama adalah rekomendasi Dr Soetomo dan dua nama terakhir adalah rekomendasi Parada Harahap. Soegondo sendiri adalah pengurus Jong Java cabang Batavia. Sementara itu untuk mengkampanyekan dua kongres tersebut (senior dan junior) Parada Harahap menerbitkan surat kabar Bintang Timoer edisi Semarang (untuk wilayah Midden Java) dan edisi Soerabaja (untuk wilayah Oost Java). Catatan: nantinya Bintang Timoer edisi Soerabaja menjadi surat kabar Soeawa Oemoem yang dipimpin oleh Dr Soetomo dan Radjamin Nasution (anggota dewan kota gemeenteraad Soerabaja); dan edisi Semarang menjadi surat kabar Bahagia yang dipimpin oleh (kita lihat nanti). Begitulah sejarah, seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan.

Dalam Kongres PPPKI Ir Soekarno mendapat panggung dengan durasi bicara cukup lama. Mohamad Hatta yang diundang untuk berbicara tidak bisa hadir karena kesibukan di Belanda tetapi mengirim utusan Ali Sastroamidjojo. Parada Harahap menyesalkan ketidakhadiran dalam kongres perwakilan Celebes/Minahasa dan Maluku/Ambon. Satu yang penting hasil Kongres PPPKI adalah prinsip federasi menjadi bersifat politik sehingga namanya menjadi Permoefakatan Partai-Partai Politik Indonesia, tetap disingkat PPPKI. Keputusan lainnya adalah kongres berikutnya diadakan di Solo (pada bulan September 1929). Sementara itu hasil Kongres Pemuda berupa keputusan yang menyatakan prinsip berbangsa: Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa—Indonesia. Dalam penutupan kongres pada tanggal 28 Oktober di gedung Nasional dikumandangkan lagu ciptaan WR Soepratman berjudul Indonesia Raja. WR Soepratman sendiri sudah masuk senior (pengurus PPPKI) tetapi ikut berpartisipasi dalam memperkaya Kongres Pemuda dengan ‘lagu kebangsaan‘ Indonesia Raja. Sekali lagi, Parada Harahap memainkan peran di balik suksesnya penyelenggaraan Kongres Pemuda 1928. Setelah Kongres Pemuda diterbitkan majalah sebagai organ PPPI yang diberi nama Indonesia Raya dengan pemimpin redakasi Amir Sjarifoeddin Harahap (1928-1930).

Pada tahun 1929 Parada Harahap perlu menambah kekuatan misi jurnalistiknya. Dengan meminta seniornya Abdoellah Lubis agar Sjamsoeddin dipindahkan ke Batavia untuk memperkuat jajaran redaktut surat kabar Bintang Timoer. Tentulah itu tidak masalah, karena di Pewarta Deli masih ada dua lagi redaktur berkualis yakni Mangaradja Ihoetan dan Hasanoel Arifin. Jadilah Sjamsoeddin hijrah ke Batavia (mengikuti jejak Parada Harahap yang karir jurnalisnya dimulai di Medan).  

Sjamsoeddin di surat kabar Bintang Timoer tidak lama, Pada tahun 1930 Sjamsoeddin melanjutkan studi dan tetap berkontribusi minimal di Bintang Timoer. Sjamsoeddin sekolah di MULO (swasta) di Batavia sejak 1930 ini. Pada tahun ini Mohamad Tabrani baru pulang studi jurnalitik di Eropa yang mana sebelumnya Djamaloeddin (yang dikenal sebagai alias Adinegoro) sudah di tanah air setelah studi jurnalistik di Eropa.

Pada tahun 1930 ini Mohamad Tabrani menginisiasi pembentukanm partai barau yang disebut Partai Rakjat Indonesia (PRI). Dalam kepengurusan ini juga termasuk Sjamsoeddin. Partai baru ini menerbitkan majalah sebagai organ partai yang diberi nama Revue Politiek. Mohamad Tabrani dan Sjamsoeddin menjadi bagian dari redaksinya (kedua jurnalis muda ini dapat dikatakan anak buah Parada Harahap). Sjamsoeddin sendiri sehari-hari masih mengikuti pendidikan sekolah menengah MULO. Pada tahun 1930 ini di Medan terjadi heboh. Surat kabar Pewarta Deli pimpinan Abdoellah Lubis terkena delik pers yang menyebabkan dua redakturnya menghadap ‘meja hijau’. Keputusan pengadilan Mangaradja Ihoetan dan Hasanoel Arfin diberhentikan di Pewarta Deli (karena redaktur yang bertanggungjawab, bukan pemimpin usaha). Namun tidak lama setelah dibebaskan, Mangaradja Ihoetan dan Hasanoel Arifin mendirikan surat kabar baru di Medan yang diberi nama Sinar Deli (lihat (lihat De Sumatra Post, 05-03-1930). Hal itu membuat Abdoellah Lubis bingung. Sjamsoeddin sudah di Batavia (dan tengah bersekolah pula). Radaktur berkualitas di Pewarta Deli diperlukan Abdoellah Lubis. Lalu kini, sebaliknya Abdoellah Lubis meminta Parada Harahap agar Djamaloeddin alias Adinegoro dapat dipindahkan ke Medan. Tentu saja Parada Harahap tidak masalah, sebab para redakturnya masih ada (Manoppo dan Panangian) dan untuk menambah redaktur baru tidak sulit mendapatkannya di Batavia. Catatan: Djamaloeddin sejak tiba di tanah air pada tahun 1929, bekerja sebagai redaktur di Bintang Timoer. Djamaloeddin adalah adik dari Mohamad Jamin. Tampaknya Djamaloeddin alias Adinegoro berminat.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Menteri Penerangan: Sjamsoeddin Soetan Makmoer

Pada akhir era Pemerintah Hindia Belanda, selain anggota dewan kota (gemeenteraad) Batavia, Sjamsoeddin, juga bekerja sebagai redaktur surat kabat Tjaja Timoer di Batavia. Ini mengindikasikan Sjamsoeddin kembali membantu Parada Harahap.

Surat kabar Tjaja Timoer adalah suksesi Bintang Timoer (yang ditutup tahun 1935 dimana salah satu redakturnya pada tahun itu adalah Armijn Pane). Tjaja Timoer diterbitkan oleh Parada Harahap dibawah Perusahaan Penerbitan My (Vereenigde Uitgevers My) sejak tahun 1936. Sjamsoeddin bergabung dengan Tjaja Timoer sejak 1938. Sebelum menjadi anggota dewan kota Batavia, Sjamsoeddin sebelumnya adalah anggota dewan kota (gemeenteraad) Semarang (sejak 1934). Penerbitan My, surat kabar Tjaja Timoer bertahan hingga 1942 hingga harus ditutup karena pendudukan meiliter Jepang (Parada Harahap dan Sjamsoeddin tetap menjadi pimpinan dan redaktur hingga berakhir)..

Pada era pendudukan militer Jepang sulit menemukan data. Yang jelas Sjamsoeddin sejak tanggal 14 Agustus 1942 sebagai wartawan pada Hodokan (Balai Penyiaran Pemerintah) Djakarta, suatu pusat pemberitaan di bawah pemerintah militer Jepang. Besar dugaan Parada Harahap membawa para koleganya sesama jurnalis ke dalam lingkungan pemerintahan militer Jepang, termasuk Samsoeddin.

Parada Harahap sendiri adalah bekerja di lingkungan pusat pemerintah militer Jepang (kantor Gunseiknabu, kantor pusat pemerintahan militer Jepang) di Djakarta sejak bulan Juli 1942.  Di kantor ini juga bekerja sejumlah pemimpin Indonesia termasuk Ir Sorkarno dan Drs Mohamad Hatta. Sebagaimana diketahui pada tahun 1933 ketika Ir Soekarno ditangkap dan akan diasingkan ke Flores dan pers pribumi dibreidel, tujuh revolusioner Indonesia berangkat ke Jepang yang dipimpin oleh Parada Harahap. Diantara tujuh rombongan yang berangkat pada blan November 1933 dengan kapal Panama Maru antara lain Abdoellah Lubis (pemimpin Pewarta Deli Medan), Sjamsi Sastrawidagda, Ph.D guru Taman Siswa di Bandoeng dan Drs Mohamad Hatta yang baru pulang studi dari Belanda. Sejak tanggal 1 September 1942 Parada Harahap ditugaskan sebagai Direktur dan harian (surat kabar) Sinar Baroe di Semarang. Sementara di Djakarta surat kabar Asia Baroe dengan wakil pemeimpin redaksi BM Diah sejak April 1942 (sebelumnya di Hoyo Kyoku, radio). Catatan tambahan: Hodokan (Balai Penyiaran Pemerintah) adalah salah satu bidang media di bawah pemerintahan milter Jepang. Bidang lainnya adalah balai percetakan dan penerbitan (surat kabar), balai kantor berita (dimana Adam Malik sebagai salah satu redaktur Domei dan Yashima, sebelumnya kantor berita Antara yang kemudian disatukan menjadi Domei), balai penerangan umum (diantaranya Mr. Mohamad Jamin) dan balai kebudayaan yang mencakup sastra dan seni (bagian kesusastraan dikepalai oleh Armijn Pane),

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia (17 Agustus 1945), Sjamsoeddin ikut mengungsi ke ibu kota RI di Djogjakarta (sejak Januari 1946). Ini mengindikasikan bahwa Sjamsoeddin adalah seorang Republiken. Di Djogkarta Sjamsoeddin kemudian menjadi salah anggota badan kerja parlemen (lihat Het nieuws: algemeen dagblad, 29-04-1947).

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar