*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Bagaimana sejarah Indonesia dengan Malaysia pada tahun 1908 dapat dibandingkan situasi dan kondisi Deli di pantai timur dengan Selangor di Semenanjung Malaya. Kedua wilayah ini cukup dekat secara geografis. Namun bagaimana membandingkan situasi dan kondisi di Kualalumpur dengan Batavia (kini Jakarta) dapat dibandingkan situasi tahun 1908 antara (wilayah) Strait Settlement berpusat di Singapoera dan bangkitnya kesadaran berbangsa pribumi di Hindia yang berpusat di Belanda (Indische Vereeniging).
Lantas bagaimana sejarah Semenanjung Malaya dan Deli pada tahun 1908? Seperti disebut di atas, sejarah Semenanjung Malaya dapat dibandingkan dengan Deli dan sejarah Strait Settlement dengan Batavia dan mahasiswa pribumi generasi awal di Belanda. Lalu bagaimana sejarah Semenanjung Malaya dan Deli pada tahun 1908? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe..
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Deli dan Semenanjung Malaya 1908; Strait Settlement di Singapoera, Indische Vereeniging di Belanda
Pada tahun 1908 ada nama kapal ss bernama Malaya, rute utamanya Medan, Deli dan Penang, Malaya. Pada masa ini nama Malaya adalah sebutan lokal, sementara orang Inggris menyebutnya nama baru Malay untuk dipertukarkan dengan nama lama oleh orang-orang Belanda sejak era Portugis. Dalam hal ini nama Malaka merujuk pada nama kota dan juga nama wilayah. Wilayah Malaka saat ini masih sebagai wilayah protektorat Inggris (wilayah yang berbeda dengan Penang dan Singapoera di satu sisi dan wilayah daratan Semenanjung Malaya (minus Malaka) di sisi lain.
Pembagian wilayah dalam hal ini di wilayah Semenanjung terbagi dua yakni wilayah The Strait Settelments yang langsung di bawah Inggris (Malaka, Penang dan Singapoera) dan Federasi negara Melayu (Perak, Selangor, Negeri Sembilan dan Pahang). Negara-negara lainnnya antara lain Djohor dan Trengganu. Berdasarkan laporan konsul Belanda (lihat Deli courant, 20-01-1908), perekonomiam di Semenanjung berpusat di Singapoera (ekspor impor terbesar), antara lain sebanyak 200 hingga 300 kapal setiap tahun dari Makassar. Perkonomian lokal berbasis pada produk timah dan tengah mengalami perluasan karet di pedalaman yang terhubung dengan kota-kota di pantaig oleh kareta api yakni Port Weld, Port Swettenham, dan Port Dickson, serta Pemukiman Penang dan Malaka. Produk timah separuhnya berasal dari Perak yang kemudian disusul Selangor, dan kemudian Negeri Sembilan dan Pahang yang mana separuh darti ekspor kawasan meunju Inggris. Disebutkan dalam dua tahun ke depan akan terkoneksi jalur kereta api dari Djohor ke pedalaman Semenanjung dan terhubung dengan Malaka dan Penang.Ini akan sendirinya mempengaruhi perkembangan di Djohor yang pada gilirannya langsung ke Singapoera. Secara umum volume perdagangan di Singapoera 402 ribu pikul daro Djohor, 67 dari Riau, Kepulauan Hindia 39 tibu, Malaka 23, Negeri Sembilan 21, Sarawak 15, Selangor 17 dan Sumatra 7 ribu pikol. Sebaliknya volume yang keluar sebagian besar Amerika Serikat yang kemudian disusul Inggris dan Prancis termasuk ke Jawa.
Pada tahun 1908 ini ada upaya Inggris untuk menghapus pembagian wilayah antara Koloni Selat dan Negara-Negara Federasi Melayu dan secara bertahap mengubahnya menjadi satu Britis Dependency (Ketergantungan Inggris) yang besar, yang telah Sir Frank Swettenham kemukaan dalam karya terbarunya tentang Malaka telah menemukan nama masa depan yakni "British Malaya". (lihat De locomotief, 14-03-1908).
Kota Kuala Lumpur ditetapkan sebagai ibukota konfederasi (federasi negara Melayu Semenanjung). Mr. Swettenham akan tetap menjadi pemimpin pada bulan Maret namun dia akan tetap memerintah negara dari Taiping, sampai rumah tempat tinggal yang cocok selesai dibangun di Koela Loempor (De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 04-03-1896). Kedudukan Gubernur sebelum di Taiping adalah di Penang. Kota Kuala Lumpur yang telah menjadi ibukota negara menjadi begitu cepat ramai. Urbanisasi telah terjadi yang dipercepat oleh semakin banyaknya migrasi dari luar Koeala Loempor. Pada sensus tahun 1900 sensus terakhir di Kuala Lumpur jumlah penduduk sebanyak 82.000 jiwa dan Selangar sebanyak 163.000 jiwa. Ini telah menunjukkan kenaikan hampir seratus persen dibandingkan dengan sensus 1891 (Bataviaasch nieuwsblad, 20-04-1901). Foto Kantor Gubernur yang baru di Koeala Loempoer 1900.
Nama British Malaya menjadi padanannya adalah Nederlandsch Indie (Hindia Belanda) sejak 1800. Upaya pencapaian British Malaya ini ditentang oleh pers setempat (Penang dan Singapoera) karena akan melanggar semua hak orang Melayu, negara (bagian) dan Sultan. Dalam satu suratkabar disebutkan bahwa Pemerintah bermaksud untuk menghapuskan jabatan Sekretaris Jenderal Liga Negara-negara Malaya dan mengalihkan fungsi pemegang itu kepada Komisaris Tinggi, yang juga dipegang oleh Gubernur Straits koloni Settelement. Sejak tahun 1896, empat negara bagian Perak, Selangor, Negeri Sembilan dan Pahang, yang sebelumnya masing-masing dikelola secara independen oleh residen Inggris untuk kepentingan sultan Melayu, bersatu di bawah administrasi tertinggi residen jenderal yang didirikan di Kuala Loempur.
Setelah sekian puluh tahun, Inggris mulai menyadari arti penting pembangunan pertanian bagi rakyat banyak. Selama ini pengembangan onvestasi dalam perkebunan investasi asing dan penduduk terutama di pedalaman didup dalam perekonomian pertambangan timah dan perdagangan opium sebagai sumber pendapatan para pemimpin lokal (Sultan) dan kehidupan pertanian penduduk yang subsisten. Langkah pertama yang dilakukan adalah pembangunan irigasi (lihat De locomotief, 03-06-1909). Disebutkan pemerintah akan menganggarkan 2 juta dolar, menyediakan irigasi untuk seluas 75.000 hektar. Terlepas dari kenyataan bahwa kapasitas produktif ladang di wilayah itu telah meningkat secara signifikan sebagai hasilnya, saluran irigasi dan selokan yang mengarah melalui pencetakan sawah memiliki keuntungan tambahan bahwa penduduk memiliki air yang jauh lebih baik untuk keperluan rumah tangga daripada yang mereka miliki (biasanya mengambil dari kolam berawa yang sambil juga menangkap banyak ikan. Ikan kecil konsumsi rumah yang besar dapat diekspor, yang dikirim dengan kereta api hidup-hidup dalam bak ke pasar di Taiping, Kuala Langsar, dan Ipoh. Daerah ini sudah cukup padat dibandingkan dengan bagian lain dari semenanjung, tetapi masih ada ruang untuk banyak orang. Dan dengan demikian dapat dilihat bahwa pada tahun 1907 sekitar 2000 pelamar diterima untuk tanah masing-masing seluas 5 hektar, terutama dari pendatang dari Kalimantan Selatan. Orang-orang Bandjar dianggap sebagai orang-orang yang energik dan teratur, yang tahu bagaimana melakukan sesuatu dengan lebih baik dan lebih giat daripada orang Melayu biasa dan, betapapun pemula tanpa modal, akan menemukan jalannya sendiri. Lantas dalam hal ini, masuknya investasi pemerintah sebagai pengeluaran akan menjadi alasan yang kuat dalam pembentukan British Malaya?r
Tunggu deskripsi lengkapnya
Semenanjung Malaya 1908: Pendidikan dan Perkembangan di Singapoera
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar