*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini
Pulau Lagundi berada dekat di ujung pulau
Sumatra, di sisi barat teluk Lampung. Pulau Lagundi menjadi semacam pos pulau dalam
navigasi pelayaran untuk mendekati kota Telok Betoeng di sisi dalam teluk. Namun
kini, namanya kurang popular, kalah penting dari nama pulau Pahawang atau dan pulau
Tegal Mas. Di ujung pulau Sumatra, selain teluk Lampong ada juga teluk Semangka.
Pulau Lagundi juga seakan batas antara kedua teluk. Nama Lagundi mirip dengan
nama di tempat lain.
Pulau Legundi adalah sebuah pulau yang terletak di wilayah administratif kecamatan Punduh Pidada, tidak begitu jauh dari daratan Sumatra, penduduk sedikit, sekitar 80 penduduk per kilometer persegi dan berprofesi sebagai petani dan nelayan (Wikipedia), Desa Legundi terletak di Pulau Legundi. Akses Menuju ke desa/pulau legundi melalui jalur laut membutuhkan waktu tempuh kurang lebih 1.5 jam dari dermaga Ketapang. Masyarakatnya berharap pulau legundi bisa menjadi salah satu destinasi wisata unggulan seperti pulau Pahawang. Potensi wisata pantai yang indah serta masih sangat alami di pulau ini terletak hampir di sekeliling pulau, masyarakatnya ramah dan sangat antusias dengan pengunjung atau wisatawan yang datang menjadi nilai tambah tersendiri (https://potensi.pesawarankab.go.id/). Pulau Lagundi berada di gugusan pulau-pulau indah di kawasan Teluk Lampung, memiliki panorama darat dan bawah laut yang sangat mempesona. Terumbu karang dan ikan kecil. Namanya memang tak sementereng Pulau Pahawang atau juga Pulau Tegal Mas. Dari Kota Bandar Lampung jaraknya sekitar 47 km dengan waktu tempuh sekitar tiga sampai empat jam perjalanan. Untuk sampai ke pulau nan cantik ini, pengunjung harus menempuh rute perjalanan darat dan laut. Juga bisa dipilih pengunjung melaui dermaga Canti Lampung Selatan. Pasir putih dan jejeran pepohonan yang sejuk akan menyambut anda. Dari darat, pengunjung bisa menikmati keindahan alam yang ada di pulau, kemudian pengunjung bisa menikmati keindahan bawah laut. Ombak lautnya tenang dan aman (https://www.lampung.co/)
Lantas bagaimana sejarah Pulau Lagundi di Lampung? Seperti disebut di atas, pulau Lagundi berada di teluk Lampung yang merupakan pulau dekat ujung daratan pulau Sumatra. Namanya sudah dikenal sejak lama. Nama Lagundi mirip nama pulau Lagundri di Nias, nama pantai Lagundi di Banten dan nama kampong Siala Gundi di Angkola Mandailing, Tapanuli. Lalu bagaimana sejarah Pulau Lagundi di Lampung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Pulau Lagundi di Lampung; Pulau Lagundri di Nias, Pantai Lagundi di Banten dan Kampong Siala Gundi
Pulau Lagundi, diduga kuat nama awal adalah pulau Gundi. Peta-peta sejak era Portugis dan peta-peta era VOC/Belanda nama pulau Lagundi diidentifikasi dengan nama pulau Gundi. Lantas mengapa menjadi nama Lagundi (La-gundi)? Perubahan nama adalah suatu yang lumrah, jika membandingkan antara peta-peta lama dengan peta-peta baru masa kini. Hal itu karena siapa yang menjadi sumber bagi para pelaut/ahli kartografi. Dalam hal ini dialek para sumber dapat mempengaruhi nama-nama geografis dalam bidang kartografi (lihat TIJDSCHRIFT van het Koninklijk Nederlandsch AARDRIJKSKUNDIG GENOOTSCHAP, 1935).
Mengapa nama pulau Gundi berubah menjadi nama Lagundi? Seperti kita lihat nanti, hal itu diduga karena para migran orang Bugis yang terjadi pada era VOC pasca Perang Gowa yang juga bermukim di pesisir selatan Lampong (reluk Lampoeng dan teluk Semangka). Dalam pembuatan peta-peta, terutama pada era Pemerintah Hindia Belanda, nama-nama geografis dikembalikan ke bentuk penamaan yang sebenarnya yang dijadikan penduduk asli (penduduk setempat) sebagai rujukan. Hal ini dilakukan karena banyak nama-nama geografis dalam peta-peta lama yang berasal dari era Portugis ditulis berdasarkan coding para pelaut Portugis yang didasarkan apa yang mereka dengar dari pengucapan lisan saja dengan cara menuliskannya dengan bentuk grammar Portugis. Juga para pelaut Portugis cenderung menggunakan sumber dari orang-orang di pantai (para pendatang), tanpa mengkonfirmasi ke para penduduk asli di belakang pantai.
Pada Peta 1665 nama pulau diidentifikasi dengan nama pulau Guhndi. Peta tersebut dibuat oleh Johannes Vingboons. Pada lembar peta yang lain, Johannes Vingboons menulis nama pulau dengan nama pulau Gondi. Nama Gundi (Guhndi atau Gondi) ini tampaknya lama bertahan. Pada Peta 1724 nama pulau tetap diidentifikasi sebagai nama pulau Gundy (pulau Gundi). Pada peta-peta awal Pemerintah Hindia Belanda, nama pulau masih didiidentifikasi dengan nama pulau Gundi (lihat Peta 1803).
Pada
era Pemerintah Hindia Belanda, nama pulau Gundi telah berubah menjadi nama
pulau Lagoendi (lihat Peta 1886). Pada Peta 1927 nama pulau Lagundi bergeser lagi
dengan dieja dengan nama pulau Legoendi. Seperti disebut di atas, seiring
dengan pemukiman orang Boegis yang sudah lama di teluk Lampoeng dan teluk Semangka
sejak era VOC, penamaan nama awal pulau Gundi telah bergeser dengan nama pulau
Lagundi dan kemudian menjadi Legundi.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Pulau Lagundri di Nias, Pantai Lagundi di Banten dan Kampong Siala Gundi: Apakah Ada Kaitan Satu Sama Lain?
Nama pantai di pantai barat Banten disebut pantai Lagundi haruslah dilihat dalam konteks selat Sunda dimana pulau Gundi yang kemudian menjadi nama Lagundi yang diduga terkait dengan nama tempat di pantai barat Banten. Dalam peta-peta lama tidak ada nama tempat di pantai barat Banten diidentifikasi dengan nama Lagundi. Besar dugaan nama Lagundi di Banten merujuk pada nama pulau Lagundi. Lagundi menjadi nama yang khas di seputar selat Sunda.
Nama
Lagundi mirip dengan nama-nama kuno tentang nama geografis yakni Laguna, Laguni
atau Lagunia. Nama-nama kuno ini berasal dari era Hindoe Boedha. Namu nama
Lagundi dengan Laguna berbeda. Nama Lagundi tidak dikenal dengan nama-nama
zaman lampau. Juga pada era Hindoe Boedha juga tidak ditemukan. Lantas
bagaimana dengan nama pantai di pulau Nias, pantai Lagundri? Tampanya nama Lagundri
di pulau Nias adalah khas, dan tersendiri. Tentu pula tidak ada hubungan nama
Lagundi dengan gundik atau variannya.
Nama Gundi sendiri adalah nama tempat zaman kuno yang berasal dari era Hindoe Boedha. Nama tempat Gundi juga ditemukan di India. Lantas apakah ada nama Gundi di Nusantara? Nama-nama tempat dengan nama Gundi ditemukan di Jawa bagian tengah, terutama di pantai utara. Di pulau Sumatra, selain nama pulau Gundi di Lampong, ada satu nama tempat di Angkola Mandailing (residentie) Tapanoeli, yakni Siala Gundi. Siala dalam hal ini dalam bahasa Angkola semacam tandan bunga untuk rempah-rempah masakan (asam siala). Asam siala ini juga dikenal dengan nama asam cikala. Nama tempat Sialagundi di Angkola/Sipirok adalah nama tempat yang unik, satu-satunya. Nama unik biasanya berasal dari zaman kuno.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar