Minggu, 27 Agustus 2023

Sejarah Mahasiswa (44):Doktor-Doktor Asli Indonesia Lulusan Belanda hingga Berakhir Belanda di Indonesia; Indische Vereeniging


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Bagaimana sejarah doktor-doktor Indonesia? Tentu saja belum pernah ditulis. Bagaimana dengan sejarah dokter-dokter Indonesia sejak era Pemerintah Hindia Belanda? Tentu saja belum pernah ditulis. Doktor adalah gelar akademik tertinggi. Artikel ini hanya menedeskripsikan doktor-doktor Indonesia lulusan Belanda sebelum Belanda berakhir di Indonesia. Diantara mereka juga ada dokter yang meraih gelar doktor.


Sejarah Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Adapun Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dibentuk pada tahun 1911. Semula, organisasi dokter Indonesia bernama Vereniging van Indische Artsen. Pada 1926, namanya berubah menjadi Vereniging Van Indonesische Genesjkundigen (VIG). VIG dibubarkan pada 1943, kemudian berubah menjadi Jawa izi Hooko-Kai. Perubahan nama itu setelah kongres VIG di Solo pada 1940. Kemudian, lahirlah "Muktamar Dokter Warga Negara Indonesia (PMDWNI)" yang diketuai oleh Dr. Bahder Djohan pada 30 Juli 1950. Selanjutnya, Muktamar I Ikatan Dokter Indonesia (MIDI) digelar di Deca Park pada tanggal 22-25 September 1950. Melalui muktamar IDI itu, Dr. Sarwono Prawirohardjo terpilih menjadi Ketua Umum IDI pertama dan meresmikan Hari Dokter Nasional pada 24 Oktober. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) merupakan wadah yang mengikat dokter se-Indonesia. Tujuan dibentuknya IDI: Memadukan segenap potensi dokter dari seluruh Indonesia; Menjaga dan meningkatkan harkat dan martabat serta kehormatan profesi kedokteran; Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran; Meningkatkan kesehatan rakyat Indonesia untuk menuju masyarakat sehat dan sejahtera. (https://www.detik.com/). 

Lantas bagaimana sejarah doktor-doktor Indonesia lulusan Belanda sebelum Belanda berakhir di Indonesia? Seperti disebut di atas, doctor adalah gelar akademik tertinggi. Ada juga dokter Indonesia yang meraih gelar doktor.  Dalam hal ini perlu mengetahui kebedaan Indische Vereeniging di Belanda. Lalu bagaimana sejarah doktor-doktor Indonesia lulusan Belanda sebelum Belanda berakhir di Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Doktor-Doktor Indonesia Lulusan Belanda Sebelum Belanda Berakhir di Indonesia; Indische Vereeniging

Sarjana-sarjana asal Hindia sebenarnya setara dengan siswa Belanda di Belanda yang melanjutkan Pendidikan di perguruan tinggi Belanda dan mendapat gelar sarjana dan doctor. Sarjana asal Hindia dalam hal ini adalah siswa Belanda, Cina dan pribumi yang berasal dari Hindia. Dr Abdoel Rivai, lulusan Docter Djawa School Batavia melanjutkan studi kedokteran di Amsterdam. Setelah berhasil di Amsterdam kemudian dipromosikan sebagai doktor di Ghent, Belgia (lihat Het vaderland, 24-07-1908). Disebutkan ujian universitas, Abdoel Rivai, mantan dokter di Amsterdaam, telah dipromosikan menjadi doktor kedokteran di Ghent. Ini adalah orang Melayu (baca: pribumi/Indonesia) pertama yang memperoleh gelar tersebut.


Pada tahun 1883 Oei Jan Lee, putra letnan Cina di Bandanaira, setelah menyelesaikan sekolah menengahj HBS di Koning Willlem School Batavia melanjutkan studi ke perguruan tinggi di Belanda. Pada tahun 1888 Oei Jan Lee berhasil mendapat gelar sarjana hukum (Meester of Recht). Tidak puas dengan pencapaian itu, Oei Jan Lee melanjutkan studi ke tingkat doctoral dan berhasil tahun 1889 dengan gelar doctor di bidang hukum.

Dr Abdoel Rivai adalah pribumi pertama yang meraih gelar doktor di Belanda. Dalam hal ini, pada waktu tidak ada perguruan tinggi di Hindia dan hanya bisa dimasuki di Belanda. Namun yang menjadi masalah adalah mengapa gelar tertinggi akademik itu harus diperoleh Abdoel Rivai di luar negeri di Belgia? Fakta bahwa Hindia menggunakan nama Belanda sebagai Hindia Belanda.


Jumlah pelajar/mahasiswa pribumi di Belanda sekitar 20 orang. Yang paling awal tiba di Belanda adalah Raden Kartono (abang RA Kartini) tahun 1896 (segera setelah lulus HBS di Semarang). Lalu kemudian menyusul Abdoel Rivai tahun 1900 dan dua guru tahun 1903 yakni Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan dan Djamaloedin. Yang juga tiba pada tahun 1903 adalah Raden Soemardji. Selanjutnya pada tahun 1905 tiba Hoesein Djajadiningrat, Dr Asmaoen, Dr Benjamin, Raden Soemitro. Pada tahun 1906 tiba RM Noto Soeroto. Pada tahun 1907 ada beberapa yang tiba di Belanda. Pada tahun 1907 Soetan Casajangan lulus ujian dan mendapat gelar akta guru LO dan kemudian disusul Dr Abdoel Rivai dan Dr Asmaoen berhasil meraih gelar dokter di Amsterdam. Soetan Casajangan tidak segera kembali ke tanah air, karena ingin melanjutkan pendidikan untuk mendapat akta guru MO. Dr Abdoel Rivai juga ingin melanjutkan pendidikan, tetapi Dr Asmaoen segera kembali ke tanah air pada tahun 1908.

Berhasilnya Dr Abdoel Rivai meraih gelar doktor di Belgia telah menimbulak reaksi diantara orang Belanda di Belanda. Mereka menyesalkan di luar negeri Abdoel Rivai diterima. Orang Belanda menuding ada yang salah dalam lembaga pendidikan tinggi di Belanda dalam hubungannya dengan sarjana pribumi yang ingin studi doctoral. Sebaliknya, mereka menyondiri, lembaga pendidikan tinggi menerima dengan baik. Rekan sebangsa Abdoel Rivai akan menirunya. Mereka menyalahkan system yang ada: ‘Selama dokter hanya terbatas pada orang Belanda asli, itu sudah cukup buruk, tapi cara kita agak aneh’ (lihat Land en volk, 24-07-1908).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Indische Vereeniging: Hoesein Djajadiningrat hingga Masdoelhak Nasoetion

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar