Selasa, 08 Agustus 2023

Sejarah Mahasiswa (5): Soetan Casajangan dan Guru Muda; Sarjana Keguruan Pertama Indonesia dan Pejuang di Bidang Pendidikan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Mahasiswa dalam blog ini Klik Disini

Tidak pernah terlalu tua untuk belajar dan melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Itulah Soetan Casajangan, tokoh mahasiswa pertama di Belanda, jauh sebelum era Mohamad Hatta dkk. Soetan Casajangan, seorang guru berangkat dari Padang Sidempoean ke Belanda tahun 1903 untuk melanjutkan studi. Usianya tidak muda lagi, sudah memasuki umur 30 tahun. Sebagai seorang senior dan seorang guru, Soetan Casajangan menginisiasi pendirian organisasi pelajar/mahasiswa di Belanda tahun 1908 yang diberi nama Indische Vereeniging (Perhimpoenan Hindia).


Rajiun Harahap (Soetan Casayangan Soripada) lahir 1874 adalah seorang pendidik dan pemerakarsa berdirinya Perhimpunan Indonesia. Rajiun harahap lahir dari keluarga yang di hormati, Kakeknya Patuan Soripada merupakan kepala Kuria Batu Nadua. Setelah menyelesaikan pendidikannya di Kweekschool Padang Sidempuan, Tahun 1904 Ia berangkat ke Belanda untuk melanjutkan pendidikannya. Ia belajar di Harleem untuk Sekolah guru selama satu tahun sembilan bulan. Kemudian ia menjadi asisten dosen Prof Charles Adriaan Van Ophuysen di mata kuliah Bahasa Melayu, Sejarah Indonesia, Islam, Daerah dan Penduduk Indonesia. Selain itu ia mengikuti pendidikan Hoofdacte selama tiga tahun dan menjadi Guru Bahasa Melayu di sekolah dagang, di Rotterdam dan Harleem. Selama empat tahun (1913-1917), Sutan Kasayangan mengajar di Bukittinggi dan Amboina dalam banyak mata pelajaran Matematika, Ilmu ukur, Sejarah, Botani, Biologi, Fisika, Geografi disamping ilmu Bahasa Melayu dan Bahasa Belanda. November 1917 sampai Desember 1918, Ia menjadi Asisten JH Nieuwenhuis dan Dr DA Rinkes. Pada tahun 1922, Ia ke Dolok Sanggul bekerja sebagai Guru. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Soetan Casajangan dan guru-guru muda? Seperti disebut di atas, Soetan Casajangan salah satu tokoh terpelajar di Belanda pada masa awal Pendidikan tinggi Indonesia. Soetan Casajangan adalah sarjana keguruan pertama Indonesia dan pejuang di bidang Pendidikan. Lalu bagaimana sejarah Soetan Casajangan dan guru-guru muda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Soetan Casajangan dan Guru-Guru Muda; Sarjana Keguruan Pertama Indonesia dan Pejuang di Bidang Pendidikan

Pendidikan adalah satu bidang kehidupan, suatu bidang yang harus dipelajari (dengan bahasa apapun), ditingkatkan yang produknya menjadi instrument penting, dalam pergerakan spasial dan social. Dengan pendidikan orang lebih mudah berpindah, orang lebih mudah terhubung satu sama lain meski itu jauh. Terjadinya peningkatan pendidikan dapat meningkatkan status social (kesehatan dan ekonomi), pengembangan kesadaran kelompok yang memungkinkan orang membentuk persatuan untuk mencapai tujuan bersama. Melalui persatuan dapat bergotong royong untuk memajukan pendidikan.


Pada tahun 1903 Dr AA Fokker berkunjung ke Hindia. Seorang sarjan bergelar doctor yang fasih berbahasa Melayu tinggal di Belanda. Tujuannnya adalah untuk menjajaki potensi pembaca dan kerjasama dengan berbagai pihak sehubungan dengan penerbitan majalah dwimingguan di Ameterdam (Bintang Hindia). Dr AA Fokker terutama di Batavia, Bandoeng dan Semarang, yang kemudian ke Padang dan Medan. Di Padang Dr AA Fokker bertemu dengan pensiunan guru, pemilik sekolah dan pemimpin surat kabar berbahasa Melayu Pertja Barat, Hadji Saleh gelar Dja Endar Moeda. Tentu saja Dr AA Fokker tidak mengabaikan kesempatan bertemu dengan Charles Adriaan van Ophuijsen (Inspektur Pendidikan Pribumi) yang banyak menulis artikel dan buku dalam bahasa Melayu. Charles Adriaan van Ophuijsen adalah guru Dja Endar Moeda di sekolah guru (kweekschool) Padang Sidempoean. Charles Adriaan van Ophuijsen cukup lama di Padang Sidempoean, lima tahun terakhir dari delapan tahun sebagai direktur yang kemudian pada tahun 1889 diangkat menjadi Inspektur Pendidikan Pribumi Wilayah Pantai Barat Sumatra di Padang. Dr AA Fokker cukup puas ke Padang, karena Dja Endar Moeda akan mengirim dua guru ke Belanda untuk membantunya, dan Dja Endar Moeda juga bersedia memasuk bahan dan mempromosikan Bintag Hindia di Sumatra.

Pada akhir tahun 1903 Dja Endar Moeda membawa dua guru (senior dan junior) ke Belanda. Paralel dengan keberangkatan mereka dari Padang ke Belanda, dari Batavia dokter Abdoel Rivai berangkat ke Belanda melalui Singapoera. Guru senior itu adalah Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan guru di Padang Sidempoean; guru muda itu adalah Djamaloedin lulusan sekolah guru di Fort de Kock. Soetan Casajangan adalah adik kelas Dja Endar Moeda di sekolah guru Padang Sidempoean yang sama-sama pernah diajar CA van Ophuijsen. Djamaloedin adalah asisten Dja Endar Moeda dalam mengelola majalah Insulinde di Padang.


Di Belanda, pribumi asal Hindia yang sudah ada adalah Raden Kartono (abang RA Kartini), yang sedang mengikuti pendidikan di perguruan tinggi (tiba tahun 1896). Guru-guru muda yang dikirim pemerintah dulu, sudah kembali semuanya ke tanah air (guru terakhir dari Belanda adalah JH Watimena tahun 1886). Dengan kehadiran Soetan Casajangan, Djamaloedin dan Abdoel Rivai (yang bekerja di redaksi Bintang Hindia di Amsterdam), paling tidak sudah ada empat pribumi terpelajar di Belanda. Dja Endar Moeda sendiri tidak lama di Belanda dan segera kembali ke tanah air. Mereka berempat hanay Raden Kartono dan Abdoel Rivai yang Toefl-nya tinggi. Raden Kartono lulusan HBS Semarang dan Abdoel Rivai lulusan Docter Djawa School. Soetan Casajangan dan Djamaloedin hanya sedang-sedang saja, karena sejak 1884 bahasa Belanda di sekolah guru tidak diwajibkan lagi. Dja Endar Moeda yang lulus sebelumnya 1884 memiliki kemampuan bahasa Belanda yang baik.

Di Padang, tidak ada angin dan tidak ada awan, tiba-tiba CA van Ophuijsen mendapat pesan telegram dari Menteri Koloni Idenberg di Belanda (lihat De locomotief, 28-01-1904). Disebutkan seorang calon guru besar. Menteri Idenburg meminta nasihat dari Pemerintah Hindia Belanda tentang penunjukan Inspektur Pendidikan Pribumi CA van Ophuijsen di Padang sebagai profesor di Leiden, menggantikan lektor yang memasuki pensiunan Klinkert. Baik pemerintah maupun inspektur tidak keberatan.


Ketika ayahnya sebagai Residen di Palembang, CA van Ophuijsen dikirim ke Belanda untuk studi. Setelah menyelesaikan akademi kesehatan, ditempatkan di angkatan laut yang akan bertugas di Hindia. Namun Pemerintah Hindia Belanda mengangkatnya sebagai pegawai negeri dan ditempatkan di Panjaboengan, afdeeling Padang Sidempoean, residentie Tapanoelie tahun 1876 sebagai ontvanger. Anehnya, di Panjaboengan sebagai besar penduduk bisa membaca yang membuat Charles muda tertarik bahasa dan sastra Batak. Beberapa kali Charler mengirim tulisannnya ke majalah di Batavia. Saat mana Gubernur Jenderal berkunjung ke Panjaboengan dan Padang Sidempoean, mengeluhkan kurang guru di berbagai tempat. Charles bersedia menjadi guru dan kemudian mempersiapkan diri diantara tugas-tugasnya sebagai PNS. Suatu komite ujian guru dibentuk di Padang dimana Charles diundang dan kemudian dinyatakan lulus sebagai guru. Bertepatan tahun 1879 pembukaan sekolah guru di Padang Sidempoean, Charles ditempatkan sebagai guru bahasa Melayu di sekolah guru Probolinggo. Tidak lama setelah menikah di Probolinggo dengan seorang gadis Belanda sebagai guru TK, tidak lama kemudian keluar berslit tahun 1881 dimana CA van Ophuijsen dipindahkan ke sekolah guru Padang Sidempoan. Tentu saja Charles tersenyum. Suatu kesempatan lagi untuk meneliti bahasa dan sastra Batak dan tentu saja bahasa Melayu. Pada tahun 1881 ini langsung ke Padang Sidempoean. Tiga tahun kemudian diangkat menjadi direktur sekolah guru Padang Sidempoean. Singkat kata: sejak menjadi Inspektur Pendidikan Pribumi di Padang, CA van Ophuijsen terus melakukan studi bahasa dan sastra Batak dan Melayu hingga ditunjuk Meneteri Koloni menjadi guru besar bahasa Melayu di Universiteit te Leiden (1904). Catatan: Panjaboengan adalah kampong halaman Sati Nasoetion alias Willem Iskander pribumi pertama studi ke Belanda (1857) dan setelah menadapat akta guru bantu kembali ke tanah air dan mendirikan sekolah guru di Tanobato, dekat Panjaboengan pada tahun 1862. Pada tahun1874 sekolah tersebut ditutup karena Pemerintah menunjuk Willem Iskander untuk membimbing tiga guru muda dari Tapanoeli, Soerakarta dan Bandoeng studi ke Belanda. Willem Iskander yang juga diberi beasiswa untuk mendapatkan akta guru kepala di Belanda diproyeksikan akan menjadi direktur sekolah guru di Padang Sidempoean yang akan dibuka 1879. Namun setelah menyelesaikan studi dan mendapatkan akta, Willem Iskander meninggal di Belanda tahun 1876 sebelum keberangkatannya kembali ke tanah air.  

CA van Ophuijsen segera bergegas. Hanya ada sekali kesempatan. Rumah CA van Ophuijsen di Kampong Djawa, Padang akan dilelang (Sumatra bode, 06-02-1904). Ini mengindikasikan CA van Ophuijsen akan meninggalkan Hindia dan mungkin tidak akan kembali lagi. CA van Ophuijsen adalah kelahiran Sumatra, ayahnya pertama kali diangkat sebagai pejabat sebagai Controleur di Natal (Residentie Tapanoeli) 1853-1855.


Het vaderland, 20-02-1904: ‘Pesan resm. Berdasarkan beslit tanggal 10 memutuskan mulai tanggal 1 April 1904, HO Klinker, atas permintaannya, diberikan pemberhentian dengan hormat sebagai Lektor di Rijks Universiteit te Leiden (Universitas Leiden) dan diangkat Profesor di faculteit der letteren en wijsbegeerte (Fakultas Seni dan Filsafat) Universitas Leiden, untuk mengajar bahasa dan sastra Malaju dan linguistik umum dari kepulauan Hindia, Ch A van Ophuijsen, inspektur pendidikan pribumi di Padang’.

Ch A van Ophuijsen akan berangkat tanggal 11 Maret (lihat Sumatra-bode, 29-02-1904). Disebutkan kapal ss Sindoro dari Padang dengan tujuan akhir Rotterdam. Dalam manifes kapal terdapat nama inspektur Ch A van Ophuijsen dengan istri dan seorang putri.


Berita CA van Ophuijsen yang segera menjadi guru besar di Leiden, tentu saja membuat Soetan Casajangan sumringah di Belanda. Di Padang, Dja Endar Moeda mengantarkan CA van Ophuijsen ke palabuhan Telok Bajoer. Sudah barang tentu pula Soetan Casajangan akan menyambut kedatangan gurunya di pelabuhan Amsterdam. Demikianlah guru tetap guru. Sama-sama pernah belajar dan mengajar di Padang Sidempoean. De Noord Brabanter, 20-05-1904: ‘Kemarin sore, Ch A Ophuijsen menjabat sebagai profesor di Fakultas Seni dan Filsafat di Universitas Leiden di Auditorium Agung Gedung Akademi dengan ceramah tentang “Puisi Rakyat Melayu”. Setelah menunjukkan dalam pidato yang jenaka dan sangat menghibur, yang diikuti dengan minat oleh banyak hadirin, bahwa bahasa Melayu baru-baru ini dipraktikkan dengan keberhasilan praktis yang luar biasa oleh banyak orang Belanda yang terpelajar, juga memberi gambaran yang sangat rinci tentang sejumlah produk sastra rakyat dalam bentuk terikat dari masa lalu dan masa kemudian dalam bahasa yang dilaporkan’. Besar kemungkinan Soetan Casajangan hadir. Tidak lama kemudian Soetan Casajangan, guru di Padang Sidempoean dan Djamaloedin di Belanda meminta mengundurkan diri menjadi guru karena ingin melanjutkan studi. Permintaan itu disetujui (lihat Provinciale Drentsche en Asser courant, 26-07-1904).

Di Belanda, Soetan Casajangan mulai nyaman, mulai bisa beradaptasi dengan lingkungan alam dan lingkungan social (lihat Sumatra-bode, 13-09-1904). Disebutkan Soetan Casajangan dan Djamaloedin untuk sementara tinggal di Den Haag. Bintang Hindia berkantor di Amsterdam, tentu saja tetap berada di Amsterdam. Lantas ada apa dua guru tersebut tinggal di Den Haag. Apakah sedang menjajaki studi di Belanda? Soetan Casajangan kembali ke tanah air tanggal 5 Juli 1905 dari Amsterdam dengan kapal ss Prinses Juliana. Mengapa pulang?


De Sumatra post, 08-11-1905: ‘Vooruitstrevend. Diberitahukan bahwa seorang guru pribumi dari Tapanoeli, bernama Soetan Kasajangan Soripada, yang sudah beberapa lama berada di Negeri Belanda, memutuskan untuk mengikuti pelajaran di Haarlemsche Kweekschool voor Onderwjzers, untuk mendapatkan sertifikat/akta Lager Onderwijs, agar kemudian kembali ke Hindia, untuk berbalik dan mencari tempat pendidikan disini lagi.

Di tanah air, keinginan Soetan Casajangan untuk melanjutkan studi di Belanda terinformasikan. Apakah kehadiran CA van Ophuijsen di Belanda telah mengubah tujuan Soetan Casajangan untuk studi lagi? Apakah kehadiran sang guru di Belanda menjadi guru besar telah menginspirasi Soetan Casajangan untuk studi lagi dan membuat Soetan Casajangan bersemangat lagi untuk belajar? Kepastian studi ke Belanda semakin jelas di tanah air. Lantas kapan Soetan Casajangan berangkat (lagi) ke Belanda?


De Sumatra post, 28-02-1906: ‘Een Batakker in Holland. Pertja Timor melaporkan bahwa Soetan Kasjangan Soripada, mantan guru di sekolah pribumi di Tapanoeli, dan saat ini menjadi anggota dewan redaksi Bintang Perrniagaan di Amsterdam, memutuskan untuk mengikuti sekolah pelatihan guru di Haarlem. Ia berharap bisa menyelesaikan studinya dalam satu atau dua tahun untuk mencapainya’.

Soetan Casajangan pada tahun 1906 tampaknya sudah berada kembali di Belanda. Soetan Casajangan sudah menjalani proses pendidikan di Den Haag (lihat De Tijd: godsdienstig-staatkundig dagblad, 23-08-1906). Disebutkan di Den Haag, 22 Agustus, pangeran Batak Raden Soetan Casajangan Soripada, yang tinggal di negara kita untuk menyelesaikan pendidikannya sebagai guru, hari ini mengunjungi sekolah dasar negeri di jalan Terwestenstraat disini, kepala sekolahnya G Smelt.


Pada tahun 1906 ini di Belanda, jumlah pelajar/mahasiswa semakin bertambah. Tidak lama setelah kedatangan Soetan Casajangan di Belanda tiba dokter djawa M Boenjamin. Husein Djajadiningrat berangkat ke Belanda tahun 1904 (lihat Sumatra-bode, 28-06-1904). Hoesein telah mengikuti ujian penyataraan HBS di Leiden (lihat Algemeen Handelsblad, 19-06-1905). Pada tahun 1905 datang Noto Kworo dan dokter djawa R Asmaoen. Djamaloedin memulai pendidikan di tingkat persiapan Rijks-Landbouwschool. Djamaloedin satu kelas dengan Raden Mas Soemardji dari Kediri. Abdoel Rivai juga akan melanjutkan studi kedokteran di Belanda. Sebagai pengganti Abdoel Rivai (sebelumnya masih ada Soetan Casajangan dan Djamaloedin) didatangkan dua dari Sumatra dan satu dari Jawa. Mas Soengkono tiba tahun Februari 1906 di Belanda, kemudian menyusul Samsoeddin Rassat pada bulan Mei 1906 serta disusul kemudian Amaroellah (gelar Soetan Mangkoetapada bulan September 1906. Pada tahun ini juga tiba Noto Soeroto, Noto Baroto dan R Soemitro. Mas Soengkono tidak memenuhi syarat lalu akan dipulangkan ke kantor pusat Bintang Hindia di Hindia Belanda di Bandoeng pada bulan Februari tahun 1907. Akan tetapi Mas Soengkono tidak bersedia dan mengundurkan diri dari Bintang Hindia. Mungkin karena dipengaruhi oleh Soetan Casajangan, Mas Soengkono tidak pulang tetapi melanjutkan studi di Wageningen mengikuti jejak Djamaloedin (namun kemudian Mas Soengkono tidak kuat, lalu sakit dan meninggal tahun 1907). 

Pada bulan Mei 1907 Soetan Casajangan lulus ujian mendapat akta guru (lihat Land en volk, 23-05-1907). Disebutkan tanggal 22 Mei 1907 lulus ujian akta guru (Lager Onderwijzer) di Haarlem. Disebut Soetan Casajangan berasal dari Batoe Na Doea (Hindia Belanda). Pemberitaan Soetan Casajangan ini sangat heboh. Padahal Soetan Casajangan hanya lulus pendidikan guru. Mengapa? Apakah karena Soetan Casajangan yang pertama? Mengapa tidak heboh ketika pribumi lainnya lulus R Asmaoen (kedokteran). Boleh jadi sebabnya karena yang pertama. Tetapi mungkin tidak karena itu saja. Boleh jadi karena dalam hal karena keguruaa/pendidikan. Sebab Pendidikan pribumi tengah mendapat sorotan di Hindia Belanda (apakah pendidikan dasar, menengah maun Pendidikan tinggi).


Berita tentang kelulusan Soetan Casajangan menjadi menarik perhatian di Belanda. Jurnalis mewancarainya (lihat Het vaderland, 25-05-1907). Berit aini dilansir sejumlah surat kabar seperti Haagsche courant, 27-05-1907 dan Provinciale Drentsche en Asser courant, 27-05-1907. Lalu kemudian tidak mau ketinggalan, surat kabar Telegraaf mewawancarai Soetan Casajangan (lihat De Telegraaf, 03-06-1907). Juga dilansir surat kabar lainnya.  Berita di atas juga dilansir surat kabar di Hindia seperti De Sumatra post, 17-06-1907 dan De Preanger-bode, 21-06-1907; Deli courant, 21-06-1907; De nieuwe vorstenlanden, 24-06-1907; Bataviaasch nieuwsblad, 02-07-1907. Tidak lama kemudian diberitakan Djamaloedin bersama RM Soemardji berhasil lulus ujian tingkat dua (lihat Algemeen Handelsblad, 10-07-1907). Soetan Casajangan kembali diwawancara jurnalis dari surat kabar besar di Belanda (lihat Algemeen Handelsblad, 22-07-1907). Berita ini juga dilansir surat kabar di Belanda, dan juga di Hindia seperti De locomotief, 16-11-1907. Pada tahun ini R Asmaoen menyelesaikan pendidikan dokternya di Amsterdam (lihat Het vaderland, 21-12-1907).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sarjana Keguruan Pertama Indonesia dan Pejuang di Bidang Pendidikan: Willem Iskander, Soetan Casajangan dan Soetan Goenoeng Moelia

Setelah mendapat akta guru (yang bisa mengajar di sekolah ELS di Hindia), Soetan Casajangan tidak buru-buru pulang ke tanah air. Soetan Casajangan ingin melanjutkan pendidikan untuk mendapat akta guru kepala (MO). Lembaga pendidikan satu-satunya yang menyelenggarakan tersebut adalah Rijkskweekschool voor onderwijzers di Haarlem. Soetan Casajangan mempersiapkan diri. Soetan Casajangan diterima dan memulai perkuliahan di Rijkskweekschool.


Rekan Soetan Casajangan yang sudah lulus, Dr R Asmaoen sudah pulang ke tanah air pada bulan Juli 1908.  Dalam perkembangannya diberitakan RM Soemardji Widjojosiwajo di Wageningen, asal Trenggalek, Kediri dinyatakan lulus tahun 1908 (lihat Rotterdamsch nieuwsblad, 14-07-1908). Dalam daftar kelulusan ini tidak ada nama Djamaloedin. Lantas, apa yang terjadi?). Dr. Abdoel Rivai kelahiran Benkoelen lulus tahun 1908 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 10-07-1908). Rekan Asmaoen di Docter Djawa School, WK Tehupelory relative bersamaan dengan Abdoel Rivai lulus di Amsterdam.

Pada tahun 1908 ini jumlah pelajar/mahasiswa pribumi di Belanda sudah banyak. Pada bulan Juni sudah ada inisiatif Soetan Casajangan untuk mendirikan organisasi pelajar/mahasiswa pribumi di Belanda. Setelah sempat tertunda, Soetan Casajangan baru dapat merealisasikan pada bulan Oktober 1908. Boleh jadi hal itu karena Soetan Casajangan belum benar-benar diterimana di Rijkskweekschool. Lantas apa yang menjadi rujukan Soetan Casajangan untuk mendirikan organisasi di Belanda sebagai organisasi kebangsaan? Boleh jadi karena di Batavia pada bulan Mei oleh mahasiswa STOVIA asal Jawa mendirikan organisasi kebangsaan Boedi Oetomo. Namun yang mendorong Soetan Casajangan diduga karena faktor Dja Endar Moeda di Padang. Mengapa?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar