*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini
Jawa
Banyumasan (Ngoko: Wong Jawa Banyumasan; Krama: Tiyang Jawi Toyåjênéan) adalah
etnis Jawa yang berasal dari Jawa Tengah (bagian barat) yang lebih akrab disebut
sebagai "wong ngapak" dengan slogannya yang terkenal "Ora Ngapak
Ora Kêpénak". Wilayah Banyumasan berada di dua eks keresidenan, Banyumas
dan Pekalongan. Meskipun terdapat sedikit perbedaan (nuansa) adat-istiadat dan
logat bahasa, akan tetapi secara umum daerah-daerah tersebut dapat dikatakan
"sewarna", yaitu sama-sama menggunakan bahasa Jawa Banyumasan.
Bahasa Jawa Banyumasan disebut bahasa Ngapak adalah dialek bahasa Jawa dituturkan di Jawa Tengah bagian barat di dua eks-keresidenan, Banyumas dan Pekalongan. Wilayah Banyumas meliputi Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, dan sebagian Kebumen. Wilayah Pekalongan meliputi Tegal, Brebes, Pemalang, Batang dan Pekalongan. Dialek Banyumasan berbatasan bahasa Jawa dan bahasa Sunda. Dialek Banyunmas menjadi salah satu dialek bahasa Jawa yang masih terkait dengan fonetik bahasa Jawa Kuno. Sejumlah ahli menyebut Bahasa Banyumasan sebagai bentuk Bahasa Jawa asli. Bahasa Banyumasan mengalami tahap-tahap perkembangan sebagai berikut: Abad ke 9-13 sebagai bagian dari bahasa Jawa kuno; Abad ke 13-16 berkembang menjadi bahasa Jawa abad pertengahan; Abad ke 16-20 berkembang menjadi bahasa/dialek Banyumasan yang terpisah dengan dialek wetan dan tengah. Tahap-tahapan perkembangan tersebut sangat dipengaruhi oleh munculnya kerajaan-kerajaan di pulau Jawa. Terdapat 4 sub-dialek utama dalam dialek bahasa Jawa bagian barat, yaitu Wilayah Utara (Tegalan), Wilayah Selatan (Banyumasan), Wilayah Cirebon - Indramayu (Dermayonan) dan Banten Utara (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah bahasa Banyumas dialek Banjoemas dialen Banyumasan? Seperti di sebut di atas, bahasa Banyumasan berada di antara bahasa Jawa dan bahasa Sunda di pantai utara dan di pantai selatan. Bahasa Jawa di timur dan Bahasa Sunda di barat. Lalu bagaimana sejarah bahasa Banyumas dialek Banjoemas dialen Banyumasan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Bahasa Banyumas Dialek Banjoemas Dialen Banyumasan; Bahasa Jawa di Timur dan Bahasa Sunda di Barat
Ketika para peminat bahasa Jawa mulai mempelajari bahasa Jawa, berjalan baik-baik saja. Tidak kejutan yang berarti. Bahasa Jawa dipelajari oleh para peminat bahasa sekama era Pemerintah Hindia Belanda sudah berlangsung selama satu abad. Ketika saat yang bersamaan bahasa Jawa dan bahasa Sunda dipelahari, tidak ada kejutan yang berbeda. Ada perbedaan diantara kedua bahasa tetapi perbedaan yang ada dapat dipahami. Mulai muncul soal diantara peneliti bahasa ketika bahasa dialek Banjoemas dipelajri. Ada kejutan.
CT Winter di Voertenlande mempelajari bahasa Jawa sejak 1817. Bahan-bahan
bahasa Jawa dari waktu ke waktu semakin banyak. Kumulatif bahan itulah yang dipelajari
oleh Prof Roode hingga terbentuknya teks tatabahasa Jawa yang baik. Namun Roode
tidak menyertakan bahasa Jawa yang digunakan di wilayah Banjoemas (karena bahan
belum ada yang mengumpulkan). Dengan rujukan hasil kerja Prof Roode pada
tahun-tahun belakangan para peminat bahasa menemukan ada perbedaan dalam bahasa
dialek Banjoemas (lihat Javaansch-Nederlandsch handwoordenboek, 1901). Dalam hal
inilah muncuk kejutan. Pada tahun 1904 K Knebel mempublikasikan Babad Banjoemas
dengan judul Volgens een Banjoemaasch Handschrift Beschreven yang dimuat dalam TB
G XLIII. Sumber asli Babad Banjoemas yang ditulis tangan tersebut besar dugaan
dengan menggunakan dialek bahasa Banjoemas.
Yang pertama kali meneliti bahasa dialek Banjoemas adalah Hardjakoesoema, orang Banjoemas sendiri. Hasil penyelidikan tersebut kemudian dibukukan dengan judul ‘Het Dialect van Poerwokerto en Poerbalingga’ (lihat De Preanger-bode, 01-12-1913). Boleh jadi selama ini tidak ada peminat bahasa yang memperhatikan bahasa di wilayah Banjoemas.
Hardjakoesoema memulai karir sebagai penulis di (kantor) Patih regentschap
Indramajoe (lihat De locomotief, 14-03-1903). Pada tahun 1907 adjunt diangkat
sebagai djaksa di wilayah hukum di regentschap Indramajoe (lihat Bataviaasch
nieuwsblad, 05-08-1907). Pada bulan Desember 1908 Raden Hardjakoesoema mengakhiri
tugasnya sebagai djaksa di regentschap Indramajoe (lihat Bataviaasch nieuwsblad,
04-12-1908). Raden Hardjakoesoema kemudian diketahui dipindahkan sebagai
asisten widana dari Paloembon ke Bengkok di afdeeling Tasikmalaja (lihat De
Preanger-bode, 27-02-1918). Pada tahun 1921 Hardjakoesoema salah satu komisaris
Vereeniging Pamitran di Cheribon (lihat De locomotief, 26-08-1921). Pada tahun
1927 Raden (Rangga) Hardjakoesoema diangkat menjadi kepala distrik (wedana) di
Tjimahi (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 07-07-1927). Pada tahun 1929 Hardjakoesoema
mendapat medali dari pemerintah (lihat De koerier, 02-09-1929). Hardjakoesoema
diangkap menjadi demang Tjimahi (lihat Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 20-10-1931).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Bahasa Jawa di Timur dan Bahasa Sunda di Barat: Bahasa-Bahasa Banyumas, Cirebon, Tegal dan Indramayu
Pada tahun 1927 kamus yang ditulis oleh Dr BJ Esser yang berjudul Het Dialect van Banjoemas yang diterbitkan oleh penerbit G Koff en Co di Weltevreden. Hasi penyelidikan Esser yang terangkum dalam buku Het Dialect van Banjoemas besar kemungkinan sudah jauh lebih sempurna jika dibandingkan hasil pertama dari karya Hardjakoesoema. Satu yang jelas tingkat pemahaman umum terhadap bahasa yang berlaku di wilayah Banjoemas semakin tinggi, bahwa ada perbedaan dengan bahasa Jawa yang dituturkan di wilayah Solo.
De locomotief, 10-01-1928: ‘Dialect Banjoemas. Ver handelingen van het
Kon. Bataviaasch Genootschap LXVII didieskripsikan “Het dialect van Banjoemas,
inzonderheid zooals dit inde regentschappen Poerbolinggo en Poerwokerto
gesproken wordt” door dr. BJ Esser. Penulis memberikan pengantar tentang
pengucapan dan tata bahasa, yang merupakan pelengkap bagi kabupaten-kabupaten
tersebut di atas terhadap aturan-aturan yang juga berlaku di daerah ini, yang
ditunjukkan dalam “dialect van Tegal”. Beberapa contoh pengucapan dan tata
bahasa seperti yang terkandung dalam bahasa Jawa Banjoemas bagian ini tercantum
di\sana. Lebih lanjut, Dr. Esser memberikan glosarium yang sangat luas sebanyak
944 kata. Glosarium ini awalnya berasal dari tanggapan penulis terhadap
kompetisi Lembaga tahun 1912. R Ng Poerbatjaroko membandingkannya dengan Solosche.
Dr. Esser hanya memberikan apa yang ia temukan khususnya di wilayah Poerwokerto
dan Poerbolinggo; dia tidak memberikan kata-kata yang dicantumkan tentang Tegal
dan yang, sebagian besar, juga umum di wilayah sebelumnya. Para editor Risalah
juga mencatat bahwa, dengan izin penulis, daftar tersebut telah diperbaiki oleh
R Soemantri dan Soepan, pejabat Volkslectuur dan keduanya dari Banjoemas.
Mereka juga memberikan beberapa catatan yang bernilai’.
Dr BJ Esser adalah seorang misionaris yang sudah lama terhubung dengan wilayah Banjoemas. Itu bermula sejak tahun 1909 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 13-01-1909). Disebutkan kepada Dr BJ Esser, pendeta misionaris Woords der Gereformeerde Kerk, telah diberikan izin khusus untuk melaksanakan pelayanannya di Residentie Banjoemas. Dr BJ Esser mendapat gelar doctor di bidang teologi di Vrije Universiteit te Amsterdam tahun 1905 (lihat Arnhemsche courant, 25-02-1905). Bernard Jonathan lahir di Den Haag.
Dr BJ Esser dalam soal bahasa dialek Banjoemas, telah menambah daftar individu
terpelajar yang melakukan penyelidikan bahasa-bahasa. Sejak masa lampau sudah
banyak diantara mereka yang terkait dengan zending seperti pada masa permulaan
Dr NH vander Tuuk di Tanah Batak dan Dr Matthes di Makassar. Dalam hal ini mereka
berdua bukan misionaris namun pembiayaan dalam penyelidikan bahasa-bahasa
tersebut terkait dengan zending (NZG). Lalu kemudian nama Dr Kruijt di wilayah Midden
Celebes. Berbeda dengan Dr BJ Esser adalah seorang misionaris, yang dalam
bahasa dialek Banjoemas diduga semata-mata karena inisiatifnya saja.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar