Selasa, 04 Agustus 2020

Sejarah Pulau Bali (26): GP Rouffaer dan Bali; Batak Instituut dan Koninklijk Instituut voor Taal, Land en Volkenkunde (KITLV)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Dalam sejarah Indonesia (baca: Indonesia) ada satu lembaga yang penting yang terlibat aktif dalam mempromosikan penduduk pribumi--baik sebagai manusianya maupun hasil-hasil karyanya. Lembaga tersebut disebut Koninklijk Instituut voor Taal, Land en Volkenkunde. Lembaga ini berada di Belanda, para pelopor dan anggotanya adalah orang-orang yang sangat dekat dan peduli terhadap pribumi. Untuk menyebut sejumlah nama, diantaranya adalah Charles Adriaan van Ophuijsen dan GP Rouffer.

Koninklijk Instituut voor Taal, Land en Volkenkunde disingkat KITLV. Lembaga ini bahkan masih eksis hingga ini hari yang mana cabangnya berada di Jakarta. Saya banyak menggunakan sumber-sumber data (terutama peta dan foto) dan lembaga ini untuk memahami kota-kota dan wilayah-wilayah lainnya tempo doeloe di Indonesia. Jauh sebelum lembaga ini terbentuk sejak era VOC sudah ada pendahulunya di Batavia yang dipelopori oleh Radermacher dengan nama Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (lembaga seni dan ilmu pengetahuan di Batavia). Jika mundur ke belakang lagi untuk urusan ilmu pengetahuan ini kita akan menemukan nama-nama pelopor terutama tiga yang pertama: Georgius Everhardus Rumphius, Saint Martin dan Cornelis Chastelein.

Nama GP Rouffer menjadi penting karena terlibat aktif dalam pengembangan adimistrasi KITLV. Seperti peneliti-pemerhati lainnya yang lebih senior, GP Rouffer secara perlahan mulai memperhatikan Bali. Sementara itu tokoh-tokoh Balii terdahulu yang sudah ada antara lain Prof. Kern dan Dr. N van der Tuuk serta Dr R van Eck. Lantas apa saja pernan GP Rouffer tentang Bali? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 03 Agustus 2020

Sejarah Pulau Bali (25): Sejarah Kereta Api di Pulau Bali Bermula 1913; Sejarah Kereta Api di Pulau Lombok Bermula Sejak 1895


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Belakangan ini di pulau Bali muncul gagasan untuk pembangunan kereta api. Namun masih pro-kontra. Salah satu prioritas PT KAI adalah membuat studi kelayakan untuk pembangunan kereta api ruas bandara Ngurah Rai-pantai Sanur. Tentu saja kabar ini menandai sejarah baru perkeretaapian di pulau Bali, suatu moda transportasi yang bersifat massal. Lantas seperti apa sejarah lama perkeretaapian di pulau Bal. Yang jelas gagasan pembangunan kereta api di Bali sudah ada sejak tahun 1913.

Seperti yang dapat dibaca dalam berbagai sumber berita akhir-akhir ini bahwa muncul gagasan pembangunan kereta api di pulau Bali. Ada yang menginginkan itu sangat perlu dan tentu saja ada yang menolak, masing-masing dengan argumentasi sendiri-sendiri. Diantara yang pro dan sedikit lebih moderat adalah usulan Gubernur Bali yang mengharapkan jalur kereta api itu sebaiknya dibangun sepanjang pantai yang mengelilingi pulau Bali. Sementara itu ada gagasan dari Kementerian Perhubungan untuk mendukung moda transportasi udara dengan moda transportasi kereta api dengan membangun kereta api untuk ruas bandara dan pantai Sanur melalui titik-titik strategis destinasi pariwisata di sekitar Denpasar (Badung). Gagasan pebangunan kereta api juga muncul di pulau Lombok dan pulau Sumbawa.

Gagasan pembangunan kereta api di Bali sejak tahun 1913 memang tidak terealisasikan. Namun sejarah tetaplah sejarah. Sejarah adalah narasi fakta dan data. Meski masih sebatas rencana pembangunan kereta api di Bali tempo doeloe, rencana itu adalah bagian dari sejarah perkeretaapian di Bali. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Pulau Bali (24): Sejarah Pelabuhan di Pulau Bali; Boeleleng hingga Koeta dan Laboehan Amok hingga Gili Manok


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Pelabuhan adalah entry point bagi orang asing (Eropa, Cina dan pribumi) untuk berinteraksi dengan orang Bali di pulau Bali. Seperti banyak penulis tempo doeloe mengidentifikasi orang Bali bukanlah pelaut. Oleh karena itu, untuk terjadinya transaksi perdagangan, sejumlah titik pantai di pulau Bali dibuka untuk orang asing. Pelabuhan-pelabuhan yang dibuka hanya sekadar untuk fungsi pabean (orang asing dihalangi masuk ke pedalaman). Orang-orang asing hanya diizinkan berdiam di pantai-pantai.

Tidak diketahui pelabuhan mana yang sudah ada (terbentuk) di pulau Bali sebelum kedatangan orang Belanda. Satu-satunya keterangan yang ditemukan adalah pada ekspedisi pertama Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman berlabuh di suatu teluk di pantai timur Bali (1597). Di pelabuhan ini Cornelis de Houtman dan telah bertemu dengan rombongan Radja Bali. Pelabuhan ini kelak diketahui sebagai pelabuhan Laboehan Amok, sedangkan teluk dimana berada pelabuhan tersebut disebut (dicatat) orang-orang Belanda berikutnya sebagai Baai van Padang atau Padang Baai. Dalam bahasa Belanda, baai diartikan sebagai teluk. Nama Padang Bai pada masa ini diduga berasal dari penamaan oleh orang Belanda.

Pelabuhan Laboehan Amok boleh dikatakan adalah pelabuhan pertama orang Bali di pulau Bali (pantai timur Bali). Boleh jadi di bagian lain pulau Bali (pada waktu yang sama) sudah terbentuk pelabuhan lain yang dimana orang asing menetap (anggap saja di pantai utara dan di pantai barat Bali). Orang asing tersebut antara lain Portugis, Melajoe, Jawa, Bugis dan lainnya. Lantas apa pentingnya pelabuhan-pelabuhan tersebut? Yang jelas pelabuhan adalah pintu masuk ke suatu pulau dan pelabuhan adalah tempat transaksi yang menjadi cikal bakal terbentuknya pelabuhan-pelabuhan masa kini. Itulah sebab mengapa pelabuhan adalah bagian dari sejarah. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 02 Agustus 2020

Sejarah Pulau Bali (23): Harimau Bali dan Sejak Kapan Punah? Habitat Harimau di Pulau Bali Hanya di Buleleng dan Jembrana


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Harimau Bali (Panthera tigris balica) sudah lama punah. Menurut Dr R van Eck (1878) harimau dan banteng liar di pulau Bali hanya ditemukan di afdeeling Boeleleng dan afdeeeling Djembrana. Salah satu favorit pelukis terkenal Raden Saleh adalah melukis hewan besar yang masih liar, dua diantaranya adalah harimau dan banteng liar. Lantas kapan harimau Bali punah? Harimau terakhir di sekitar Batavia dibunuh pada tahun 1884 (lihat Handelsblad, 18-09-1886).

Di wilayah Indonesia (baca: Hindia Belanda) harimau hanya ditemukan di pulau Sumatra, pulau Jawa dan pulau Bali. Ketika terjadi kenaikan permukaan air di jaman kuno, lalu terbentuk pulau Sumatra, pulau Jawa dan pulau Bali. Perbedaan pulau ini yang kemudian menyebabkan populasi harimau terpisah dan membentuk tiga subspesies: harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae), harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) dan harimau Bali. Lantas mengapa harimau Madura disebut harimau Jawa, sedangkan harimau Bali bukan disebut harimau Jawa? Lalu sejak kapan harimau Jawa punah di (pulau) Madura?

Yang jelas harimau Bali sudah lama punah, sementara harimau Jawa belum lama amat. Sedangkan harimau Sumatra masih banyak ditemukan. Okelah. Harimau Bali pernah eksis, namun bagaimana sejarah harimau Bali kurang terinformasikan. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 01 Agustus 2020

Sejarah Pulau Bali (22): Tawan Karang Bali, Karang Asem; Orang Bali Bukan Pelaut dan Tawan Karang yang Membawa Malapetaka


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Mengapa muncul tawan karang? Tawan karang adalah penyitaan kapal yang terdampar di pantai Bali. Untuk menghindari terulangnya tawan karang, Pemerintah Hindia Belanda melakukan perjanjian damai dengan radja-radja Bali. Semua radja setuju dengan tawan karang dan berupaya untuk mencegah jika dilakukan oleh penduduknya. Namun ada satu pangeran (radja) yang dianggap melanggarnya yakni pangeran Boeleleng. Tuntutan ganti rugi yang diminta Pemerintah Hindia Belanda, berdasarkan perjanjian terdahulu, menyebabkan petaka bagi radja Boeleleng.

Perairan pantai timur pulau Bali banyak karangnya. Tidak begitu jelas apakah ada kaitan antara karang di laut dengan karang di gunung yang disebut (kerajaan) Karang Asem. Yang jelas, di teluk Padang (baai van Padang) terdapat pelabuhan Laboehan Amok, tempat dimana ekspedisi pertama Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman berlabuh pada tahun 1597. Sebelum mencapai teluk Padang di sekitar perairan Lombok (antara pulau Lombok dan pulau Penida), satu dari tiga kapal Cornelis de Houtman rusak berat sehingga harus dibakar dan ditenggelamkan. Tentu saja Cornelis de Houtman tidak mengetahui apakah sudah ada atau belum praktek tawan karang (karena belum bertemu dengan orang Bali). Dalam perkembangannya, jalur navigasi melalui pantai barat pulau Lombok, karena pantai timur pulau Bali tidak aman karena dua hal, banyak karangnya dan juga arus airnya membahayakan pelayaran. Sejak itu pelabuhan yang terus berkembang adalah pelabuhan Boeleleng (Bali) dan pelabuhan Ampenan (Lombok).

Lantas bagaimana sejarah asal-usul tawan karang di Bali? Itu satu hal. Hal lainnya yang penting adalah mengapa praktek tawan karang dilanggar pangeran Boeleleng dan tidak mengindahkan perjanjian yang ditandatanganinya dengan Pemerintah Hindia Belanda yang menyebabkan petaka bagi Boeleleng. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Pulau Bali (21): Sejarah Subak Bali, Organisasi Tradisi Sistem Pengairan; Sawah, Terasering dan Pertanian Selaras Alam


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Subak terhubung dengan sejarah Bali, bahkan sejak jaman kuno. Subak dihubungkan dengan terbentuknya kelembagaan tradisi dalam mengelola pertanian. Organisasi tradisi subak terutama di dalam pengelolaan sawah dan persawahan. Sementara itu, sawah terdapat dimana-mana dengan tanaman utama padi untuk menghasilkan beras sebagai bahan baku utama membuat nasi. Sawah dan persawahan dapat dibentuk di dataran rendah maupun dataran tinggi dan diantara keduanya di lereng-lereng bukit dan gunung. Bentuk sawah di lereng-lereng disebut sawah terasering (berteras-teras atau berundak-undak). Wujud terasering sangat kontras di lereng-lerang, tetapi sawah-sawah di dataran (rendah atau tinggi) juga pada dasarnya adalah wujud terasing yang lebih landai.

Ada seorang penulis Belanda dalam tulisannya 1846 berpendapat bahwa orang Batak sudah bertani padi sejak jaman kuno. Menurutnya padi seumur dengan kebudayaan orang Batak karena padi dalam bahasa Batak disebut eme--suatu kata yang berbeda dengan kosa kata bahasa para tetangga (Melayu, Minangkabau dan Atjeh). Bahasa diturunkan  antargenerasi. Kosa kata sawah dalam bahasa Baatak aalah huma, beras disebut dahanon dan nasi disebut indahan. Sementara bahasa Melayu (Indonesia) secara berturut-turut disebut sawah, padi, beras dan nasi. Dalam hal ini kosa kata huma di Batak sama dengan di Bali tapi berbeda dengan padi (eme), baas (dahanon) dan nasi (indahan). Beras dalam bahasa Bali mirip dengan bahasa Melayu yakni baas yang dalam bahasa Minangkabau disebut bareh. Penduduk asli di Bali (Bali Aga) diduga telah mengenal huma sejak jaman kuno. Peradaban baru (dari Jawa dan Melayu) menambah kekayaan kosa kata bahasa Bali kuno (dan boleh jadi telah tergantikan) seperti padi, baas dan nasi. Kosa kata sawah, padi, beras dan nasi berasal dari bahasa Sanskerta (sumber utama bahasa Melayu dan Jawa). Dalam bahasa Batak dikenal aek (sungai), tahalak (bendungan) dan bondar (saluran irigasi). Irigasi adalah kosa kata bahasa asing (Eropa). Sistem irigasi kuno, sistem pengairan yang diorganisasikan oleh penguasa yang mana menurut Jung Huhn (1846) di Tanah Batak ditemukan di dekat percandian Padang Lawas (percandian sejak tahun 1030).

Lantas bagaimana dengan sejarah sistem subak di Bali? Nah, itu dia. Itu yang akan kita cari tahu. Sebab belum lama ini, UNESCO melalui sidangnya tanggal 20 Juni 2012 telah menetapkan subak (terasering) di Bali sebagai heritage dunia. Sawah terasering sendiri tentu saja terdapat di banyak tempat dan sudah ada sejak lampau bahkan sudah masuk dalam pembicaraan Plato. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.