Selasa, 03 Agustus 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (99): Perbatasan Indonesia di Sangihe Talaud; Perbatasan Laut Sengketa Amerika Serikat Tempo Dulu

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog Klik Disini 

Tidak seperti perbatasan di daratam (pulau) perbatasan Indonesia juga ada di laut antara Indonesia dan Filipina yang sekarang. Oleh karena perbatasan sebagai perairan tidak terjadi isolasi wilayah seperti di Kalimantan dan Papua.  Antara satu pulau dan pulau lainnya di utara pulau Sulawesi sudah berlangsung sejak zaman kuno, terutama yang menghubungkan daratan Semenanjung Sulawesi dengan pulau Mindanao. Diantara pulau ini terdapat pulau-pulau yang lebih kecil yang menjadi penarikan batas wilayah antara Indonesia dan Filipina pada era Hindia Belanda dan Amerika Serikat.

Sejak zaman kuno pulau-pulau kepulauan Sangihe Talaud sekarang sudah terbentuk lulintas perdagangan antara Filipina (Spanyol) dan Indonesia (era VOC). Penduduk di kawasan pulau-pulau ini bahkan saat itu sudah terbilang berkembang. Namun adanya penarikan wilayah yurisdiksi terutama sejak era Amerika Serikat di Filipina (1898) lalu lintas penduduk dalam perdagangan, penduduk pulau-pulau di Sangihe Talaud harus berorientasi ke Manado (ibu kota Residentie). Pada situasi inilah pulau-pulau di sebelah utara kepulauan Sangihe Talaud sekan terisolasi (ke utara di Filipina dilarang, ke selatan di Manado sungguh sangat jauh). Penduduk mulai mengalami kemunduran hingga terjadi sengketa pulau Miagas antara Hindia Belanda dan Amerika Serikat (sejak 1898). Setelah sempat berlarut-larut, kasus pulau Miagas akhirnya menjadi wilayah Indonesia. Untuk mengatasi isolasi pulau-pulau di utara, terutama pulau Miagas, pemerintah masa kini sudah membuka akses dengan membangun lapangan terbang di pulau Miangas.

Lantas bagaimana sejarah perbatasan Indoneesia di perairan Laut Sulawesi dengan negara Filipina? Seperti disebut di atas, awal sengketa pulau Miangas pada tahun 1898 antara Amerika Serikat dan Hindia Belanda telah menjadi penting soal perbatasan. Yang jelas pada masa kini sudah akses penerbangan dengan pulau Miagas dari Manado. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 02 Agustus 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (98): Perbatasan Papua, Pembangunan Jalan Paralel Buka Isolasi; Keerom, Peg. Bintang, Boven Digul

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog Klik Disini

Perbatasan Indonesia di (provinsi) Papua ada lima kabupaten: Jayapura, Keerom, Pegunungan Bintang, Boven Digul dan Merauke. Namun hanya tiga kabupaten yang benar-benar terisolasi yakni Keerom, Pegunungan Bintang, Boven Digul. Kabupaten Jayapura di utara dan kabupaten Merauke di selatan memiliki perbatasan pantai. Pembangunan jalan paralel adalah satu-satunya solusi untuk membuka isolasi dan mendorong pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di wilayah perbatasa,

Berdasarkan informasi dari Kementerian PUPR rencana pembangunan jalan perbatasan Indonesia-Papua Nugini (PNG) dari Merauke hingga Jayapura di provinsi Papua sepanjang 1.098 Km. Ruas yang sudah selesai adalah jalan perbatasan ruas Sota-Erambu-Bupul sepanjang 111 Km, ruas Bupul-Muting sepanjang 38 Km dan ruas Muting-Boven Digoel sepanjang 195 Km. Dari total jalan perbatasan dari Merauke-Jayapura sepanjang 1.098 km, hingga akhir tahun 2018 sudah tersambung 931 Km. Sementara itu di wilayah provinsi Papua dan provinsi Papua Barat juga terus digiatkan pembangunan Jalan Trans Papua dengan total panjang 3.462 Km (sedangkan yang belum tembus sepanjang 16 kilometer).

Lantas bagaimana sejarah perbatasan Indonesia di pulau Papua? Seperti disebut di atas, bahwa pada masa kini sudah mulai ada akses dengan dibangunnya jalan paralel di wilayah Indonesia. Namun sebelum mencapai kemajuan itu seperti apa situasi dan kondisi di wilayah perbatasan Indonesia di pulau Papua? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 01 Agustus 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (97): Perbatasan Timor di Kabupaten Belu dan Kabupaten Malaka; Eksklave Oecussi-Ambeno

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog Klik Disini

Perbatasan Indonesia di Nusa Tenggara Timur berbagi pulau Timor dengan negara Timor Leste. Batas-batas negara ini kini di sisi timur kabupaten Belu dan kabupaten Malaka. Disamping itu ada bagian negara Timor Leste berada di wilayah Indonesia yang disebut eksklave Oecussi-Ambeno (diapit oleh kabupaten Kupang dan kabupaten Timor Tengah Utara). Perabatasan ini sudah eksis sejak era Belanda (VOC)-Portugis.

 

Pada masa kini sudah dibangun jalan paralel perbatasan di sisi Indonesia di siis timur kabupaten Belu dan kabupaten Malaka. Dengan adanya akses jalan ini tidak hanya menghubungkan dengan mudah tempat-tempat di pedalaman (membuka isolasi), juga akan dimungkinkan pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat. Jalan perbatasan NTT-Timor Leste ini dikenal sebagai Sabuk Merah Sektor Timur dari Belu hingga Malaka. Berdasarkan informasi dari Kementerian PUPR pembangunan jalan paralel perbatasan provinsi NTT  sepanjang 179,99 Km. Yang sudah teraspal, hingga 2019 mencapai sepanjang 145,17 Km. Sedangkan pada 2020 direncanakan jalan yang sudah aspal akan bertambah dan sedang dikerjakan menjadi sepanjang 164,57 Km, sehingga sisanya akan dituntaskan pada 2021 ini. Sepanjang Jalan Sabuk Merah Sektor Timur tersebut akan dibangun sebanyak 41 buah jembatan dengan panjang 1.599.

Lantas bagaimana sejarah perbatasan Indonesia di pulau Timor? Seperti disebut di atas, bahwa pada masa kini sudah mulai ada akses dengan dibangunnya jalan paralel di wilayah Indonesia. Namun sebelum mencapai kemajuan itu seperti apa situasi dan kondisi di wilayah perbatasan Indonesia di pulau Timor? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 31 Juli 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (96): Perbatasan Kalimantan, dari Tanjung Datu hingga Pulau Sebatik; Jalan Paralel Akses Perbatasan

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog Klik Disini

Salah satu perbatasan Indonesia dengan negara lain berada di pulau Kalimantan. Penarikan batas wilayah yurisdiksi dilakukan pada era Hindia Belanda-Inggris. Perbatasan di sebelah berada di Tanjung Datu dan di sebelah timur di pulau Sebatik. Tanjung dan pulau tersebut dibagi dua. Sejak penarikan perbatasan tidak segera ada infrasruktur jalan yang berarti. Untuk mencapai perbatasan terutama di pedalaman Kalimantan hanya dapat diakses melalui sungai atau jalan darat. Satu-satunya kota di perbatasan di pedalaman adalah Putussibau (dimana kemudian dibangun lapangan terbang).

Pada masa kini sudah dibangun jalan paralel perbatasan di sisi Indonesia. Dengan adanya akses jalan ini tidak hanya menghubungkan dengan mudah tempat-tempat di pedalaman (membuka isolasi), juga akan dimungkinkan pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat. Berdasarkan informasi dari Kementerian PUPR pembangunan jalan paralel perbatasan provinsi Kalimantan Barat telah tembus seluruhnya sepanjang 811.32 Km yang  terbagi menjadi dua yakni 607.81 Km berstatus jalan non nasional dan 203.51 Km jalan nasional dari Temajok di pantai barat hingga perbatasan dengan provinsi Kalimantan Timur. Sementara itu jalan perbatasan di provinsi Kalimantan Utara sepanjang 992,35 Km terdiri dari jalan paralel perbatasan sepanjang 614,55 Km dan akses perbatasan 377,8 Km. Hingga saat ini, dari 614,55 km jalan paralel perbatasan tersisa sepanjang 57 Km yang belum tembus dan 27,05 Km yang belum tembus untuk jalan akses perbatasan.

Lantas bagaimana sejarah perbatasan Indonesia di pulau Kalimantan? Seperti disebut di atas, bahwa pada masa kini sudah mulai ada akses dengan dibangunnya jalan paralel di wilayah Indonesia. Namun sebelum mencapai kemajuan itu seperti apa situasi dan kondisi di wilayah perbatasan Indonesia di pulau Kalimantan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.