Jumat, 11 Maret 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (465): Pahlawan Indonesia-Putra-Putra Jogjakartahadiningrat Studi di Belanda; Hamengkoeboewono IX

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Ada satu bagian sejarah Kesultanan Jogjakarta Hadiningrat, yakni ketika putra-putra dari kerajaan tersebut berada di Belanda dalam rangka studi. Mungkin hal itu tidak dianggap penting-penting amat, tetapi yang menarik adalah mengapa mereka melanjutkan studi ke Belanda. Di satu sisi bukankah mereka sudah berkecukupan? Dan di sisi lain lantas apa yang dicari? Salah satu putra terkenal dari Kesultanan Jogjakarta adalah Gusti Raden Mas Dorodjatun yang kelak dikenal sebagai Sultan Hamengkoeboewono IX.

Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat adalah negara dependen yang berbentuk kerajaan. Kedaulatan dan kekuasaan pemerintahan negara diatur dan dilaksanakan menurut perjanjian/kontrak politik yang dibuat oleh negara induk Kerajaan Belanda bersama-sama negara dependen Kesultanan Ngayogyakarta. Kontrak politik terakhir antara negara induk dengan kesultanan adalah Perjanjian Politik 1940 Wikisource-logo.svg (Staatsblad 1941, No. 47). Sebagai konsekuensi dari bentuk negara kesatuan yang dipilih oleh Republik Indonesia sebagai negara induk, maka pada tahun 1950 status negara dependen Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat (bersama-sama dengan Kadipaten Pakualaman) diturunkan menjadi daerah istimewa setingkat provinsi dengan nama Daerah Istimewa Yogyakarta. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah putra-putra Kesultanan Jogjakarta Hadiningrat yang mana salah satu diantaranya Gusti Raden Mas Dorodjatun melanjutkan studi ke Belanda? Seperti disebut di atas, putra-putra Kesultanan Jogjakarta Hadiningrat adalah putra-putra di  dalam lingkaran dalam kerajaan di Jogjakarta. Lalu bagaimana sejarah putra-putra Kesultanan Jogjakarta Hadiningrat melanjutkan studi ke Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (464): Pahlawan Indonesia dan Raden Mas Ario Notowirojo; Daftar Meninggal Pribumi Studi di Belanda

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Tidak semua para pionir studi ke Belanda dapat kembali pulang ke tanah air. Ada beberapa nama yang meninggal di Belanda karena sakit. Empat guru generasi pertama yang berangkat tahun 1874 ke Belanda meninggal satu persatu. Guru mudu Raden Adi Sasasmita dan Barnas Lubis meninggal tahun 1875. Guru muda Raden Soerono yang karena sakit dalam pelayaran pulang meninggal di tengah perjalanan. Lalu Willem Iskander guru senior yang menjadi pembimbing mereka juga meninggal pada tahun 1876. Masih ada lagi guru-guru muda yang meninggal setelah generasi mereka hingga meninggalnya Dr W Tehupelori tahun 1909 dan RMA Notowirojo tanggal 16 April 1913.

Riau1.com menulis artikel singkat dengan judul ‘Raden Mas Ario Notowirojo, Bangsawan Pertama Yang Tewas Karena Menuntut Ilmu Di Belanda’. Siapa mengira Raden Mas Ario Notowirojo menjadi orang berdarah biru pertama yang tewas saat menuntut ilmu di Belanda. Dia meninggal pada April 1913 dalam usia 22 tahun saat mengikuti pendidikan di sekolah dagang. Kematiannya itu membuat pria yang bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Prabu Suryodilogo ini menjadi salah satu dari lima bangsawan Indonesia yang meninggal di negeri Kincir Angin dinukil dari historia.id, Selasa, 18 Februari 2020. Sebelum meninggal ia sempat mendapat perawatan di Swiss. Namun sayang usaha medis itu tidak dapat menyelamatkan nyawanya.

Lantas bagaimana sejarah RMA Notowirojo? Seperti disebut di atas, RMA Notowirojo meninggal tahun 1913 saat tengah menjalani studi. Lalu bagaimana sejarah RMA Notowirojo? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 10 Maret 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (463): Pahlawan Indonesia - Putra-Putra Pakualaman; Noto Koesworo, Gondowinoto dan Notodiningrat

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Seperti pada artikel sebelumnya, ada satu bagian sejarah Pakualaman di wilayah Jogjakarta, yakni ketika putra-putra dari kerajaan tersebut berada di Belanda dalam rangka studi. Mungkin hal itu tidak dianggap penting-penting amat, tetapi yang menarik adalah mengapa mereka melanjutkan studi ke Belanda. Di satu sisi bukankah mereka sudah berkecukupan? Dan di sisi lain lantas apa yang dicari? Putra-putra dari Pakualaman antara lain adalah adalah Notokoesworo, Gondowinoto dan Notodiningrat.

Paku Alam adalah gelar bagi Adipati Pakualaman. Nama ini pertama kali disandang Pangeran Harya Natakusuma, adik tiri Hamengkubuwana II, ketika dinobatkan sebagai penguasa Pakualaman dengan gelar Paku Alam I oleh Pemerintah Hindia Inggris pada 29 Juni 1813. Sebelumnya, yaitu pada 17 Maret 1813, kedua pihak sepakat untuk mendirikan suatu pemerintahan baru di Yogyakarta yang bernama Kadipaten Pakualaman. Pemerintahan ini menduduki sebagian wilayah Yogyakarta yang diserahkan Hamengkubuwana II kepada Natakusuma. Hamengkubuwana II sendiri digulingkan oleh Thomas Stamford Raffles (Gubernur Jenderal Hindia Inggris waktu itu) dalam Geger Sepehi. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah putra-putra Pakualaman Notokoesworo, Gondowinoto dan Notodiningrat melanjutkan studi ke Belanda? Seperti disebut di atas, putra-putra Pakulaman adalah putra-putra di  dalam lingkaran dalam kerajaan Pakualaman. Lalu bagaimana sejarah putra-putra Pakualaman melanjutkan studi ke Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (462): Pahlawan Indonesia dan Putra-Putra dari Kesunanan Surakarta di Belanda; Hirawan dan Soemeh

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Ada satu bagian sejarah Kesunanan Surakarta Hadiningrat, yakni ketika putra-putra dari kerajaan tersebut berada di Belanda dalam rangka studi. Mungkin hal itu tidak dianggap penting-penting amat, tetapi yang menarik adalah mengapa mereka melanjutkan studi ke Belanda. Di satu sisi bukankah mereka sudah berkecukupan? Dan di sisi lain lantas apa yang dicari? Dua putra dari Kesunanan Surakarta adalah Hirawan dan Soemeh.

Kesunanan Surakarta Hadiningrat adalah sebuah kerajaan di Pulau Jawa bagian tengah yang berdiri pada tahun 1745. Selanjutnya, sebagai hasil dari Perjanjian Giyanti yang ditandatangani pada tanggal 13 Februari 1755 antara VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) dengan pihak-pihak yang bersengketa di Kesultanan Mataram, disepakati bahwa wilayah Mataram dibagi menjadi dua pemerintahan, yaitu Surakarta dan Yogyakarta. Berlakunya Perjanjian Giyanti dan Perjanjian Jatisari sejak tahun 1755 menyebabkan Surakarta menjadi pusat pemerintahan Kasunanan Surakarta, dengan rajanya Sunan Pakubuwana III; sedangkan Yogyakarta menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Yogyakarta, dengan rajanya Sultan Hamengkubuwana I. Keraton dan kota Yogyakarta mulai dibangun pada 1755, dengan pola tata kota yang sama dengan Surakarta yang lebih dulu dibangun. Adanya Perjanjian Salatiga tanggal 17 Maret 1757 turut memperkecil wilayah Kasunanan, dengan diberikannya wilayah sebelah utara keraton kepada pihak Pangeran Sambernyawa (Adipati Mangkunegara I. Kasunanan Surakarta dianggap sebagai pengganti dan penerus Kesultanan Mataram bersama dengan Kesultanan Yogyakarta, karena raja-rajanya merupakan keturunan raja-raja Mataram. Setiap raja Kasunanan Surakarta bergelar susuhunan atau sunan, sedangkan raja Kesultanan Yogyakarta bergelar sultan (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah putra-putra Kesunanan Surakarta Hadiningrat Hirawan dan Soemeh melanjutkan studi ke Belanda? Seperti disebut di atas, putra-putra Kesunanan Surakarta Hadiningrat adalh putra-putra di  dalam lingkaran dalam kerajaan di Solo. Lalu bagaimana sejarah putra-putra Kesunanan Surakarta Hadiningrat melanjutkan studi ke Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 09 Maret 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (461): Pahlawan Indonesia-Raden Koesoemo Oetojo Anggota Volksraad Pertama; Sejarah Awal Demokrasi

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Yang pertama selalu menarik untuk diperhatikan. Raden Koesoemo Oetojo adalah salah satu anggota Volksraad yang pertama (1918). Pembentukan dewan pusat (Volksraad) di Batavia sendiri adalah bentuk awal demokrasi di Indonesia (baca: Hindia Belanda).

Raden Mas Adipati Ario Koesoemo Oetoyo adalah seorang anggota Volksraad yang pernah menjabat sebagai Bupati Ngawi (1902-1905) dan Bupati Jepara (1905-1927). Oetoyo pernah aktif dan menjabat pada sejumlah organisasi dan lembaga antara lain sebagai Ketua Organisasi Pergerakan Politik Boedi Oetomo (1926-1936), anggota Dewan Pimpinan Harian Volksraad yang pertama yang didirikan Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1918, serta Wakil Ketua Chuo Sangi In (Dewan Pertimbangan Pusat) yaitu badan yang dibentuk pada tahun 1943, diketuai Ir. Soekarno, dan bertugas mengajukan usul kepada pemerintah, menjawab pertanyaan mengenai politik, dan menyarankan tindakan yang perlu dilakukan oleh pemerintahan militer Jepang. R.M.A.A. Koesoemo Oetoyo lahir pada tanggal 13 Januari 1871 dengan nama Raden Mas Oetoyo. Ia adalah cicit dari Sultan Hamengku Buwono I. Ayahanda R.M.A.A. Koesoemo Oetoyo, yaitu R.M. Soejoedi Soetodikoesoemo, ialah seorang pamong praja yang kemudian menjadi Patih di Pekalongan, yang merupakan putra Bupati Kutoarjo, R.M. Soerokoesoemo. R.M. Soerokoesoemo adalah cucu dari Sultan Hamengku Buwono I. Ibunda R.M.A.A. Koesoemo Oetoyo, yaitu R.A. Soeratinem, ialah putri dari Raden Adipati Aroeng Binang, Bupati Kebumen. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Raden Koesoemo Oetojo? Seperti disebut di atas, Raden Koesoemo Oetojo adalah salah satu anggota Volksraad pertama yang berasal dari golongan pemerintahan lokal. Lalu bagaimana sejarah Raden Koesoemo Oetojo? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (460): Pahlawan Indonesia dan Go Tjiau Yang; Orang Cina Pertama di Sekolah Eropa (HBS Semarang)

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Pada era Pemerintah Hindia Belanda paling tidak sudah terdapat sekolah menengah (HBS). Sekolah HBS itu ada di Batavia, Soerabaja dan di Semarang. Orang Cina pertama yang bersekolah di HBS Semarang adalah Go Tjiau Yang. Apakah ada siswa Cina yang bersekolah di HBS Batavia dan HBS Soerabaja yang mendahuluii Go Tjiau Yang?

Sementara itu orang pribumi pertama di HBS Semarang adalah Raden Kartono (abang dari RA Kartini. Raden Kartono lulus dari HBS Semarang pada tahun 1896. Raden Kartono kemudian pada tahun yang sama berangkat studi ke Belanda (di Universiteit te Delft). Sejak Raden Kartono studi di Belanda, dalam perkembangannya semakin banyak lulusan HBS Semarang yang studi ke Belanda apakah orang Cina maupun orang pribumi. Bagaimana dengan di HBS di Batavia dan HBS Semarang?

Lantas bagaimana sejarah Go Tjiau Yang? Seperti disebut di atas, Go Tjiau Yang adalah orang Cina pertama studi di sekolah Eropa (HBS) di Semarang. Lalu bagaimana sejarah Go Tjiau Yang? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.