Kamis, 06 Oktober 2022

Sejarah Bangka Belitung (31): Para Pelaut di Bangka Belitung;Navigasi Pelayaran Tempo Dulu hingga Era Pemerintah Hindia Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini

Sejarah navigasi pelayaran sudah ada jauh di masa lampau. Sebelum orang Tiongkok melaut, penduduk nusantara sudah menjadi pelaut. Kehadiran pelaut asing dari arah barat, India, Persia, Arab dan Eropa menambah dinamika para peluat di laut nusantara. Sejarah navigasi pelayran nusantara diduga berkembang lebih awal di pantai timur Sumatra dan panrtai utara Jawa. Mengapa. Dalam posisi inilah penting diperhatikan sejarah navigasi dan pelaut di Bangka dan Belitung.


Pelaut adalah orang yang bekerja di atas kapal sebagai bagian dari awaknya, dan dapat bekerja di salah satu dari sejumlah bidang yang berbeda yang terkait dengan operasi dan pemeliharaan kapal. Hal ini mencakup seluruh orang yang bekerja di atas kapal. Selain itu sering pula disebut dengan Anak Buah Kapal atau ABK. Profesi pelaut sudah lama ada, dan istilah pelaut memiliki asal-usul etimologis pada saat kapal layar menjadi moda transportasi utama di laut sejak jaman dahulu. Setiap pelaut atau awak kapal yang sedang bekerja di atas kapal memiliki jabatan tertentu dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing demi kelancaran operasional kapal tersebut. Awak kapal umumnya dibagi dalam 4 kategori utama, yaitu departemen dek, departemen mesin, departemen stewart, dan departemen lainnya. Tanggung jawab utama terletak di tangan nakhoda selaku pemimpin pelayaran. Jabatan perwira di departemen dek termasuk, tetapi tidak terbatas pada: nakhoda, mualim I, mualim II dan mualim III. Klasifikasi resmi untuk anggota yang tidak berijasah pada departemen dek adalah jurumudi dan kelasi. Mualim I bertanggung jawab pada muatan kapal. Mualim II menjadi petugas medis jika terjadi keadaan darurat medis di atas kapal, selain tanggung jawab utamanya sebagai perwira navigasi yang membuat rute pelayaran. Semua mualim bertugas di anjungan bersama dengan jurumudi selama 4 jam pagi dan 4 jam sore bergiliran saat kapal berlayar di laut (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah pelaut di Bangka Belitung? Seperti disebut di atas, pelaut adalah orang yang bekerja di kapal/perahu laut. Sejarah pelaut di Indonesia bermula seiring dengan sejarah navigasi pelayaran tempo doeloe hingga era pemerintah Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah pelaut di Bangka Belitung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bangka Belitung (30):Orang Laut di Belitung Tempo Dulu; Kini. Orang Sekak di Bangka - Orang Ameng Sewan di Belitung


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini  

Apakah masih ada orang laut yang masih hidup dengan kehidupannya di laut Indonesia? Mungkin ada mungkin tidak. Yang pasti tempo doeloe orang laut sudah dikenal luas karena dikenal hidup di laut. Pada masa itu, navigasi pelayaran di laut masih menjadi moda transportasi yang penting. Orang Laut menjadi bagian tak terpisahkan dalam navigasi pelayaran. Bagaimana dengan orang Laut sendiri di Bangka dan Belitung tempo doeloe?


Suku Laut atau sering juga disebut Orang Laut adalah suku menghuni kepulauan Riau. Istilah Orang Laut mencakup "berbagai suku dan kelompok yang bermukim di pulau-pulau dan muara sungai di kepulauan Riau-Lingga, pulau Tujuh, kepulauan Batam, dan pesisir dan pulau-pulau di lepas pantai Sumatra Timur dan Semenanjung Malaya bagian selatan." Sebutan lain adalah Orang Selat. Orang Laut dirancukan dengan suku bangsa maritim lainnya, Orang Lanun. Secara historis, Orang Laut adalah perompak. Mereka menjaga selat-selat, mengusir bajak laut, memandu para pedagang ke pelabuhan kerajaan-kerajaan. Bahasa Orang Laut memiliki kemiripan dengan Bahasa Melayu. Saat ini mereka umumnya bekerja sebagai nelayan. Seperti suku Bajau, Orang Laut dijuluki sebagai "kelana laut", karena berpindah-pindah di atas perahu. Orang Laut memegang peranan penting dalam mendukung kejayaan kerajaan-kerajaan di Selat Malaka. Pada zaman Sriwijaya mereka berperan sebagai pendukung imperium. Saat Belanda bermaksud menyerang Johor yang mulai bangkit menyaingi Malaka--yang pada abad ke-17 direbut Belanda atas --Sultan Johor mengancam untuk memerintahkan Orang Laut untuk menghentikan perlindungan Orang Laut pada kapal-kapal Belanda. Pada 1699 Sultan Mahmud Syah, keturunan terakhir wangsa Malaka-Johor, terbunuh. Orang Laut menolak mengakui wangsa Bendahara yang naik tahta sebagai sultan Johor yang baru. Ketika pada 1718 Raja Kecil, mengklaim hak atas tahta Johor, Orang Laut memberi dukungannya. Namun dengan dukungan prajurit-prajurit Bugis Sultan Sulaiman Syah dari wangsa Bendahara berhasil merebut kembali tahta Johor. Dengan bantuan orang-orang Laut (orang suku Bentan dan orang Suku Bulang) membantu Raja Kecil mendirikan Kesultanan Siak. Pada abad ke-18 peranan Orang Laut sebagai penjaga Selat Malaka untuk Kesultanan Johor-Riau pelan-pelan digantikan oleh suku Bugis (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Orang Laut di Bangka dan Belitung tempo doeloe? Seperti disebut di atas pada masa ini disebut keberadaan Orang Sekak di Bangka dan Orang Ameng Sewan di Belitung. Orang Laut hidup di laut. Lalu bagaimana sejarah Orang Laut di Belitung tempo doeloe? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 05 Oktober 2022

Sejarah Bangka Belitung (29):Kota Manggar Tempo Dulu, Pantai Timur Belitung; Muara Sungai Manggar - Gunung Boeroeng Mandi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini 

Manggar pada dasarnya nama kuno, nama yang berasal dari masa lampau. Nama Manggar mirip dengan nama Manggarai. Mangga adalah nama tempat pada masa lalu. Mangga dalam hal ini dibedakan dengan mangga sebagai buah/pohon. Nama tempat Mangga sejaman dengan nama tempat Nangga. Nama tempat Nanggar ditemukan di Tapanuli Selatan dan Simalungun hingga pulau Madura. Lagu Si Nanggar Tullo terkenal dari tanah Batak. Hal itulah mengapa nama Manggar di pulau Belitung diduga memiliki sejarah yang panjang. Nama tempat Manggar juga ditemukan antara lain di Kalimantan Timur.


Manggar adalah sebuah kecamatan dan sekaligus ibu kota dari Kabupaten Belitung Timur di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Manggar awalnya didirikan sebagai pusat penambangan timah pada abad ke-19. Pada dasawarsa 1860-an, seorang ahli tambang Belanda dari Billiton Maatschappij yang bernama De Groot menjelajahi wilayah Manggar dan membentuk sebuah distrik penambangan yang disebut Burung Mandi Lenggang. Pada tahun 1863, sebuah tambang timah didirikan di sebelah kanan Sungai Manggar, dan nama distriknya pun diganti menjadi Manggar pada tahun 1866. Para pendatang dari Tiongkok diperbolehkan masuk ke Manggar pada 8 Oktober 1871, dan tanggal inilah yang dipilih sebagai hari jadi Manggar. Pada akhir tahun 1945, ketika Revolusi Nasional Indonesia sedang berlangsung, aparat Belanda menduduki kembali kota ini, walaupun mereka menghadapi perlawanan dari Tentara Nasional Indonesia. Pada dasawarsa 1980-an, Kecamatan Manggar sudah menjadi salah satu dari empat kecamatan di Pulau Belitung. Manggar menjadi ibu kota Kabupaten Belitung Timur setelah pembentukan kabupaten tersebut pada tahun 2003. Kecamatan Manggar terbagi menjadi sembilan desa: Kelub, Padang, Lalang, Lalang Jaya, Kurnia Jaya, Baru, Bentaian Jaya, Mekar Jaya, dan Buku Limau. Tokoh terkenal Yusril Ihza Mahendra (kelahiran 1956) dan Basuki Tjahaja Purnama (kelahiran 1966) (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Manggar tempo doeloe dan pertambangan timah? Seperti disebut di atas, kota Manggar berada di muara sungai Manggar di pantai timur pulau Belitung. Kota ini menjadi penting karena pertambangan timah di gunung Burung Mandi. Lalu bagaimana sejarah Manggar tempo doeloe dan pertambangan timah? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bangka Belitung (28): Kota Sijuk Tempo Doeloe, Kota Tua di Pantai Utara Pulau Belitung; Sejarah Tambang Timah


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini 

Kota Sijuk tidak sejuk, karena kota berada di pantai utara pulau Belitung. Namun sangat sejuk memandang ke horizon di Laut Cina Selatan. Namun yang lebih penting kota Sijuk, berada di suatu wilayah/Kawasan strategis. Pada masa lampau Sijuk terhubung ke barat di pulau Bangka dan pantai timur Sumatra, dan ke timur di pulau Karimatan dan pantai barat Kalimantan. Hal itulah mengapa dulu Sijuk penting. Bagaimana pada masa kini?


Sijuk adalah sebuah kecamatan di kabupaten Belitung, provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Wisata unggulan kabupaten Belitung, banyak berada di kecamatan Sijuk, terutama objek wisata pantai, seperti Pantai Tanjung Tinggi, Pantai Tanjung Kelayang, dan Pantai Tanjung Binga. Kecamatan Sijuk terdiri dari 10 desa: Batu Itam, Terong, Air Seruk, Air Selumar, Tanjung Binga, Keciput, Sijuk, Sungai Padang, Pelepak Pute, dan Tanjong Tinggi. Pusat Pemerintahan Kecamatan Sijuk adalah di Desa Sijuk. Secara geografis Kecamatan Sijuk terletak terletak disebelah Utara, dengan batas wilayah sebagai berikut; Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Cina Selatan; Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Belitung Timur; Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tanjungpandan & Kecamatan Badau; Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Natuna. Surau Tertua di Belitung, Masjid Sijuk yang Berdiri Sejak 1817. Dalam poster tertulis, Masjid Sijuk dibangun oleh seorang bernama Tuk Dong yang kabarnya merupakan seorang penyebar agama Islam dari Kalimantan. Di Sijuk juga pernah terjadi pertempuran melawan NICA/Belanda 1945 di sekitar dekat jembatan di Desa Air Seruk Kecamatan Sijuk. Pertempuran sengit itu terjadi pada tanggal 25 November 1945. Pertempuran saat itu dipimpin Lettu Daud Malik (berbagai sumber).

Lantas bagaimana sejarah kota Sidjoek tempo dpeloe, kota pantai di bagian utara pulau Belitung? Seperti disebut di tas, kota Sijuk dahulunya sudah menjadi salah satu pusat perdagangan timah dimana pertambangan timah ditemukan di wilayah pedalaman. Lantas bagaimana sejarah kota Sidjoek tempo dpeloe, kota pantai di bagian utara pulau Belitung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 04 Oktober 2022

Sejarah Bangka Belitung (27): Kota Tanjung Pandan, Dulu Lebih Besar dari Muntok dan Pangkal Pinang; Kini Kota Kedua di Babel


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini  

Tanjung Pandan pada dasarnya adalah kota tua, kota yang berada di pulau Belitung. Tanjung Pandan sejak doeloe sudah menjadi pusat perdagangan di pulau Belitung dan sekitar. Pada saat permulaan cabang Pemerintah Hindia Belanda, Residen berkedudukan di Muntok dan Asisten Residen berkedudukan di Tanjung Pandan. Pada fase ini kota Tanjung Panda jauh lebih besar dari kota Pangkal Pinang. Ketika ibu kota residentie relokasi dari Muntok ke Pangkal Pinang, kota Tanjoeng Pandang berkembang pesat melampaui kota Muntok dan kota Pangkal Pinang. Kota Tanjung Pandang dapat dikatakan kota sepanjang masa.


Tanjungpandan adalah sebuah kecamatan yang berada di Kabupaten Belitung, provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yang sekaligus menjadi ibu kota dari kabupaten Belitung. Tanjungpandan adalah kota pelabuhan dimana pelabuhan dikelola oleh BUMN PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) Cabang Tanjungpandan. Kecamatan Tanjungpandan terdiri dari 7 kelurahan dan 9 desa, yakni: Kampong Damai, Kota Tanjungpandan, Lesung Batang, Paal Satu, Pangkal Lalang, Parit, Tanjung Pendam. Selain itu adalah desa-desa Aik Ketekok, Aik Pelempang Jaya, Aik Rayak, Air Merbau, Air Saga, Buluh Tumbang, Dukong, Juru Seberang dan Perawas. Penduduk asli kabupaten Belitung atau juga pulau Belitung adalah suku Sawang. Selain suku Sawang ada juga suku lainnya seperti suku Lingge, suku Ulim, suku Juru dan suku Parak, yang masih erat dengan budaya Melayu, dan merupakan suku mayoritas di Belitung, demikian halnya di kecamatan Tanjungpandan, selain suku Melayu, terdapat beragama etnis lain, dengan jumlah signifikan yakni Tionghoa, kemudian ada juga suku Jawa, Sunda, Batak, Minangkabau, dan suku lainnya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik kabupaten Belitung 2021 agama yang dianut penduduk Tanungpandan sangat beragam dengan mayoritas menganut agama Islam yakni 87,50 persen (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Tanjung Pandan, yang dulu kota lebih besar dari Muntok dan Pangkal Pinang? Seperti disebut di atas, ibu kota di pulau Belitung dari masa ke masa berada di Tanjung Pandan, sementara ibu kota di pulau Bangka awalnya di Muntok kemudian relokasi ke Pangkal Pinang. Pada masa ini kota Tanjung Pandan, kota kedua di (provinsi) Bangka Belitung (setelah ibu kota provinsi di Pangkal Pinang). Lalu bagaimana sejarah Tanjung Pandan, yang dulu kota lebih besar dari Muntok dan Pangkal Pinang? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bangka Belitung (26): Pulo Belitung Antara Pulau Bangka dan Selat Karimata; Kalau Sangka Jauh di Mata, Dekat di Hati


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini 

Nama pulau Belitung sudah dikenal sejak lama. Namun namanya pasang surut, tenggelam. diantara nama-nama besar: nama pulau Bangka dan nama selat Karimata. Saya baru kali ini memperhatikan pulau Belitung. Semua itu karena di dalam perjalanan hidup saya yang pernah berkunjung ke seluruh wilayah di Indonesia, saya baru menyadari dan dapat dikatakan ternyata saya belum pernah mengunjungi pulau Belitung. Boleh jadi saya telah melewatinya baik melalui moda transportasi laut maupun transportasi udara. Ketika pernah berkunjung ke pulau Bangka, tampaknya saya hanya terbatas di pulau Bangka. Kalau disangka jauh di mata, tetapi kini dekat di hati.


Belitung, atau Belitong (bahasa setempat, diambil dari nama sejenis siput laut), dulunya dikenal sebagai Billiton adalah sebuah pulau di lepas pantai timur Sumatra, diapit oleh Selat Gaspar dan Selat Karimata. Pulau ini terkenal dengan lada putih (Piper sp.) yang dalam bahasa setempat disebut sahang dan bahan tambang tipe galian-C seperti timah putih, pasir kuarsa, tanah liat putih (kaolin), dan granit. Akhir-akhir ini menjadi tujuan wisata alam alternatif. Pulau ini dahulu dimiliki Britania Raya (1812), sebelum akhirnya ditukar kepada Belanda, bersama-sama Bengkulu, dengan Singapura dan New Amsterdam (sekarang bagian kota New York). Kota utamanya adalah Tanjung Pandan. Pulau Belitung terbagi menjadi 2 kabupaten yaitu Kabupaten Belitung, beribukota di Tanjung Pandan, dan Belitung Timur, beribukota Manggar. Sebagian besar penduduknya, terutama yang tinggal di kawasan pesisir pantai, sangat akrab dengan kehidupan bahari yang kaya dengan hasil ikan laut. Sumber daya alam yang tak kalah penting bagi kehidupan masyarakat Belitung adalah timah. Usaha pertambangan timah sudah dimulai sejak zaman Hindia Belanda. Penduduk Pulau Belitung terutama adalah suku Melayu (bertutur dengan dialek Belitung) dan keturunan Tionghoa Hokkien dan Hakka (Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah pulau Belitung, antara pulau Bangka dan pulau Karimata? Seperti disebut di atas, nama pulau Belitung sudah dikenal sejak lama, namun pasang surut tenggelam di bawah nama besar Bangka dan Karimata. Kini, siapa sangka jauh di mata tetapi dekat di hati. Lantas bagaimana sejarah pulau Belitung, antara pulau Bangka dan pulau Karimata? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.