Minggu, 23 Oktober 2022

Sejarah Lampung (11): Marga di Lampung, Kuria di Batak dan Laras di Minangkabau; Sistem Federasi Pemerintahan Basis Marga


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini  

Marga di Tanah Batak berbeda dengan marga di Tanah Lampung. Marga di Tanah Batak antara lain Harahap, Nasution, Siregar dan Lubis. Sistem (pemerintahan adat) marga di Lampung kurang lebih sama dengan system (pemerintahan adat) kuria di Angkola Mandailing (Tapanuli Bagian Selatan). Sistem pemerintahan adat (wilayah) Minangkabau disebut laras dan di wilayah lainnya kurang lebih sama dengan nama yang berbeda seperti negeri. Sistem pemerintahan adat ini yang kemudian menjadi basise penyusunanan pemerintahan lokal pada era Pemerintah Hindia Belanda.


Masyarakat adat Lampung terdiri atas dua sistem pemerintahan adat yakni Masyarakat Komunitas Adat Budaya Lampung Saibatin (Peminggir/Pesisir) dan Masyarakat Komunitas Budaya Lampung Penyimbang (Pepadun/Pedalaman). Masyarakat Komunitas Adat Budaya Saibatin dari dahulu hingga saat ini dinamakan Masyarakat Adat Lampung Peminggir (Pesisir). Karena sebagian besar berdomisili di sepanjang pantai timur, selatan dan barat Lampung. Beberapa kepaksian serta kemargaan yang menggunakan sistem pemerintahan adat Saibatin antara lain: Bandar Lima Way Lima, Bandar Enom Semaka, untuk di Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak Kepaksian Pernong, Kepaksian Nyerupa, Paksi Buay Belunguh, Paksi Buay Bejalan Diway. Masyarakat Komunitas Budaya Lampung Penyimbang atau yang sering kali juga dinamakan Masyarakat Komunitas Budaya Lampung Pepadun berdiam didaerah pedalaman Lampung. Beberapa kemargaan yang menggunakan sistem pemerintahan budaya Penyimbang antara lain: Abung Siwo Mego, Mego Pak Tulangbawang, Pubian Telu Suku, Buway Lima Way Kanan dan Bunga Mayang Sungkay, Marga Melinting peminggir, Marga Teluk Peminggir, Marga Pemanggilan Peminggir, Marga Rebang Semendo. Secara keseluruhan masyarakat Lampung terdiri atas beberapa kepaksian dan 83 kemargaan yang terhimpun dalam kemargaan dan kebuwayan (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah marga di Lampung, kuria di Angkola Mandailing Tanah Batak? Seperti disebut di atas, sistem pemerintahan adat (marga. Kurian, laras dan lainnya) dijadikan Pemerintah Hindia Belanda sebagai basis penyusunan pemerintahan lokal. Tidak seperti di Jawa, di zaman sebelumnya, sistem monarki tidak dikenal di Sumatra (seperti di Jawa) tetapi yang ada adalah sistem federasi (basis pemerintahan adat). Lalu bagaimana sejarah marga di Lampung, kuria di Angkola Mandailing Tanah Batak? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Lampung (10): Batu Berak Situs Kuno di Wilayah Pedalaman, Batu Sejajar? Situs Megalitik Zaman Prasejarah Lampung


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini  

Situs megalitik adalah penanda sejarah dimana terdapat awal peradaban. Adanya situs megalitik mengindikasikan terbentuknya populasi pendudk pada zaman kuno. Zaman serupa ini kerap disebut era prasejarah. Situs megalitik di Indonesia ditemukan di banyak tempat seperti Sulawesi Tengah (Lembah Napu, Lembah Besoa, Lembah Bada, Danau Lindu), Sumatra Utara (danau Toba) dan Lampung. Situs megalitik Gunung Padang di Jawa Barat (Cianjur) kini dalam tahap penyelidikan.


Situs Batu Berak merupakan salah satu peninggalan yang berasal dari masa prasejarah. Situs Batu Berak ini terletak di desa Pekon Purawiwitan, kecamatan Kebun Tebu, Lampung Barat. Situs ini juga disebut situs megalitik Kebon Tebu. Situs ini juga telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh pemerintah Indonesia (SK: 3 Maret 2004). Sejarah Singkat, Lengkap dengan Strukturnya Dilansir dari laman Kemdikbud, Rabu (10/8/2022), peninggalan situs ini berupa dolemn berjumlah 30 buah yang terbuat dari batu monolit. Batu itu dalam posisi berjejer arah utara-selatan. Konon ini merupakan suatu formasi berbentuk orientasi tersendiri sepanjang kurang lebih 300m. Dua dolmen terbesar berukuran 315 x 210 x 66 cm dan 310 x 225 x 50 cm. Kaki dolmen rata-rata berjumlah tiga dan empat, ada juga yang enam. Berak merupakan istilah dari bahasa Lampung yang artinya sejajar. Jika diartikan, Batu Berak berarti batu sejajar. Batu Berak pertama kali ditemukan oleh Badan Rekonstruksi Nasional (BRN) pada tahun 1951. Tak lama ditemukan, situs ini diteliti oleh seorang arkeolog bernama Prof. Dr. Aris Soekandar sekitar tahun 1980. Luas seluruh komplek situs megalitik Batu Berak ini diperkirakan mencapai 3 hektare. Hasil penelitian ternyata Batu Berak dulunya ternyata merupakan tempat pemujaan. Bahkan, ada yang menyebut pemakaman pada zaman animisme. Penelitian tersebut juga menemukan beberapa jenis peninggalan berupa dolmen, menhir, batu datar, manik-manik kaca dan juga batu umpak, dan batu lumpang yang dibangun di bukit kecil dan dikelilingi sungai, sawah, dan empang. Sebelum dibuka untuk umum, situs ini sudah pugar empat kali. Pemugaran dilakukan pada tahun 1984 hingga 1989. Usai dipugar, pada tahun 1989, komplek situs Batu Berak dibuka untuk umum (https://lampung.inews.id/).

Lantas bagaimana sejarah Batu Berak, Batu Sejajar di wilayah pedalaman Lampung? Seperti disebut di atas, situs megalitik menandai peradaban awal di zaman kuno. Situs megalitik aaman kuno prasejarah Lampung ditemukan di desa Pekon Purawiwitan, kecamatan Kebun Tebu, kabupaten Lampung Barat. Lantas bagaimana sejarah Batu Berak, Batu Sejajar di wilayah pedalaman Lampung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 22 Oktober 2022

Sejarah Lampung (9): Populasi Penduduk di Lampung Masa ke Masa; Zaman Kuno, Era VOC dan Transmigrasi Era Hindia Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini 

Penduduk asli Lampung adalah orang Lampung sendiri. Sejak zaman kuno sudah ada pendatang yang datang ke (wilayah) Lampung. Para pendatang semakin massif pada era VOC/Belanda, terumata orang Malayu, orang Jawa dan orang Bugis. Tentu saja orang Banten. Populasi penduduk di wilayah (district/residetenti) Lampong pada era Pemerintah Hindia Belanda semakin drastic bertambag seiring dengan program transmigrasi (yang terus berlangsung pada era Republik Indonesia). Pada masa ini populasi penduduk (provinsi) Lampung sebanyak 7.5 juta dengan komposisi hanya 13.6 persen orang Lampung.

 

Provinsi Lampung menjadi salah satu provinsi di Indonesia di luar Pulau Jawa, tempat mayoritas penduduknya adalah suku Jawa. Pada tahun 2010 total populasi sebanyak 64,17% yang kebanyakkan berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, dan sebagian Jawa Barat. Sementara penduduk asli yakni suku Lampung berjumlah 13,56%. Diposisi ketiga ada Sunda berjumlah 11,88% (sudah gabungan suku Sunda asal Jawa Barat dan juga Sunda asal Banten). Banyaknya etnis pendatang dari pulau Jawa ke provinsi Lampung disebabkan pulau Jawa yang tidak begitu besar tetapi penduduknya cukup ramai dan padat maka diadakan transmigrasi besar-besaran ke pulau lain khususnya pulau Sumatra di provinsi Lampung. Diposisi keempat dan kelima ada suku Melayu dengan persentase 5,64% dan juga Bali 1,38%. Suku Melayu sudah termasuk semua sub-suku Melayu asal Sumatra Selatan yang ada di provinsi Lampung seperti: Ogan, Semendo, Mesuji, dan Palembang. Masyarakat Melayu asal Sumatra Selatan seperti Ogan, Semendo, Mesuji, dan Palembang dapat ditemukan signifikan karena wilayah Sumatra Selatan dan Lampung berdekatan bahkan berbatasan langsung, mereka juga sudah lama bermigrasi ke provinsi Lampung (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah prasasti-prasasti di Lampung? Apakah sejarah Lampung terkait dengan sejarah Sriwijaya? Lalu apakah keberadaan prasasti di Lampung memiliki peninggalan zaman kuno yang lain seperti candi? Pertanyaan-pertanyaan tersebut tentu saja tidak penting-penting amat, tetapi jika digabungkan untuk menjawab satu pertanyaan tunggal  bisa memiliki makna: Apakah sejarah Lampung bermula di danau Ranau? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Lampung (8): Prasasti di Kampong Palas Pasemah, Wai Pisang Wai Sekampung Lampung; Geomorfologi Wilayah abad ke-7


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini 

Hanya ada beberapa prasasti kuno di pulau Sumatra, yang diduga berasal dari abad ke-7. Dua yang penting adalah prasasti Kedoekan Boekit (682 M) dan prasasti Talang Tuwo (684). Dua prasati ini ditemukan di kota Palembang yang sekarang. Satu prasasti penting lainnya adalah prasasti Kota Kapur di pantai barat pulau Bangka (686 M). Dalam hubungan ini ada tiga prasasti lagi, yang diduga berasal dari abad ke-7, yakni prasasti Karang Brahi, Bangko (Jambi), prasasti Telaga Batur (Palembang) dan prasasti Palas Pasemah (Lampung). Isi tiga prasasti terakhir mirip denga nisi prasasti Kota Kapur. Oleh karena itu prasasti di kampong Palas Pasemah juga diduga berasal dari abad ke-7.


Prasasti Palas Pasemah adalah sebuah prasasti pada batu peninggalan Sriwijaya, ditemukan di Palas Pasemah, di tepi Way (Sungai) Pisang, Lampung. Ditulis dengan aksara Pallawa dan bahasa Melayu Kuno sebanyak 13 baris. Meskipun tidak berangka tahun, tetapi dari bentuk aksaranya diperkirakan prasasti itu berasal dari akhir abad ke-7 Masehi. Isinya mengenai kutukan bagi orang-orang yang tidak tunduk kepada Sriwijaya. Batu ini ditemukan oleh warga desa pada 5 April 1956 di Kali Pisang, anak sungai Way Sekampung, Desa Palas Pasemah, Kabupaten Lampung Selatan. Pada tahun 1979, Prof. Dr. Buchari, seorang ahli benda benda bersejarah, tulisan kuno yang ada di batu itu merupakan prasasti peninggalan dari Kerajaan Sriwijaya (artikelnya "An Old Malay Inscription of Srivijaya at Palas Pasemah (South Lampung)". Isi prasasti tersebut mirip dengan prasasti kutukan lainnya seperti Prasasti Karang Brahi (Jambi) dan Prasasti Kota Kapur (Bangka). Isi: Salam, hormat kepada semua dewa, yang maha kuat, yang melindungi Sriwijaya. Hormat juga kepada Tadrum Luah, dan semua dewa yang mengawasi sumpah kutukan ini. Jika ada orang atau rakyat di bawah kekuasaanku, yang tunduk pada kerajaan, memberontak, berkomplot dengan pemberontak, bicara dengan pemberontak, tahu pemberontak, tidak tunduk takzim dan setia padaku dan pada mereka yang telah dinobatkan sebagai datu. Orang-orang tersebut akan terbunuh oleh sumpah kutukan ini. Kepada penguasa Sriwijaya, diperintahkan untuk menghancurkannya. Mereka akan dihukum bersama seluruh anggota marga dan keluarganya. Orang yang berniat buruk, yang membuat prang menghilang, membuat orang sakit, membuat orang gila, mengucapkat jampi-jampi, meracuni orang dengan upas dan tuba, dengan racun yang terbuat dari akar-akaran dan tanaman merambat, menjalankan ilmu pengasih (supaya orang jatuh cinta), biarlah mereka dijatuhkan dari keberuntungan dan dibenci masyarakat, karena berlaku buruk. Tetapi, mereka yang patuh dan setia kepadaku dan mereka kunobatkan sebagak datuk akan memperoleh segala keberuntungan dalam usahanya, termasuk marga dan keluarga mereka. Sukses itu memberi sejahtera, sehat, aman yang berlimpah kepada negara (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah prasasti di kampong Palas Pasemah daerah aliran sungai Pisang, hulu sungai Way Sekampung Lampung? Seperti disebut di atas, prasasti ini didga berasal dari abad ke-7 (era Sriwijaya). Kampong Palas Pasemah sendiri kini berada jauh di belakang pantai di pedalaman. Dalam hal ini menarik diperthatikan bagaimana situasi dan kondisi geomorfologis wilayah pada abad ke-7 termasuk di Lampung. Lalu bagaimana sejarah prasasti di kampong Palas Pasemah daerah aliran sungai Pisang, hulu sungai Way Sekampung Lampung?  Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 21 Oktober 2022

Sejarah Lampung (7): Tradisi di Lampung; Bahasa Aksara Pangan Pakaian Arsitektur Peralatan Musik Tari Keluarga Pemerintahan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini  

Setiap wilayah adat di Indonesia memiliki tradisi yang diwariskan dan terus dilestarikan. Bahasa adalah unsur kebudayaan yang diwariskan dari generasi ke generasi. Namun dalam perjalanannya bahasa dapat berubah karena ada pengaruh kebudayaan lain. Adanya aksara adalah bentuk lebih lanjut dari tradisi berbahasa. Di Lampung, rumah plus sesat menjadi ruang kehidupan yang diperkaya dengan pakaian peralatan. Pada lingkungan komunal terdapat music tradisi dan tarian tradisi. Lebih luas dari itu, pada basis komunal terbentuk sistem pemerintahan tradisi.


Suku Lampung yang biasa disebut dalam bahasa Lampung Api ‘Ulun Lappung, bahasa Lampung Nyo ‘Jamma Lappung’ adalah suku bangsa pribumi yang berasal dari Provinsi Lampung yang berada pada bagian ujung selatan pulau Sumatra. Pada awal mulanya, suku Lampung berdiam di tengkuk Gunung Pesagi. Wilayah suku Lampung selain di provinsi Lampung juga tersebar di wilayah lainnya seperti: di sebagian provinsi Sumatra Selatan tepatnya di sekitar Danau Ranau, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan yang juga berdekatan bahkan berbatasan dengan provinsi Lampung. Suku Lampung juga tersebar di desa-desa di perbatasan antara Bengkulu dan Lampung, tersebar di desa Merpas, Nasal, Kaur di Bengkulu serta dapat juga ditemukan komunitas masyarakat Lampung di provinsi Banten tepatnya di desa Cikoneng kecamatan Anyar, kabupaten Serang. Masyarakat Adat Lampung terdiri atas dua sistem Pemerintahan Adat yakni Masyarakat Komunitas Adat Budaya Lampung Saibatin (Peminggir/Pesisir) dan Masyarakat Komunitas Budaya Lampung Penyimbang (Pepadun/Pedalaman). Masyarakat Lampung terdiri atas 4 Kepaksian dan 83 kemargaan yang terhimpun dalam kemargaan dan kebuwayan, tersebut antara lain: Bandar Lima Way Lima; Marga Teluk Peminggir; Marga Pemanggilan Peminggir; Marga Abung (Federasi Abung Siwo Migo); Marga Rebang Semendo; Masyarakat /Marga Way Kanan (Federasi Buay Lima Way Kanan); Masyarakat Marga Melinting; Masyarakat Marga Tulang Bawang (Federasi Mego Pak Tulang Bawang); Kepaksian Pernong Sekala Brak; Paksi Buay Belunguh; Paksi Buay Bejalan Diway; Kepaksian Nyerupa (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah tradisi di Lampung? Seperti disebut tradisi adalah akar budaya dan budaya yang lestari sepanjang masa (kebudayaan). Unsurnya tidak terbatas, tetapi umumnya, dan secara khusus di Lampung diidentifikasi bahasa dan aksara, rumah dan sesat, pakaian dan peralatan, musik dan tarian, keluarga dan pemerintahan dan sebagainya. Lalu bagaimana sejarah tradisi di Lampung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Lampung (6):Tulang Bawang, Suatu Kerajaan Bagaimana Data? Prasasti Palas Pasemah - Geomorfologi Wilayah Lampung


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini  

Dalam narasi sejarah masa kini, disebut Kerajaan Tulang Bawang pernah eksis di wilayah dimana kini (provinsi) Lampung. Tentulah itu menarik untuk diperhatikan, karena disebut salah satu kerajaan tertua di Indonesia. Namun di dalam narasi, sejarahnya kurang terinformasikan. Hal itu karena minimnya data tentang keberadaan kerajaan. Bagaimana dengan keberadaan prasasti Palas Pasemah yang disebut berasal dari abad ke-7. Tentu itu menjadi penting jika dikaitkan dengan sejarah geomorfologis wilayah Lampong.


Kerajaan Tulang Bawang adalah salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang pernah berdiri di Lampung. Sumber sejarah yang dijadikan acuan para sejarawan adalah catatan I-Tsing, seorang biksu China yang pernah mengunjungi Nusantara pada abad ke-7. Letak Kerajaan Tulang Bawang diperkirakan berada di wilayah yang sekarang disebut Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung. Nama kerajaan ini diduga memudar dengan sendirinya karena tertutup oleh kebesaran Kerajaan Sriwijaya. Letak Kerajaan Tulang Bawang dari catatannya, diketahui bahwa I-Tsing pernah singgah di kerajaan yang ia sebut sebagai To-Lang Po-Hwang (Tulang Bawang), yang berada di pedalaman Pulau Sumatera. Karena kurangnya sumber sejarah, ibukota Kerajaan Tulang Bawang belum dapat diketahui secara pasti hingga saat ini. Akan tetapi, seorang ahli sejarah bernama Dr. J. W. Naarding menduga bahwa pusat pemerintahan kerajaan ini berada di hulu Way Tulang Bawang, tepatnya berada pada sekitar 20 km dari pusat Kota Menggala. Setelah pengaruh Sriwijaya pudar, Singasari menguasai wilayah Lampung, setelah Singasari mengalami kemunduran, wilayah ini dibawah kekuasaan Majapahit dan diserahkan kepada Adityawarman, setelah bubarnya Majapahit wilayah ini berdiri Kepaksian Skala Brak (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah kerajaan Tulang Bawang, bagaimana datanya? Seperti disebut di atas, dalam narasi sejarah masa kini disebut Kerajaan Tulang Bawang pernah eksis, namun kurang terinformasikan karena minimnya data pendukung. Dalam hal ini bagaimana dengan prasasti Palas Pasemah dan geomorfologi wilayah Lampung? Lantas bagaimana sejarah kerajaan Tulang Bawang, bagaimana datanya? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.