Rabu, 14 Desember 2022

Sejarah Madura (36): Lapangan Terbang di Pulau Madura, Bermula di Gili Anyar, Kini di Sumenep (Surabaya, Denpasar, Mataram)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini  

Apakah ada sejarah lapangan terbang di pulau Madura? Yang terinformasikan adalah lapangan terbang di Sumenep yang dibangun pada tahun 1970an. Lapangan terbang di Sumenep diberi nama bandara (bandar udara) Trunojoyo. Lapangan terbang Sumenep ini hingga kini masih eksis. Dalam, hubungan sejarah lapangan terbang di pulau Madura, apakah pernah eksis lapangan terbang pada era Pemerintah Hindia Belanda dan selama pendudukan Jepang?


Bandar Udara Trunojoyo adalah bandar udara yang terletak di kabupaten Sumenep, memiliki landasan pacu 1.600 M dan akan diperluas menjadi panjang 2.500 M dan lebar 45 meter. Bandara Trunojoyo sendiri dibangun pada tahun 1970an. Bandara Trunojoyo mengalami era keemasan pada awal-awal pembangunannya diawali dengan penerbangan secara langsung jemaah haji Sumenep ke Surabaya. Hingga Bulan Juni 2016 Bandara Trunojoyo yang dikelola Kementerian Perhubungan dengan kepanjangan tangannya yaitu Kantor UPBU (Unit Penyelenggara Bandar Udara) Kelas III Trunojoyo - Sumenep melayani penerbangan perintis PT Airfast Indonesia dan 3 sekolah penerbangan, yaitu Merpati Pilot School, Trans Asia Pacific Aviation Training, dan Balai Pendidikan dan Pelatihan Penerbang Banyuwangi atau Loka Banyuwangi. Pada tahun 2011, sempat direncanakan adanya perubahan nama Bandar Udara Trunojoyo menjadi Bandar Udara Sultan Abdurrahman. Alasannya tak lain karena adanya ikatan psikologis masyarakat Sumenep dengan rajanya terdahulu, selain untuk mengingatkan kepada masyarakat bahwa Sumenep pada waktu dulu dipimpin oleh seorang raja yang sangat bijaksana dan dicintai oleh rakyatnya. Pada tanggal 27 september 2017 telah dibuka penerbangan komersial perdana maskapai Wings Air, melayani rute Sumenep-Surabaya PP. Untuk penerbangan domestik ke seluruh Indonesia bisa dilayani dari bandara ini dengan layanan transit di bandara Juanda Surabaya
(Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah lapangan terbang di pulau Madura, bermula di Gili Anyar, Kamal? Seperti disebut lapangan terbang di pulau Madura hanya terinformasikan lapangan terbang di Sumenep. Sejak era Pemerintah Hindia Belanda ada empat kota penting yang menjadi ibu kota afdeeling. Kota-kota terdekat dari pulau Madura dimana terdapat lapangan terbang pada era Pemerintah Hindia Belanda adalah Surabaya, Denpasar dan Mataram. Lalu bagaimana sejarah lapangan terbang di pulau Madura, bermula di Gili Anyar, Kamal? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Madura (35): Kereta Api di Pulau Madura; Sejarah Perkeretaapian di Pulau Jawa di Pulau Bali dan Pulau Lombok


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini  

Apakah ada jalur kereta api di pulau Madura saat ini? Tidak ada lagi, tetapi pernah eksis di masa lampau pada era Pemerintah Hindia Belanda. Namun sejarah tetaplah sejarah. Dalam hal inilah sejarah perkeretaapian di Madura adalah bagian tidak terpisahkan dari sejarah Madura. Ke depan tampaknya jalur kereta api di pulau Madura adakan diaktifkan/dioperasikan Kembali.


Jalur kereta api lintas Madura pernah melayani rute pulau Madura. Jalur ini memiliki panjang 225 Km. Jalur ini di bawah Madoera Stoomtram Maatschappij (MdrSM) sejak 1897. Sejak dibangunnya jalur kereta api melalui Sukolilo pada 1913, lalu dibuat stasiun Kamal dan Stasiun Kalianget, sedangkan Stasiun Kwanyar merupakan stasiun cabang untuk menunjang jalur ini. MdrSM juga melayani transportasi antarmoda lanjutan bersama Staatsspoorwegen, seperti penyeberangan kapal feri Kalianget–Panarukan maupun Kamal–Surabaya untuk menunjang pelayanan kereta api. Dalam Buku Jarak oleh DKA 1950, jalur kereta api ruas Bangkalan–Kwanyar dan Pamekasan–Kalianget tidak tercatat, sementara ruas Kamal–Pamekasan dan Kamal–Bangkalan tercatat. Hal ini kemungkinan terjadi karena jalur kereta api ruas Bangkalan–Kwanyar dan Pamekasan–Kalianget mengalami pembongkaran pada masa pendudukan Jepang untuk kepentingan perang. Selanjutnya, Rikuyu Sokyuku membuat jalur percabangan dari Stasiun Telang menuju Stasiun Sukolilobaru agar langsung tersambung ke Pamekasan, karena daerah Batuporon—suatu daerah yang dilalui jalur kereta api lintas Kamal–Sukolilo—merupakan kawasan militer, sehingga jalur kereta api ruas Kamal–Sukolilo–Kwanyar ditutup karena kalah bersaing dengan mobil. PJKA akhirnya menutup jalur ini pada tahun 1984. Berdasarkan Perpres No. 80 Tahun 2019, jalur kereta api akan diaktifkan Kembali khususnya dari Kamal–Sumenep (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah kereta api di pulau Madura? Seperti disebut di atas pulau Madura juga memiliki sejarah perkeretaapian namun secara spesifik kurang terinformasikan. Sejarah perkeretapian di pulau terkait dengan perkeretaapian di seluruh Hindia Belanda tetapi secara teknis terkait dengan pengembangan di pulau Jawa, pulau Bali dan pulau Lombok. Lanlu bagaimana sejarah kereta api di pulau Madura? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 13 Desember 2022

Sejarah Madura (34): Pelabuhan di Pulau Madura; Pelabuhan Arosbaja Sejak Portugis hingga Pelabuhan Kamal Era HindiaBelanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini 

Apakah ada narasi sejarah pelabuhan di pulau Madura? Tampaknya kurang terinformasikan. Yang kerap disebut adalah pelabuhan Kamal di pantai barat Madura (wilayah Bangkalan) dan pelabuhan Kalianget di pantai utara Madura (wilayah Sumenep). Bagaimana dengan dengan pantai utara dan pantai selatan? Dalam hal ini secara khusus di wilayah Sampang dan wilayah Pamekasan?


Pelabuhan Kalianget merupakan pintu gerbang perekonomian Madura Timur, dan satu-satunya yang menghubungkan wilayah daratan Sumenep dengan wilayah pulau-pulau yang ada di sekitarnya, seperti Pulau Kangean, Pulau Sapudi, Sapeken, dan beberapa daerah di Jawa. Pelabuhan Kalianget menjadi pelabuhan tertua kedua di Sumenep, setelah pelabuhan Kertasada, Marengan. Pelabuhan ini dibangun sejak masa kolonial Hindia Belanda. Dulu, pelabuhan ini berfungsi sebagai sarana transportasi penting bagi industri garam di Pulau Madura. Saat ini, selain melayani distribusi PN Garam, juga sebagai sarana transportasi antar pulau di ujung timur Sumenep dan sebagian Pulau Jawa. Pelabuhan Kalianget dibagi menjadi dua, di sisi selatan untuk kegiatan umum, yaitu diperuntukkan sebagai pelabuhan penyeberangan penumpang. Sedang di sebelah utara secara khusus digunakan oleh PT. GARAM untuk mengirimkan produk garam ke kota-kota lain dan pulau-pulau di Indonesia (https://pelindo.co.id/)

Lantas bagaimana sejarah pelabuhan di Pulau Madura? Seperti disebut di atas kini terdapat sejumlah pelabuhan di pulau Madura antara lain pelabuhan Kamal dan pelabuhan Kalianget. Sebagai sebuah pulau yang terbuka pulau Madura menjadi tujuan navigasi pelayaran sejak zaman doeloe sejak pelabuhan Arosbaja era Portugis hingga pelabuhan Kamal era Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah pelabuhan di Pulau Madura? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Madura (33):Jalan di Pulau Madura; Trans-JAVA Daendels Batavia-Panaroekan via Sidajoe, Greesik, Soerabaja, Pasoeroean


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini

Apa pentingnya sejarah jalan? Apakah sepenting sejarah pelabuhan? Kurang lebih sama. Sejak zaman kuno untuk mencapai pedalaman dari pantai (dan sebaliknya) fungsi jalan terbentuk. Sesuai perkembangan jaman, jalan-jalan yang ada awalnya jalan setapak untuk pejalan kaki maupun jalan pengendara kuda. Lalu jalan semakin diperlebar seiring dengan penggunaan gerobak (yang ditarik kuda, sapi atau kerbau). Jalan-jalan rintisan ini yang kemudian sebagian besar ditingkatkan pada era Pemerintah Hindia Belanda dan menjadi jalan raya yang sekarang. 


Jalan Raya Pos (De Groote Postweg) disebut juga Jalan Daendels, adalah sebuah jalan pos sepanjang 1.000 kilometer (620 mi) di Jawa yang membentang dari Anyer di Banten hingga Panarukan di Jawa Timur. Jalan ini dibangun atas perintah dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang ke-36, Herman Willem Daendels (m. 1808-1811) sebagai salah satu langkahnya dalam memodernisasi Jawa terutama dalam bidang pertahanan dan pemerintahan. Selanjutnya, jalan ini dimanfaatkan sarana mengangkut hasil bumi dan pos komunikasi. Kantor pos pertama kali didirikan pada 26 Agustus 1746 di Batavia oleh Gubernur Jenderal yang ke-26, Gustaaf Willem van Imhoff. Empat tahun kemudian, kantor pos Semarang didirikan dan menggunakan rute melalui Karawang, Cirebon, dan Pekalongan. Sementara itu, transportasi daratan sudah ada setidaknya pada sekitar 1750, yaitu jalan yang menghubungkan Batavia ke Semarang dan seterusnya ke Surabaya. Juga jalan menghubungkan Semarang, Surakarta, dan Yogyakarta. Pada 28 Januari 1807, Daendels diangkat menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda oleh Louis Bonaparte. Cemas akan masa depan Jawa, dan serangan Inggris, pada tahun 1807 Louis memberi tugas kepada Daendels, yaitu mempertahankan Jawa dari serbuan Inggris dan membenahi sistem administrasi pemerintahannya (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah jalan di pulau Madura? Seperti disebut di atas pulau Madura terbilang pulau kecil yang di wilayah pantai peran pelabuhan sangat penting. Berbeda dengan di bagian pedalaman, kebutuhan jalan raya dari waktu ke waktu semakin penting. Mengapa? Apakah proses pembangunan jalan di pulau Madura mengikuti pola pembangunan trans-Java Daendels Batavia-Panaroekan via Sidajoe, Gresik, Soerabaja, Pasoeroean? Lalu bagaimana sejarah jalan di pulau Madura? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 12 Desember 2022

Sejarah Madura (32): Surat Kabar dan Pers di Madura; Pendidikan dan Jurnalistik Sama Penting, Sama-Sama Mencerdaskan Bangsa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini 

Apakah ada sejarah surat kabar dan (pers)uratkabaran di Madura? Nah itu dia. Mari kita sama-sama pelajari. Seperti pernah dikatakan Dja Endar Moeda, editor surat kabar berbahasa Melayu, Pertja Barat yang terbit di Padang 1898, bahwa pendidikan dan jurnalitisk sama pentingnya, sama-sama mencerdaskan bangsa. Dja Endar Moeda, pensiunan guru, alumni sekolah guru (kweekschool) Padang Sidempoean. Apa pentingnya sejarah pers di Madura? Karena bahasa Madura berbeda dengan bahasa Jawa dan bahasa Melayu. Dalam hal inilah sejarah pers menjadi penting di Madura sebagai bagian dari narasi sejarah masa kini.


Sejarah Pers di Madura: Dari Gema Madoera Hingga Madoeratna: Penanews.id. Sampang. Masuknya gerakan nasionalis ke pulau Madura ditandai lewat pembentukan Sarekat Islam 1913 di Sampang, punya pengaruh bagi kemunculan pers di Madura. Dua orang guru, Wiryoasmoro dan Kartosudirjo asal Madura di Jawa, memprakarsai organisasi memajukan kesusastraan dan bahasa Madura dan terbentuk 1917 dengan nama Madurasa dimana Sosrodanukusomo dari Sampang ditunjuk kepala yang bermarkas di Bondowoso. Ketika organisasi ini bergabung Perserikatan Guru Hindia Belanda, nama organisasi Madurasa berubah Madoeratna, Pada 1919, organisasi memprakarsai diterbitkannya majalah dengan nama sama, namun gagal. Tahun 1921, sebuah komite orang Madura di Surabaya bernama Masteka Madoera memprakarsai penerbitan majalah berbahasa Madura, namun tak terdengar kelanjutannya. Setahun kemudian muncul pengumuman lain bahwa akan terbit majalah bernama Rosorowan Madoera (Gema Madura). Majalah berbahasa Madura ini akan terbit di Surabaya, namun tak ada jejaknya. Lalu muncul majalah berbahasa Madura bernama Pangodhi, sayangnya hanya dua kali terbit. Dalam Buku Madura karya Kuntowijoyo, baru 1924 terbit majalah berbahasa Madura bernama Posaka Madoera. Majalah ini terbit berkat bantuan Java Instituut diterbitkan di Batavia dengan pengasuh aktivis terkenal R Sosrodanukusomo, M Kartosudirjo dan M Wiryoasmoro dan RA Sastro Subroto. Tahun 1926, organisasi Sarekat Madura menerbitkan majalah bulanan Madhoeratna, hanya berumur pendek. Upaya lainnya orang Madura menerbitkan majalah bernama Soeara Oemoem di Surabaya, terbit dua kali seminggu dan berbahasa Jawa dengan editor Sosrodanukusomo dari Sampang dan Sukaris dari Pamekasan (https://penanews.id/2022/08/15/)

Lantas bagaimana sejarah surat kabar dan pers di Madura? Seperti disebut di atas, sudah ada yang coba menggali sejarah surat kabar dan pers di Madura, namun tampaknya masih diperlukan upaya tambahan bagi semua pihak. Apa keutamaan sejarah pers(uratkabaran)? Pendidikan dan jurnalistik sama pentingnya, sama-sama mencerdaskan bangsa. Lalu bagaimana sejarah surat kabar dan pers di Madura? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Madura (31): Mohamad Thabrani, WR Supratman, Parada Harahap; Kongres Pemuda 26, PPPKI 27, Indonesia Raya 28


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini   

Pada tahun 1926 ada tiga pemuda yang cukup menonjol di Batavia yakni Parada Harahap (pemimpin surat kabar Bintang Timoer), WR Supratman (editor kantor berita pribumi Alpena) dan WR Supratman (editor suratt kabar Hindia Baroe). Ketiganya terbilang progresif dan memiliki kecenderungan berpikir di bawah paying persatuan nasional. Mereka bertiga dalam hal yang berbeda berperan penting dalam terselenggaranya Kongres Pemuda 1926 (Mohamad Thabrani); terbentuknya Perhimpoenan Perhimpoenan-Perhimpoenan Kebangsaan Indonesia /PPPKI (Parada Harahap); dan terbentunya lagu kebangsaan Indonesia Raya (WR Supratman).


Mohamad Tabrani atau Mohammad Tabrani Soerjowitjirto lahir di Pamekasan, 10 Oktober 1904. M. Tabrani boleh digolongkan sebagai wartawan dari angkatan tua sekaligus pelopor pemakaian bahasa Indonesia. Sepanjang pergerakan nasional Indonesia, nama M. Tabrani selalu tercatat. Ia dikenal sebagai salah satu tokoh Jong Java dan pemimpin redaksi Harian Pemandangan pada periode Juli 1936 hingga Oktober 1940. Tabrani mengokuti pendidikan MULO dan OSVIA, Bandung. Minat jurnalistik Tabrani mncul ketika ia menamatkan OSVIA. Pada tahun 1925, Tabrani sudah memimpin harian Hindia Baroe. Sewaktu belajar di Eropa, di Universitas Köln (Universität zu Köln), dia membantu beberapa surat kabar di Indonesia pada periode 1926 hingga 1930. Pada waktu itu, masih jarang pemuda Indonesia menuntut pelajaran ilmu jurnalistik di luar negeri dan hanya beberapa orang seperti, Djamaluddin Adinegoro, Jusuf Jahja dan Tabrani (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Mohamad Thabrani, WR Supratman, Parada Harahap? Seperti disebut di atas mereka adalah tiga tokoh pemuda di Batavia yang cukup berperan dalam tiga hal yang berbeda tetapi saling berkaitan; Kongres Pemuda 1926, PPPKI 1927 dan lagu Indonesia Raya 1928. Lalu bagaimana sejarah Mohamad Thabrani, WR Supratman, Parada Harahap? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.