Minggu, 01 Januari 2023

Sejarah Surakarta (10): Pasukan Jawa di Soerakarta, Siapakah Memerangi Siapa? Era VOC, Dua Pertiga Militer adalah Pribumi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini  

Ada sejumlah kerajaan tempo doeloe yang memiliki pasukan sendiri. Tidak hanya pasukan (barisan) Sultan Sumenep di Madura, juga pasukan kerajaan-kerajaann di Jawa seperti di Surakarta. Pasukan pribumi di Surakarta termasuk salah satu pasukan yang terorganisir dengan baik. Bagaimana sejarah tentu saja sudah ada yang menulisnya.   


Pasukan KNIL Hindia Belanda dari Jawa…Okezone, 2 April 2021. KNIL secara resmi berdiri pada tanggal 28 Agustus 1814, tidak lama setelah kekuasaan Belanda di Hindia Belanda dikembalikan. KNIL hanya kekuatan kepolisian yang ditingkatkan, bukan kekuatan militer sepenuhnya, tugasnya menumpas pemberontakan. Pada awalnya, KNIL merupakan bagian dari tentara kerajaan Belanda. Pada tanggal 4 Desember 1830, ditetapkan pembentukan angkatan tentara tersendiri (Oost-Indische Leger). Pada tahun 1836, Raja Willem Imemberi predikat "Koninklijk". Undang-Undang Belanda tidak mengizinkan para wajib militer untuk ditempatkan di wilayah jajahan, sehingga tentara hanya terdiri dari prajurit bayaran atau sewaan, berasal dari Perancis, Jerman, Belgia dan Swiss dengan persentase Belanda 61 persen. Komposisi orang Eropa selain Belanda meliputi 30 persen Belgia, 30 persen Jerman, Swiss 20 persen, 12 persen Prancis. Bagian terbesarnya justru orang-orang dari kepulauan Nusantara. Komposisi berdarah Eropa dan Indo pada 1929 hanya sekitar 18 persen dari 37 ribu orang. Serdadu pribumi, tahun 1830 ada 60 persen, perwiranya hanya 5 persen dari semua perwira, terbanyak orang Jawa 45 persen, Minahasa 15 persen, Ambon (termasuk Nusa Laut, Haruku, Saparua, Maluku Selatan) 12 persen, Sunda (5 persen), Timor 4 persen. Tahun 1941, KNIL masih memiliki legiun Mangkunegoro Surakarta dan legiun Paku Alam Yogyakarta. Perwira KNIL pribumi jenjang karier terbatas, tertinggi pangkat Letnan Kolonel. (https://nasional.okezone.com/read/2021/)

Lantas bagaimana sejarah pasukan Jawa di Soerakarta, siapa memerangi siapa? Seperti disebut di atas dalam komposisi tentara Pemerintah Hindia Belanda (KNIL) komposisi terbanyak pribumi, bahkan sejak era VOC, pasukan/KNIL sebanyak dua pertiga pribumi.  Lalu bagaimana sejarah pasukan Jawa di Soerakarta, siapa memerangi siapa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (9): Benteng di Surakarta, VOC hingga Pemerintah Hindia Belanda; Riwayat Benteng Vastenburg Tempo Doeloe


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini 

Benteng Vastenburg di Soerakarta tempo doeloe, hingga kini sisanya masih tampak tampak. Suatu benteng kuno yang berasal dari era VOC. Lokasi benteng ini tidak jauh dari aloon-aloon kota dimana krato berada. Pada masa ini benteng adalah salah satu penanda navigasi dalam penyelidikan sejarah.


Benteng Vastenburg adalah benteng peninggalan Belanda yang terletak di kelurahan Kedung Lumbu, kecamatan Pasar Kliwon, kota Surakarta. Benteng ini dibangun tahun 1745 atas perintah Gubernur Jenderal Baron Van Imhoff. Sebagai bagian dari pengawasan Belanda terhadap penguasa Surakarta, khususnya terhadap keraton Surakarta, benteng ini dibangun, sekaligus sebagai pusat garnisun. Di seberangnya terletak kediaman gubernur Belanda (sekarang kantor Balai Kota Surakarta) di kawasan Gladak. Benteng ini terletak di timur laut keraton Surakarta. Bentuk tembok benteng berupa bujur sangkar yang ujung-ujungnya terdapat penonjolan ruang yang disebut selekoh (bastion). Terdapat dua pintu masuk ke dalam benteng: pintu barat (pintu utama) dan pintu timur. Di sekeliling tembok benteng terdapat parit yang berfungsi sebagai perlindungan dengan jembatan di pintu depan dan belakang. Bangunan terdiri dari beberapa barak yang terpisah dengan fungsi masing-masing dalam militer. Di tengahnya terdapat lahan terbuka untuk persiapan pasukan atau apel bendera. Namun bangunan di dalam benteng telah diratakan dengan tanah, kini yang tersisa tinggal tembok benteng. Sumber Belanda menyebutkan benteng ini dibangun pada tahun 1755-1779 dan pernah diperbaiki tahun 1832 (Bleeker, 1850, I: 403), tetapi sumber Inggris menyebutkan bahwa benteng ini didirikan oleh Frans Haak tahun 1746 dan selesai tahun 1765 (Campbell, 1815, I: 511). Dua versi ini disebabkan karena catatan awal menamakan benteng tersebut Grootmoedigheid (kemurahan hati). Sumber Belanda membedakan kedua benteng tersebut, bahwa Grootmoedigheid merupakan lokasi yang berbeda dengan Vastenburg, sementara sumber Inggris menyamakan keduanya (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah benteng di Surakarta, era VOC hingga Pemerintah Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, benteng di Surakarta termasuk salah satu benteng pertama di wilayah pedalaman (biasanya di kota-kota pantai). Benteng terkenal di Surakarta adalah benteng Vastenburg, bagaimana riwayat tempo doeloe. Lalu bagaimana sejarah benteng di Surakarta, era VOC hingga Pemerintah Hindia Belanda?  Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 31 Desember 2022

Sejarah Surakarta (8): Gunung Meletus di Surakarta, Masa ke Masa; Gunung Merapi Masih Jaga, Apa Gunung Lawu Masih Tidur


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini 

Ibarat Jakarta (dulu: Batavia) dampak letusan gunung Salak dan gunung Pangrango sangat terasa. Tentu saja kurang lebih sama dengan Surakarta dimana terdapat gunung Merapi dan gunung Lawu. Seperti apa dampaknya? Nah, itu yang ingin kita pahami. Satu yang jelas, seperti sungai Tjiliwong di Jakarta, sungai Bengawan Solo berhulu di gunung Merapi dan gunung Lawu.   


Gunung Merapi (ketinggian puncak 2.930 M adalah gunung berapi di bagian tengah Pulau Jawa dan merupakan salah satu gunung api teraktif di Indonesia. Lereng sisi selatan berada dalam administrasi Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sisanya berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Magelang di sisi barat, Kabupaten Boyolali di sisi utara dan timur, serta Kabupaten Klaten di sisi tenggara. Gunung ini memiliki potensi kebencanaan yang tinggi karena menurut catatan modern, gunung merapi telah mengalami erupsi setiap dua sampai lima tahun sekali. Sejak tahun 1548, gunung ini sudah meletus sebanyak 68 kali. Gunung Lawu terletak di Pulau Jawa, tepatnya di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Gunung Lawu terletak di antara tiga kabupaten yaitu Kabupaten Karanganyar di Jawa Tengah; Kabupaten Ngawi dan Kabupaten Magetan di Jawa Timur. Status gunung ini adalah gunung api "istirahat" (diperkirakan terakhir meletus pada tanggal 28 November 1885 dan telah lama tidak aktif, terlihat dari rapatnya vegetasi serta puncaknya yang tererosi. Studi pada 2019 tentang geothermal heat flow menyugestikan bahwa Gunung Lawu masih aktif sampai sekarang. Di lerengnya terdapat kepundan kecil yang masih mengeluarkan uap air (fumarol) dan belerang (solfatara). Gunung Lawu memiliki tiga puncak, yakni Hargo Dalem, Hargo Dumiling, dan puncak tertinggi bernama Hargo Dumilah (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah gunung meletus di Surakarta, masa ke masa? Seperti disebut di atas, gunung Merapi dan gunung Lawu yang juga cukup dekat dengan wilayah Surakarta, dengan sendirinya mengalami dampak jika terjadi peristiwa letusan. Hingga masa ini gunung Merapi masih aktif dan apakah gunung Lawu tetap non-aktif? Bagaimanapun kewaspadaan tetap harus ada. Lalu bagaimana sejarah gunung meletus di Surakarta, masa ke masa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (7): Banjir di Surakarta, Masa ke Masa Sejak Era Hindia Belanda; Bengawan Solo Rivier, Apa Sudah Aman?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini  

Gunung meletus, gempa dan banjir, tsunami adalah kejadian yang sangat dirasakan dampaknya sejak tempoe doeloe. Tentu saja ada epidemic dan serangan binatang buas, kejadian alam banjir kerap menjadi sumber pemberitaan. Terjadi di banyak tempat, termasuk di Surakarta. Banjir di Surakarta tidak hanya di daerah aliran sungai bengawan solo rivier. 


Ngerinya Banjir Besar di Solo Maret 1966, Puluhan Nyawa Melayang. Solopos.com. Banjir besar merendam hampir 75% wilayah Kota Solo pada 1966 menimbulkan kengerian. Sebanyak 90 orang meninggal. Berdasarkan catatan dan data dihimpun Solopos.com, banjir besar berlangsung tiga hari yakni 16-18 Maret 1966. Ridha Taqobalallah dari Ilmu Sejarah UNS Solo dalam skripsinya ‘Banjir Bengawan Solo Tahun 1966’: Masyarakat Kota Solo menyebut jumlah korban jiwa dalam banjir mencapai 90 orang, 72 warga Solo dan 18 warga luar Solo. Selain itu, 611 rumah roboh dan 711 rumah rusak plus tiga rumah yang terbakar. Sebanyak 7.500 orang kehilangan tempat tinggal. Banjir dipicu luapan Sungai Bengawan Solo yang mengakibatkan tanggul-tanggul penahan jebol. Politikus PDIP Solo YF Sukasno yang saat kejadian masih berusia tujuh tahun ingat betul kengerian banjir pada Maret 1966 itu. Menurut Sukasno, banjir diawali dengan hujan selama tiga hari berturut-turut. Lalu pada 16 Maret 1966 sore, Sukasno ingat air mulai masuk perkampungan. Sukasno kemudian diajak keluarganya untuk mengungsi ke SD Widya Wacana Solo. Malamnya, Sukasno bersama keluarga dan beberapa tetangga keluar untuk melihat situasi di sekitar SMAN 3 Solo. “Kira-kira pukul 19.30 WIB geger terdengar orang teriak-teriak tanggule jebol. Saya malah lari ke pinggir jalan, dicari orang tua, dimarahi,” katanya saat diwawancarai Solopos.com beberapa waktu lalu. Berdasarkan Peta Banjir 1966 FS DRIP Kota Surakarta diketahui banjir menggenangi hampir tiga perempat wilayah Solo. Wilayah terdampak banjir meliputi Pasar Kliwon, Jebres, Serengan, dan Banjarsari (https://www.solopos.com/)

Lantas bagaimana sejarah banjir di Surakarta, masa ke masa sejak era Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, kota Surakarta adalah wilayah rawan banjir sedari dulu. Berdasar memory warga Solo terjadi banjir besar tahun 1966. Sejatinya banjir di Surakarta sudah diketahui sejak era VOC. Apakaha Sungai Bengawan Solo Rivier sudah aman? Lalu bagaimana sejarah banjir di Surakarta, masa ke masa sejak era Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 30 Desember 2022

Sejarah Surakarta (6): Kereta Api Surakarta (Semarang-Jogjakarta), Era Baru Wilayah Surakarta; Pedati, Kereta Kuda, Kereta Api


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini  

Stasion kereta api Solo Balapan sangat dikenal di Surakarta. Bagaimana sejarahnya sudah ditulis, suatu stasion yang terbilang tua. Dalam hal ini yang dibicarakan adalah bagaimana sejarah awal pembangunan kereta api di Surakarta. Dengan demikian dimungkinkan untuk memahami lebih lanjut bagaimana awal stasion Solo Balapang dibangun pada masa lampau era Pemerintah Hindia Belanda.


Stasiun Solo Balapan (SLO), lebih dikenal dengan Stasiun Balapan, adalah stasiun kereta api kelas besar tipe A yang terletak di perbatasan antara Kelurahan Kestalan dan Gilingan, Banjarsari, Surakarta; pada ketinggian +93 meter. Nama "Balapan" diambil dari nama kampung yang terletak di sebelah utara kawasan stasiun. Stasiun ini merupakan persimpangan antara jalur lintas tengah dan lintas selatan Pulau Jawa. Sementara dari arah timur yang menuju ke jalur lintas utara via Semarang Tawang maupun sebaliknya dilayani di Stasiun Solo Jebres, sedangkan KA kelas ekonomi jalur lintas selatan dan timur via Lempuyangan dilayani di Stasiun Purwosari. Stasiun Solo Balapan termasuk salah satu stasiun besar berusia tua di Indonesia (setelah Samarang NIS), dibangun oleh perusahaan kereta api pertama Hindia Belanda, Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) pada abad ke-19, yaitu pada masa pemerintahan Mangkunegara IV. Stasiun ini dibangun di lahan pacuan kuda milik Mangkunegaran. Peletakan batu pertama berlangsung pada tahun 1864, dimeriahkan dengan upacara yang dihadiri Mangkunegara IV dan mengundang Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Baron van de Beele. Stasiun ini dibuka pada tanggal 10 Februari 1870 bersamaan dengan pembukan jalur ruas Kedungjati–Gundih–Solo, sebelumnya jalur Gundih–Solo direncanakan dibuka pada 1 September 1869. Jalur berikutnya, yakni jalur ruas Ceper–Solo, dibuka pada 27 Maret 1871. Pembangunan seluruh jalur kereta api rencana NIS, Samarang–Vorstenlanden dan Kedungjati–Ambarawa selesai dan diresmikan pada 21 Mei 1873 (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah kereta api di Surakarta (Semarang-Jogjakarta)? Seperti disebut di atas, sejarah kereta api sudah ada yang menulis. Dalam hal ini kita berbicara dalam perspektif era baru di wilayah Surakarta pada masa Pemerintah Hindia Belanda, suatu perkembangan baru dari kereta kuda menjadi kereta besi. Lalu bagaimana sejarah kereta api di Surakarta (Semarang-Jogjakarta)? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (5): Jalan di Surakarta Tempo Doeloe, Lintas Sungai ke Surabaya, Jalan Darat ke Semarang; Kini Jalan Kota


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini  

Bagaimana sejarah jalan tempo doeloe di Surakarta? Tidak terinformasikan. Boleh jadi tidak ada yang teratarik, karena lebih menarik sejarah jaringan jalan modern di dalam kota Surakarta. Okelah kita bagi dua. Untuk sejarah jaringan jalan modern di dalam kota akan dibuat artikel tersendiri. Jalan di Surakarta pada awalnya berkiblat ke timur melalui sungai Solo, tetapi pada er VOC orientasi secara perlahan bergeser ke utara di Semarang.


Jalan Raya dan Politik Penguasa di Kota Solo Awal Abad XX. Apriliandi Damar dan Sayid Basunindyo. 2014. Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta (tugas; abstrak). Artikel membahas secara spesifik mengenai perkembangan dari jalan rayayang ada di kota Surakarta pada awal abad XX. Jalan raya merupakan salah satu factor yang vital dalam perkembangan suatu kota, baik dalam kegiatan ekonomi, transportasi, bahkan hingga kepentingan militer. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana jalan raya yang terbentuk dan kemudian membentuk suatu kawasan yang baru yang terletak di pinggir jalan raya yang ada di Surakarta. Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian mengenai jalan raya yang ada diSurakarta pada awal abad XX adalah pengumpulandata-data yang berupa arsip sezaman, surat kabar sezaman, artikel, foto, gambar, atau buku- buku referensi. Surakarta yang pada awal abad XX telah menjadi salah satu kawasan perkotaanyang ramai, hal ini karena Surakarta terdapat dua poros kerajaan besar yaitu Kasunanan dan Mangkunegaran. Membahas mengenai jalan raya di Surakarta tidak terlepas dari Jalan Slamet Riyadi atau dulu sering disebut dengan Poerwasariweg yang merupakan jalan utama kota Surakarta dan jalan raya lama atau jalan yang digunakan dalam rute paliyan nigari boyong kedhaton dari Kartasura ke Surakarta yang disebut sebagai salah satu jalan tertua yang ada di daerah Vorstenlanden (https://www.academia.edu/) 

Lantas bagaimana sejarah jalan di Surakarta tempo doeloe? Seperti disebut di atas, kita tidak berbicara jaringan jalan di dalam kota, tetapi awal jalan yang membentuk jaringan jalan kota itu sendiri. Dalam hal ini dimulai dari lalu lintas (perahu) sungai ke Surabaya hingga bergeser menjadi lalu lintas (jalan) darat ke Semarang. Lalu bagaimana sejarah jalan di Surakarta tempo doeloe? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.