Sabtu, 21 Januari 2023

Sejarah Surakarta (50): Surat Kabar Nieuwe Vorstenlanden di Soerakarta; Koran Bahasa Belanda Sumatraasch Nieuwsblad di Padang


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini

Apa itu surat kabar Nieuwe Vorstenlanden di Soerakarta? Siapa yang peduli? Nieuwe Vorstenlanden adalah suatu surat kabar investasi Eropa/Belanda berbahasa Belanda yang diterbitkan di Soerakarta pada era Pemerintah Hindia Belanda. Surat kabar ini cukup lama bertahan yang merupakan koran utama berbahasa Belanda di Soerakarta. Tentu saja investasi Eropa/Belanda juga merambah surat kabar berbahasa Melayu dan berbahasa Jawa seperti Bromartani. Pada tahun 1905 di Padang surat kabar berbahasa Belanda Sumatraasch Nieuwsblad diakuisisi Haji Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda (pemilik surat kabar berbahasa Melayu, Pertja Barat).


De vorstenlanden waren in Nederlands-Indië vier na de kolonisatie overgebleven inheemse rijken in het midden van Java. De vorsten van deze staatjes waren formeel "zelfregeerder" maar hun politieke macht was door verdragen en akkoorden sterk ingeperkt. Het Koninkrijk der Nederlanden was hun suzerein. In de 20e eeuw waren. Het soenanaat Soerakarta met 1.704.201 inwoners; Het sultanaat Jogjakarta met 1.399.351 inwoners; Het vorstendom Pakoealaman met 112.005 inwoners; Het vorstendom Mangkoenegaran (Mangkoe-Negoro) met 908.318 inwoners. De vorstenlanden ontstonden in de loop van de 18e en vroeg-19e eeuw na burgeroorlogen en successieoorlogen binnen de Javaanse adel en waren de opvolgers van het Rijk van Mataram. Ze waren dichtbevolkt en er werd veel rijst verbouwd. Er waren twee Solose vorsten de soesoehoenan van Soerakarta (Solo) en de Mangkoenegara van het gebied Mangkoenegaran en twee Djokjase vorsten: de Hamengkoeboewono of sultan van Djokjakarta, en de Pakoe Alam van Pakoealaman. De soesoehoenan van Soerakarta was de eerste opvolger in rechte lijn, de overige drie vorsten vertegenwoordigden zijlijnen (broer of neef). De vier vorsten erkenden het Nederlands oppergezag, daar de laatste soesoehoenan van het huis van Mataram (Pakoe Boewono II) in 1749 zijn erfrecht aan de Verenigde Oost-Indische Compagnie (V.O.C.) had afgestaan. Voor de vier vorsten gold de landvoogd of gouverneur-generaal van Nederlands-Indië als "Grootvader", terwijl deze hen omgekeerd als "Kleinkinderen" betitelde. De vorstenstaten hadden geen jurisdictie over de Europese inwoners en de Oosterlingen zoals Chinezen, zij vielen als landsonderhorigen onder het gezag en de rechtsmacht van Nederlands-Indië. Naast de vorst stond de Nederlandse rijksbestuurder of pepatik dalem die de feitelijke macht uitoefende (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah surat kabar Nieuwe Vorstenlanden di Soerakarta? Seperti disebut di atas, koran ini berbahasa Belanda yang diterbitkan di Soerakarta oleh investor Eropa/Belanda. Tentu saja ada juga pribumi yang berinvestasi dalam surat kabar berbahasa Belanda. Lalu bagaimana sejarah surat kabar Nieuwe Vorstenlanden di Soerakarta? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (49): Lapangan Terbang di Surakarta Bermula 1938;Mengapa Lapangan Terbang di Soerakarta Telat Dibangun?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini

Jauh sebelum ada lapangan terbang dibangun di (wilayah) Soerakarta, Soesoehoenan sudah pernah naik pesawat, tetapi di tempat lain. Lapangan terbang fase awal dibangun di wilayah Jawa berada di Tjililitan, Kalidjati dan Andir. Setelah itu baru diperluas ke Semarang dan Gresik. Lantas mengapa tidak ada gagasan yang muncul untuk membangunnya di Soerakarta? 


Bandar Udara Internasional Adisumarmo adalah bandar udara yang terletak di kabupaten Boyolali. Bandar udara ini berlokasi sekitar 14 km di utara Kota Surakarta. Bandara ini dulu bernama Pangkalan Udara (Lanud) Panasan, karena terletak di kawasan Panasan. Bandara ini dibangun pertama kali pada tahun 1940 oleh Pemerintah Belanda sebagai lapangan terbang darurat. Ketika bala tentara Jepang masuk ke Indonesia bandara tersebut sempat dihancurkan oleh Belanda namun dibangun lagi oleh Pemerintah Jepang pada tahun 1942 sebagai basis militer penerbangan angkatan laut (Kaigun Bokusha). Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia penyelenggaraan bandara dilaksanakan oleh “Penerbangan Surakarta” yang diresmikan pada tanggal 6 Februari 1946. Pada tanggal 1 Mei 1946, Penerbangan Surakarta sejak berubah menjadi “Pangkalan Udara Panasan” yang hanya diperuntukkan penerbangan militer. Pangkalan udara tersebut pertama kali digunakan secara resmi untuk penerbangan komersial pada tanggal 23 April 1974 yang dilayani oleh Garuda Indonesia dengan rute Jakarta-Kemayoran-Solo & Solo-Jakarta-Kemayoran dengan frekuensi 3-kali seminggu. Pada tanggal 25 Juli 1977, “Pangkalan Udara Panasan” berubah nama menjadi “Pangkalan Udara Utama Adi Sumarmo” yang diambil dari nama Adisumarmo Wiryokusumo, adik dari Agustinus Adisucipto (Wikipedia). 

Lantas bagaimana sejarah lapangan terbang di Soerakarta, bermula 1938? Seperti disebut di atas, lapangan terdekat dari wilayah Soerakarta bermula di Semarang. Namun pada akhirnya dibangun di Jogjakarta di Magoewo. Bagaimana dengan di Soerakarta? Lalu bagaimana sejarah lapangan terbang di Soerakarta, bermula 1938? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 20 Januari 2023

Sejarah Surakarta (48): Awal Pertanian dan Perkebunan di Soerakarta Sejak VOC; Peta Perkebunan era Pemerintah Hindia Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini

Kehadiran orang Belanda di Hindia Timur adalah tujuan perdagangan di pantai-pantai. Urusan perdagangan di pedalaman adalah penduduk asli. Pada tahun 1665 Pemerintah VOC mengubah kebiijakan dari perdagangan longgar di pantai-pantai menjadi kebijakan menjadikan penduduk sebagai subjek. Langkah pertama untuk mengimlementasikan kebijakan baru ini adalah membuat program pengembangan pertanian di wilayah pedalaman, termasuk di pedalaman Batavia dan di pedalaman Semarang (khususnya Soerakarta dan Jogjakarta).   


Perkembangan Perkebunan Tebu di Mangkunegaraan Tahun 1918-1937. Oleh: Salma Abidah, Prodi Ilmu Sejarah, Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri. Abstrak. Perkebunan telah ada sebelum bangsa Eropa datang ke Nusantara. Perkembangan perkebunan lahir setelah bangsa Belanda datang ke Nusantara dan menjajah. Perkebunan telah menyebar ke seluruh wilayah Hindia Belanda tak terkecuali di Praja Mangkunegaran. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui perkembangan perkebunan tebu di Mangkunegaran pada tahun 1918 hingga tahun 1937. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah kritis. Terdiri dari; heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkebunan tebu Mangkunegaran merupakan perkebunan penghasil bahan baku untuk PG Colomadu dan PG Tasikmadu. Pada tahun 1918 hingga tahun 1929 perkebunan tebu Mangkunegaran mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut ditunjukkan dengan perluasan perkebunan tebu dan penyerapan tenaga kerja yang cukup banyak. Namun, pada tahun 1930 merupakan puncak krisis Melaise yang melanda seluruh wilayah Hindia Belanda termasuk wilayah Mangkunegaran. Pemerinah Hindia Belanda mengeluarkan kebijakan-kebijakan terhadap industry gula di Hindia Belanda. Menghadapi krisis Melaise dan untuk mencegah terjadinya kegurian, pihak Mangkunegaran mengurangi lahan perkebunan tebu, dan mengganti bibit tebu yang digunakan menggunakan varietas POJ 2878 yang lebih unggul dari pada varietas lainnya (https://journal.student.uny.ac.id/) 

Lantas bagaimana sejarah pertanian dan perkebunan di Soerakarta sejak VOC? Seperti disebut di atas, wilayah Soerakarta terbilang salah satu wilayah pedalaman pertanian dikembangkan sejak era VOC. Atas dasar ini menjadi penting Soerakarta dalam peta perkebunan pada era Pemerintah Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah pertanian dan perkebunan di Soerakarta sejak VOC? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (47): Pendudukan Inggris dan Pengeran Prang Wedono van Soeracarta; Akhir VoC-Awal Pemerintah HindiaBelanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini 

Pendudukan Inggrsi di Hindia Belanda khususnya di Jawa tidak lama, hanya lima tahun (1811-1816). Bagaimana situasi dan kondisi di Soerakarta selama pendudukan Inggris, meski singkat tetapi menjadi bagian sejarah penting diantara kekausanan Belanda (sejak era VOC hingga pendudukan Jepang). Salah satu pimpinan local di Jawa bagian tengah adalah Pengeran Prang Wedono van Soeracarta. 


Masa Penjajahan Inggris di Indonesia Kompas.com - 09/02/2022. KOMPAS.com. Inggris menjajah Indonesia 5 tahun 1811 hingga 1816. Dikutip dari MC Ricklefs, 4 Agustus 1811, 60 kapal Inggris muncul di pelabuhan Batavia, Batavia dan daerah sekitar jatuh ke Inggris 26 Agustus 1811. Thomas Stamford Raffles berhasil merebut seluruh kekuasaan Belanda ditandai dengan Perjanjian Tuntang 18 September 1811 berisi berikut: Pemerintah Belanda menyerahkan Indonesia kepada Inggris di Kalkuta, India. Semua tentara Belanda menjadi tawanan perang Inggris. Orang Belanda dipekerjakan dalam pemerintahan Inggris. Hutang Belanda tidak menjadi tanggungan Inggris. Raffles yang berhasil merebut seluruh kekuasaan Belanda, memberikan kesempatan rakyat Indonesia untuk melakukan perdagangan bebas. Atas jasanya merebut Nusantara dari Belanda, Raffles diganjar Gubernur Jenderal Lord Minto penghargaan sebagai Letnan Gubernur Jawa. Ia tinggal dan memerintah dari Buitenzorg. Kebijakan pemerintahan Raffles menegosiasikan perdamaian dan beberapa operasi militer yang dianggap menentang Kerajaan Inggris. Operasi militer 21 Juni 1812 Raffles memerintahkan serangan ke Yogyakarta. Serangan Inggris membuat keraton rusak parah. Di bawah penjajahan Inggris, Jawa dibagi menjadi 16 keresidenan: Banten, Banyumas, Besuki, Bogor, Cirebon, Jakarta, Karawang, Kediri, Kedu, Madiun, Madura, Pati, Priangan, Rembang, Semarang, Surakarta…Inggris menyerahkan kembali Jawa ke Belanda sesuai Perjanjian Anglo-Dutch 1814 berakhirnya Perang Napoleon di Eropa. Pada 15 Oktober 1817, Raffles mendapat mandat sebagai Gubernur Jenderal di Bencoolen merupakan koloni yang hasil ekspornya hanyalah lada. (https://www.kompas.com/)

Lantas bagaimana sejarah pendudukan Inggris dan Pengeran Prang Wedono van Soeracarta? Seperti disebut di atas pada permulaan Pemerintah Hindia Belanda, Inggris melakukan pendudukan 1811-1816. Bagaimana dengan di Soearakarta? Fase ini dapat dikatakan akhir era VOC dan awal era Pemerintah Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah pendudukan Inggris dan Pengeran Prang Wedono van Soeracarta? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 19 Januari 2023

Sejarah Surakarta (46): Gubernur Jenderal Jawa, Gustaaf Willem baron van Imhoff (1743-1750);Perang Paling Merusak Sejagat


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini 

Raffles boleh saja menyebut dirinya Gubernur Jenderal Jawa, meski sebenarnya Letnan Gubernur Jenderal, tetapi Gubernur Jenderal Jawa yang sebenarnya adalah van Imhoff. Mengapa? Karena sejarahnya memang demikian. Boleh jadi ini karena Gustaaf Willem baron van Imhoff memiliki pemikiran yang kuat tentang wilayah pedalaman Jawa, tidak hanya di pedalaman Batavia (Buitenzoeg) juga di pedalaman Semarang (Vostenlanden). Namun pada eranya inilah terjadi perang yang sangat merusak, khususnya di Jawa (pedalaman Semarang). Perang ini disebut perang merusak sejagat. Mengapa? Perang Amerika (mengusir Inggris) belum terjadi.


Gustaaf Willem Baron van Imhoff (8 Agustus 1705 – 1 November 1750) adalah Gubernur-Jenderal Hindia Belanda yang ke 27. Ia memerintah antara tahun 1743 – 1750. Van Imhoff dikenal sebagai orang yang kebijakannya mendorong Pangeran Mangkubumi untuk memberontak melawan Susuhunan Pakubuwana II, peristiwa yang mencetuskan Perang Tahta Jawa Ketiga (1748-1757). Perang ini berakibatkan perpecahan kerajaan Mataram Baru menjadi Surakarta dan Yogyakarta. Van Imhoff juga dikenal sebagai orang yang meresmikan kantor pos Batavia pada tanggal 28 Agustus 1746, yang kemudian ditetapkan menjadi hari jadi Pos Indonesia. Setelah akhir masa jabatannya, Van Imhoff digantikan oleh Jacob Mossel (Wikiepedia)

Lantas bagaimana sejarah Gubernur Jenderal Jawa Gustaaf Willem baron van Imhoff (1743-1750)? Seperti disebut di atas, van Imhoff memiliki pendangan baru tentang pentingnya pedalaman Jawa. Namun saat itu situasi dan kondisinya diperkirakannya. Perang Jawa yang terjadi disebut perang paling merusak sejagat. Mengapa? Lalu bagaimana sejarah Gubernur Jenderal Jawa Gustaaf Willem baron van Imhoff (1743-1750)? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (45): Perang Jawa Era VOC 1746-1755; Soeltan Agoeng dan Kisah Kerajaan Mataram Menyerang Batavia 1628


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini

Perang Jawa yang sangat dikenal luas pada masa ini adalah Perang Jawa (1825-1830). Fase-fase Perang Jawa sebelumnya kurang terinformasikan. Perang Jawa 1825-1830 pada era Pemerintah Hindia Belanda dapat diperbandingkan dengan Perang Jawa 1745-1755 (era VOC). Satu yang menjadi pertanyaan pada era Pemerintah Hindia Belanda disebut Perang Jawa 1745-1755 sebagai perang yang paling merusak sejagat. Mengapa?


Perang Jawa dari tahun 1741 hingga 1743 antara gabungan tentara Tionghoa dengan Jawa melawan VOC. Setelah membantai 10.000 orang Cina di Batavia, yang selamat melarikan diri ke Semarang dipimpin Khe Pandjang. Seiring perkembangan situasi, Sunan Mataram Pakubuwono II mendukung para pemberontak Cina. Setelah korban pertama berjatuhan pada 1 Februari 1741 di Pati, para pemberontak Cina menyebar ke seluruh Jawa bagian tengah. Orang Jawa turut membantu orang Cina. Sesudah merebut Rembang, Tanjung, dan Jepara, gabungan Cina dan Jawa mengepung Semarang Juni 1741. Pangeran Cakraningrat IV dari Madura menawarkan bantuan kepada Belanda. Pada akhir tahun 1741, pengepungan Semarang berhasil dipatahkan setelah tentara Pakubuwono II melarikan diri. Setelah Belanda melancarkan kampanye militer pada tahun 1742, Pakubuwono II memutuskan menyerah dan beralih membantu Belanda. Para pangeran Jawa ingin meneruskan perang, pada 6 April Pakubuwono II tidak diakui oleh para pemberontak. Keponakan Pakubuwono II, Raden Mas Garendi, dipilih oleh para pemberontak penggantinya. Belanda berhasil merebut kembali semua kota di pantai utara Jawa, pemberontak menyerang ibu kota Pakubuwono II di Kartosuro. Cakraningrat IV merebut kembali kota tersebut Desember 1742, dan awal 1743 pemberontak Cina menyerah. Setelah perang berakhir, Belanda membuat perjanjian dengan Pakubuwono II (Wikipedia). 

Lantas bagaimana sejarah Perang Jawa era VOC 1746-1755? Seperti disebut di atas, Perang Jawa terdiri dari beberapa fase. Namun bagaimana disebut Perang Jawa 1746-1755 disebut perang yang paling merusakan. Sejarah perang di Jawa sendiri bermula pada era Soeltan Agoeng yang mana Kerajaan Mataram menyerang Batavia 1628. Lalu bagaimana sejarah Perang Jawa era VOC 1746-1755? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.