Rabu, 07 Juni 2023

Sejarah Banyuwangi (29): Kesehatan di Wilayah Banyuwangi dan Klinik Kesehatan; Rumah Sakit Kota dan Siapa Dr Imanudin?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyuwangi dalam blog ini Klik Disini

Seiring pembentukan cabang-cabang pemerintahan semasa Pemerintah Hindia Belanda, aspek kesehatan juga mendapat perhatian. Mengapa? Penyakit, epidemic dan status kesehatan penduduk juga akan memperngaruhi kondisi kesehatan orang Eropa/Belanda. Untuk mebingkatkan status kesehatan diu wilayan, termasuk di wilayah Banyuwangi dibutuhkan kehadiran petugas kesehatan yang menjadi prakondisi terbentuknya klinik kesehatan yang pada gilirannya rumah sakit dibangun.


Sejarah Singkat RSUD Blambangan. Banyuwangikab.go.id. 30-04-2013. Tidak banyak yang tahu jika RSUD Blambangan ternyata rumah sakit tertua di Kabupaten Banyuwangi. Rumah sakit yang kini berdiri megah ini dibangun kali pertama tahun 1930 oleh Prof. dr. Immanudin. “Sayangnya kita belum tahu tanggal, bulan dan hari apa rumah sakit ini pertama kali dibangun, masih kita telusuri. Namun yang jelas dibangun tahun 1930,” jelas Direktur RSUD Blambangan, dr. Taufik, ditemui di ruangannya, Selasa 30 April 2013. Diawal pendiriannya, fasilitas publik ini sudah memiliki 4 ruangan untuk pelayanan kesehatan dan penanggulangan penyakit menular bagi masyarakat. Yakni ruangan penyakit dalam, bedah, bersalin dan pelayanan rawat jalan. Seiring perjalanan waktu pembangunan fasilitas kesehatan dilakukan secara bertahap. (https://tegaldlimo.banyuwangikab.go.id/)

Lantas bagaimana sejarah kesehatan di wilayah Banyuwangi dan klinik kesehatan? Seperti disebut di atas pengembangan kesehatan di wilayah Banyuwangi dimulai pada era Pemerintah Hindia Belanda. Siapa Dr Imanudin dan bagaimana sejarah rumah sakit di kota Banyuwangi. Lalu bagaimana sejarah kesehatan di wilayah Banyuwangi dan klinik kesehatan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banyuwangi (28): Migrasi Menuju Banyuwangi; Perpindahan Populasi di Jawa dan Perpindahan ke Banyuwangi di P. Jawa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyuwangi dalam blog ini Klik Disini

Sejarah migrasi sebenarnya sezaman dengan pembentukan populasi penduduk di suatu wilayah. Hal seperti itulah yang juga terjadi di wilayah Banyuwangi. Dalam hubungan ini, di wilayah Banyuwangi, jika disebut populasi penduduk asli di wilayah Banyuwangi adalah orang Osing, sejatinya adalah perpaduan populasi di masa lampau. Pembentukan populasi sangat dipengaruhi oleh perpindahan.


Kampung Mandar: Migrasi dan Adaptasi Komunitas Mandar dan Bugis-Makassar di Banyuwangi 1930-1980. Skripsi. Wahyu Indah Hasanah. Universitas Airlangga (2019). Skripsi fokus pada proses migrasi yang dilakukan orang-orang Mandar dan Bugis-Makassar ke Banyuwangi serta strategi adaptasi apa yang digunakan sehingga mereka dapat diterima. Penelitian ini menggunakan metode sejarah. Pengumpulan data dilakukan melalui penelusuran di perpustakaan dan kantor badan arsip sumber lisan dan sumber foto. Sumber lisan didapatkan melalui wawancara dengan narasumber dari Keluarga Adat Mandar dan seorang pemerhati sejarah lokal di Banyuwangi. Terjadinya migrasi komunitas Mandar dan Bugis-Makassar ke Banyuwangi disebabkan faktor keamanan dan ekonomi Sulawesi Selatan, memasuki wilayah Banyuwangi awal abad 18 melalui jalur perdagangan. Orang Mandar dan Bugis-Makassar tersebar di beberapa desa, antara lain Sukojati Blimbingsari, Kepuh Pakisaji, Watubunjul Giri, Kenjo Glagah. Strategi adaptasi dalam bertahan adalah strategi perang, perdagangan dan perkawinan. Proses interaksi menghasilkan akulturasi budaya. Salah satu budaya yang terjadi akulturasi adalah tradisi Petik Laut. Tradisi Petik Laut dilaksanakan sesuai adat Mandar, namun di dalamnya juga terdapat Tari Gandrung dari Banyuwangi. Sedangkan tradisi yang masih terjaga keasliannya, adalah Saulak upacara adat meminta izin kepada nenek moyang sebelum melakukan sebuah hajatan (https://repository.unair.ac.id/)

Lantas bagaimana sejarah migrasi di Banyuwangi? Seperti disebut di atas, wilayah Banyuwangi menjadi salah satu tujuan migrasi. Bahkan sejak zaman lampau. Migrasi dalam hal ini perpindahan populasi di Jawa dan perpindahan ke Banyuwangi di pulau Jawa. Lalu bagaimana sejarah migrasi di Banyuwangi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 06 Juni 2023

Sejarah Banyuwangi (27): Pemerintahan di Banjoewangi Semasa Era Pemerintah Hindia Belanda; Zaman Kuno versus Masa Kini


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyuwangi dalam blog ini Klik Disini

Dalam narasi sejarah pemerintahan, yang terinformasikan adalah pemerintah zaman kuno dan era masa kini. Bagaimana masa pemerintahan diantaranya. Nah, itu dia. Kurang terinformasikan. Sejatinya pemerintahan di suatu wilayah, berkesinambungan dari zaman kuno hingga era masa kini.  Namun kurang terperhatikan pada era Pemerintah Hindia Belanda. Wulayah relative tidak berubah, yang berubah adalah rezim yang memerintah di wilayah tersebut.


Banyuwangi adalah sebuah wilayah kabupaten di Provinsi Jawa Timur. Sejarah Banyuwangi tidak lepas dari sejarah Kerajaan Blambangan. Pada pertengahan abad ke-17, Banyuwangi merupakan bagian dari Kerajaan Hindu Blambangan yang dipimpin oleh Pangeran Tawang Alun. Pada masa ini secara administratif VOC menganggap Blambangan sebagai wilayah kekuasannya, atas dasar penyerahan kekuasaan Jawa bagian timur (termasuk Blambangan) oleh Pakubuwono II kepada VOC. Padahal Mataram tidak pernah bisa menguasai daerah Blambangan yang saat itu merupakan kerajaan Hindu terakhir di Pulau Jawa. Namun VOC tidak pernah benar-benar menancapkan kekuasaannya sampai pada akhir abad ke-17, ketika pemerintah Inggris menjalin hubungan dagang dengan Blambangan. Daerah yang sekarang dikenal sebagai "kompleks Inggrisan" adalah bekas tempat kantor dagang Inggris. VOC segera bergerak untuk mengamankan kekuasaannya atas Blambangan pada akhir abad ke-18. Hal ini menyulut perang besar selama lima tahun (1767–1772). Dalam peperangan itu terdapat satu pertempuran dahsyat yang disebut Puputan Bayu sebagai merupakan usaha terakhir Kerajaan Blambangan untuk melepaskan diri dari belenggu VOC. Pertempuran Puputan Bayu terjadi pada tanggal 18 Desember 1771 yang akhirnya ditetapkan sebagai hari jadi Banyuwangi. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah pemerintahan di Banjoewangi semasa Pemerintah Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, narasi sejarah pemerintahan di berbagai wilayah cenderung hanya menarasikan zaman kuno versus masa kini. Pada masa Pemerintah Hindia Belanda kurang terinformasikan. Lalu bagaimana sejarah pemerintahan di Banjoewangi semasa Pemerintah Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banyuwangi (26): Jembrana di Afd. Bali en Lombok;Pemerintah di Bali Bermula di Afdeeling Banjoewangi, Resid. Bezoeki


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyuwangi dalam blog ini Klik Disini

Nama Djembrana adalah suatu nama kerajaan di pulau Bali, Kerajaan ini awalnya berpusat di Djambrana lalu kemudian relokasi ke Negara. Wilayah Djembrana di pulau Bali ini kali pertama Pemerintah Hindia Belanda membentuk cabang pemerintahan pada tahun 1855. Ini sehubungan dengan berakhirnya Perang Bali pertama (1846-1849). Relokasi ibu kota ini sehubungan dengan penempatan Controleur di Negara.


Menurut cerita, Oentoeng Soeropati adalah seorang pangeran yang lahir dari Poeger, bernama Sangadja, yang dipaksa pada usia enam tahun oleh pamannya, Soesoehoenan, untuk melarikan diri ke Blambangan, untuk mencari perlindungan dengan pangeran wilayah Blambangan. Namun pangeran Blambangan tidak berani menjaga pemuda belia itu bersamanya, lalu menyarankan Oentoeng Soeropati untuk menyeberang dengan pengasuhnya ke Djambrana di Bali. Disini mereka disambut dengan ramah oleh Shabandar, yang kemudian menerima pangeran kecil ini sebagai putranya dan memberinya panggilan (gelar) Bagoes Mataram. Setelah pemuda ini tumbuh menjadi seorang pemuda yang hebat (lihat Dr R van Eck dalam majalah Tijdschrift voor Neerland's Indie, 1878).

Lantas bagaimana sejarah Jembrana di Afdeeling Bali en Lombok? Seperti disebut di atas, hubungan antara wilayah Banjoeangi dan wilayah Djembrana di (pulau) Bali sudah sejak doeloe. Satu fase hubungan tersebut pada saat pemerintah di Bali bermula di afdeeling Banjoewangi, Residentie Bezoeki. Lalu bagaimana sejarah Jembrana di Afdeeling Bali en Lombok? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 05 Juni 2023

Sejarah Banyuwangi (25):Bondowoso Tanpa Laut Tetangga Banyuwangi Dekat tapi Jauh; Gunung Merapi Gunung Ijen Gunung Raung


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyuwangi dalam blog ini Klik Disini

Orang Madura menyebut nama Bondowoso dengan nama Bandabasa. Apa bedanya? Okelah, banda sama dengan bondo. Lalu apakah woso sama dengan basa? Jika bondo sama dengan banda, bukankah woso sama dengan wasa. Mengapa basa? Dalam hal ini basa analog dengan boso. Itu satu hal. Dalam hal ini soal sejarah wilayah Bondowoso sendiri.


Bondowoso (Madura: Bândâbâsa) wilayah kabupaten di Provinsi Jawa Timur. Ibu kota kabupatennya strategis, yakni berada di persimpangan jalur dari Kecamatan Besuki dan Kabupaten Situbondo menuju Jember. Bondowoso merupakan satu-satunya kabupaten tidak memiliki wilayah pesisir laut di wilayah Tapal Kuda. Kabupaten Bondowoso dapat dibagi menjadi tiga wilayah: wilayah barat merupakan pegunungan (bagian dari Pegunungan Iyang), bagian tengah berupa dataran tinggi dan bergelombang, sedang bagian timur berupa pegunungan (bagian dari Dataran Tinggi Ijen). Bondowoso merupakan satu-satunya kabupaten di daerah Tapal Kuda yang tidak memiliki garis pantai. Kabupaten Bondowoso memiliki suhu udara yang cukup sejuk karena berada di antara pegunungan Kendeng Utara dengan puncaknya Gunung Raung, Gunung Ijen dan sebagainya di sebelah timur serta kaki pengunungan Hyang dengan puncak Gunung Argopuro, Gunung Krincing dan Gunung Kilap di sebelah barat. Sedangkan di sebelah utara terdapat Gunung Alas Sereh, Gunung Biser dan Gunung Bendusa. Letak Kabupaten Bondowoso tidak berada pada daerah yang strategis. Meskipun berada di tengah, namun Kabupaten Bondowoso tidak dilalui jalan negara yang menghubungkan antar provinsi. Keadaan yang kurang strategis tersebut yang menyebabkan Bondowoso cenderung lebih sulit berkembang jika dibandingkan dengan kabupaten di sekitarnya. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Bondowoso tanpa laut tetangga Banyuwangi dekat tapi jauh? Seperti disebut di atas, wilayah (kabupaten) Bondowoso wilayah tanpa perairan/laut. Wilayah diantara gunung-gunung, gunung Merapi, gunung Ijen, gunung Raung dan gunung Argapura. Lalu bagaimana sejarah Bondowoso tanpa laut tetangga Banyuwangi dekat tapi jauh? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banyuwangi (24): Jember, Dipisah Gunung Raung Banyuwangi; Pembangunan Jalan Membuka Isolasi wilayah Banyuwangi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyuwangi dalam blog ini Klik Disini

Jember berada di sebelah barat wilayah Banyuwangi. Apa kaitan antara dua wilayah. Yang jelas wilayah Banyuwangi sudah dikenal sejak masa lampau. Bagaimana dengan wilayah Jember? Apakah wilayah Jember sebagai wilayah yang dikenal sejak dari dulu? Yang jelas juga wilayah Jember berada di lereng sebelah barat gunung Raung dan di lereng sebelah selatan gunung Argapura.


Jember adalah sebuah kabupaten di provinsi Jawa Timur. Secara administratif, wilayah Jember meliputi Kepulauan Nusa Barung, yang berada di Selatan Laut Jawa. Kabupaten Jember dibentuk berdasarkan Staatsblad Nomor 322 tanggal 9 Agustus 1928, mulai berlaku tanggal 1 Januari 1929. Pemerintah Regenschap Jember yang semula terbagi dalam tujuh Wilayah Distrik, pada tanggal 1 Januari 1929 sejak berlakunya Staatsblad No. 46/1941 tanggal 1 Maret 1941 Wilayah Distrik dipecah menjadi 25 Onderdistrik, yaitu: Distrik Jember (Jember, Wirolegi, dan Arjasa); Distrik Kalisat (Kalisat, Ledokombo, Sumberjambe, dan Sukowono); Distrik Rambipuji (Rambipuji, Panti, Mangli, dan Jenggawah); Distrik Mayang (Mayang, Silo, Mumbulsari, dan Tempurejo); Distrik Tanggul (Tanggul, Sumberbaru, dan Bangsalsari); Distrik Puger (Puger, Kencong Gumukmas, dan Umbulsari); Distrik Wuluhan (Wuluhan, Ambulu, dan Balung). Secara geografis berbentuk dataran ngarai yang subur pada bagian Tengah dan Selatan, dikelilingi pegunungan yang memanjang sepanjang batas Utara dan Timur serta Samudra Indonesia sepanjang batas Selatan dengan Pulau Nusa Barong yang merupakan satu-satunya pulau yang ada di wilayah Kabupaten Jember. Ketinggian antara 0–3.330 M. Kabupaten Jember mempunyai banyak sungai/kali yang bermanfaat untuk pertanian. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Jember, dipisahkan gunung Raung Banyuwangi? Seperti disebut di atas, Jember berada di sebelah barat Banyuwangi di lereng sebelah barat gunung Raung. Pembangunan jalan darat dari wilayah Jember membuka isolasi wilayah Banyuwangi. Lalu bagaimana sejarah Jember, dipisahkan gunung Raung Banyuwangi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.