*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Tangerang dalam blog ini Klik Disini
Ada adagium tempo doeloe: ’Maluku masa lalu, Jawa masa kini, Sumatra masa depan’. Sebelumnya telah berlalu adagium ‘doeloe Moeara, kini Tangerang’. Pada era VOC saat terjadi gunung Salak meletus tahun 1699 kota Banten aman, tapi kota Tangerang hancur diterjang banjir bandang. Sejak era Pemerintah Hindia Belanda, jalan Trans-Java Daendels kota Tangerang maju pesat. Ini sehubungan dibangunnya jembatan baru di atas sungai Tjisadane di Tangerang. Lalu ketika gunung Krakatau meletus tahun 1883, kota tua Banten tenggelam dan muncul kota baru Serang (di sisi jalan Trans-Java Daendels).
Ada adagium tempo doeloe: ’Maluku masa lalu, Jawa masa kini, Sumatra masa depan’. Sebelumnya telah berlalu adagium ‘doeloe Moeara, kini Tangerang’. Pada era VOC saat terjadi gunung Salak meletus tahun 1699 kota Banten aman, tapi kota Tangerang hancur diterjang banjir bandang. Sejak era Pemerintah Hindia Belanda, jalan Trans-Java Daendels kota Tangerang maju pesat. Ini sehubungan dibangunnya jembatan baru di atas sungai Tjisadane di Tangerang. Lalu ketika gunung Krakatau meletus tahun 1883, kota tua Banten tenggelam dan muncul kota baru Serang (di sisi jalan Trans-Java Daendels).
Benteng Angke, akses menuju Tangerang (1769) |
Lantas bagaimana dinamika yang terjadi di Tangerang
setelah kota Tangerang dijadikan sebagai kota pemerintah(an) dan setelah adanya
jalan Trans-Java? Pembangunan pertanian maju pesat yang berpusat di tanah-tanah
partikelir. Namun semua itu menimbulkan permasalahan baru dalam bidang sosial,
yakni kerawanan sosial. Bagaimana itu semua terkait satu sama lain, mari kita
telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sumber
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Jalan Trans-Java Daendels
Pemerintah Hindia Belanda telah melibatkan para pemimpin lokal untuk
mengerahkan penduduk untuk membangun jalan baru, meningkatkan jalan yang sudah
ada. Pembangunan jalan tersebut dibuat undang-undangnya yang meliputi rute dari
Batavia ke Buitenzorg. Lalu dari Buitenzorg ke Soerabaja (lihat Bataviasche
koloniale courant, 05-01-1810). Peningkatan jalan ini termasuk jalan dari
Batavia menuju Anjer (Banten) melalui Tangerang. Untuk pembangunan jembatan
pemerintah melakukan outsourcing yang dilakukan oleh perorangan (swasta).
Pejabat pemerintah di Tangerang adalah Schout (setingkat controleur). Schout
Tangerang saat dimulai pembangunan jalan tersebut adalah JF Carels.
Bataviasche koloniale courant, 05-01-1810 |
Bataviasche koloniale courant, 06-04-1810 |
Seperti untuk tempat lainnya, Gubernur Jenderal
Daendels menawarkan kepada publik untuk membangun dan memperbaiki jembatan tol
di atas sungai Angke, jalan yang menuju Tangerang (lihat Bataviasche koloniale
courant, 06-04-1810). Pembangun dan perbaikan ini juga termasuk
jembatan-jembatan kecil lainnya sepanjang jalan menuju Tangerang. Dengan
realisasi jembatan di atas sungai Angke ini maka antara Batavia dengan
Tangerang terhubung yang memungkinkan terjadinya lalu lintas pedati, gerobak,
kereta dan sebagainya.
Bataviasche courant, 26-04-1817 |
Pada saat dimulainya kembali Pemerintah Hindia
Belanda, satu keputusan penting dibuat untuk menata perdagangan yang salah
satunya adalah penetapan tarif angkutan pedati dengan dua kerbau (lihat Bataviasche
courant, 26-04-1817). Dalam penetapan tarif dari Batavia terjauh ke Banten dan
Tjikao (kini Subang) yang sebesar f8. Tarif angkutan ke Buitenzorg sebesar f4.
Ke Depok dan Tjimanggies sebesar f2. Untuk tarif angkutan dari Batavia ke
Tangerang sebesar Tangerang f1 3/5. Tarif angkutan terpendek adalah ke Meester
Cornelis sebesar f4/5. Gambaran tarif ini mencerminkan jarak dan faktor
kesulitan di jalan.
Bataviasche courant, 21-12-1816 |
Francois Bonnet menjual losmennya di Tangerang (lihat Bataviasche
courant, 26-04-1827). Boleh jadi ini karena Bonnet telah diangkat pemerintah
sebagai petugas di Kommies (setara camat sekarang) di Tanara (lihat Bataviasche
courant, 25-08-1827). Dengan demikian Bonnet telah beralih profesi lagi dari
pedagang menjadi pejabat pemerintah. Ketika terjadi Perang Bondjol, pada tahun
1833 Bonnet diangkat sebagai Asisten Residen di Afdeeling Mandailing,
Tapanoeli. Bonnet dibantu oleh seorang komandan militer Twee Luitenant infantry,
Elsborg. Saat militer yang dikomandoi Luitenan Colnel AV Michiels dari Padang
mengepung Bondjol, Asisten Residen Bonnet yang berkedudukan di Kotanopan, memimpin
pasukan Mandailing untuk membantu militer di Mandailing. Selama ini penduduk
Mandailing menjadi sasaran invasi pasukan Banjol. Bonjol berhasil dilumpuhkan
tahun 1837. Francois Bonnet dikabarkan meninggal pada bulan November 1838
(lihat Javasche courant, 24-11-1838). Disebutkan bahwa setelah penderitaan hidup
berkepanjangan, sekarang almarhum,
Francois Bonne telah tiada, petugas yang bertanggung jawab sebagai otoritas
sipil di Afdeeling Mandheling, Sumatra’s Noordwestkust, yang sebagian besar
untuk berdinas bergabung seragam kepentingan Gouvernements. Dia seorang mantan
militer, yang bersedia menjadi kepala Mandheling dalam membantu pribumi, yang
tidak akan lebih baik tanpa dia. Dia pergi dan semuanya akan dikorbankan untuk
afdeeling, menjadi petugas terbesar gagah berani kami, sementara ia digunakan
sebagai otoritas Tapanolie pasca perlawanan.
Jual beli lahan juga semakin marak. Salah satu
diantaranya adalah land Tollok Naga di sisi timur sungai Tangerang (lihat Bataviasche
courant, 04-04-1818). Disebutkan land Telok Naga dilelang oleh kantor lelang di
Batavia. Land Telok Naga ini adalah sebagian lahan alang-alang dan sebagian
yang lain adalah semak dan hutan. Lahan ini sebelumnya dimiliki oleh seorang
Tionghoa bernam Intim (yang juga pemilik land Odjoeng Crawang dan land yang
berada di sisi barat sungai Tjiliwong.
Pada
tahun 1821 kembali Pemerintah menawarkan ke publik untuk perbaikan jembatan tol
Angke, sepanjang jelan ke Tangerang, termasuk jembatan-jembatan kecil lainnya
(lihat Bataviasche courant, 17-02-1821).
Banten Tenggelam, Timbul Kota Serang
Tunggu deskripsi lengkapnya
dimana letak logment tangerang Pak
BalasHapusTepat berada di fort Tangerang Bung Sigit. Saya lupa di artikel no berapa saya pernah menulisnya
Hapus