Kamis, 07 Mei 2020

Sejarah Bogor (47): Pulau Geulis dan Lebak Pasar; Pulau di Tengah Sungai Ciliwung dan Area Kampong Babakan di Bawah Pasar


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini

Pulau Geulis dan Lebak Pasar ibarat pulau di tengah lautan dan pantai daratan. Tidak terpisahkan satu sama lain. Kedua area ini berada di satu lembah yang dipisahkan oleh sungai Ciliwung. Oleh karena itu ‘mereka’ tetap terikat hingga ini hari sebagai satu kelurahan: Kelurahan Babakan Pasar, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Keterikatan mereka sebagai satu wilayah bukanlah baru-baru ini, tetapi, bahkan sudah sejak lama, sejak namanya secara geografis diidentifikasi dengan nama Poelaoe Poetri. Disebut Pulau Geulis baru belakangan.

Pulau Geulis di Babakan Pasar (Peta 1900); Jembatan Otista (1903)
Seperti halnya Sempur, saya kenal betul dengan wilayah (kelurahan) Babakan Pasar ini, paling tidak pada awal tahun 1980an saya kerap berkunjung ke tempat teman-teman yang berada di dekat Jalan Otista yang disebut Lebak Pasar. Area Lebak Pasar ini berbatasan di hilir sungai dengan Kebun Raya dan di sisi utara sungai dengan kelurahan Baranang Siang. Tidak hanya itu dari area Lebak Pasar juga bisa akses ke jalan Pulau Geulis melalui jembatan bambu (kini pulau hanya dihubungkan jembatan ke arah utara di jalan Riau). Pulau ini satu kesatuan wilayah dengan Lebak Pasar dan karena itu Pulau Geulis masuk kelurahan Babakan Pasar (hingga ini hari). Tempo doeloe seingat saya Lebak Pasar disingkat Elpas (L-Pas) dan Pulau Geulis sering dikunjungi warga Elpas karena pulaunya memang benar-benar cantik. Seberang sungai dari kampong Lebak Pasar adalah kampong Babakan Pendeuy.

Pulau Geulis dan Lebak Pasar bukanlah kampong biasa, meski belakangan ini terkesan biasa-biasa saja. Pulau Geulis sudah ada penghuninya sejak lama, sejak adanya pasar. Nama Lebak Pasar muncul seiring dengan adanya pasar Buitenzorg, namun tidak begitu jelas apakah pada era VOC atau era Pemerintah Hindia Belanda. Yang jelas nama Lebak Pasar dan nama Pulau Geulis sudah lama adanya. Sebelumnya nama Poeloe Poetri disebut sebagai Pulau Gadis (het eiland der Jonkvrouw). Kampong yang berada di pulau disebut Kampong Poelo (tempat prostitusi). Karena itu ada juga yang menyebutnya sebagai Noesa Lara[ng] (menurut KF Holle pulau terlarang). Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kelurahan Sempur dan Kelurahan Babakan Pasar (Now)
Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.  

Pulau Geulis di Babakan Pasar di Land Bloeboer

Nama kampong Babakan sudah lama ada. Sudah diidentifikasi bersama kampong Pondok Sempoer dan kampong Baranang Siang pada Peta 1701. Tiga kampong ini langsung berbatasan dengan sisi utara sungai Tjiliwong. Dalam perkembangannnya wilayah hulu sungai Tjiliwong mulai dikavling-kavling dalam satuan tanah partikelir (land). Area sisi selatan sungai Tjiliwong disebut land Kampong Baroe atau land Bloeboer; sementara area sisi utara sungai Tjiliwong disebut land Kedong Halang (termasuk kampong Baranangsiang, kampong Babakan dan kampong Sempoer). Land Kampong Baroe milik Bupati di Kampong Baroe (Luitenan Tanoedjiwa); sedangkan land Kedonghalang meilik kepala kampong Kedong Halang. Kampong Baroe sendiri berada di Land Kedong Halang (dimana bupati berada). Bupati Kampong Baroe adalah saudara dari kepala kampong Kedong Halang.

Jembatan di atas sungai Tjiliwong di Lebak Pasar (Lukisan 1772)
Pada tahun 1745 Gubernur Jenderal VOC van Imhoff membangun villa di land Bloeboer. Area villa ini menjadi Istana Bogor yang sekarang. Tentu saja penggunaan lahan villa di land Bloeboer ganti rugi dalam bentuk konpensasi uang. Dalam bahasa sekarang, Bupati Kampong Baroe menjual satu persil lahan di land Bloeboer. Selain gaji dan pendapatan lainnya, Bupati Kampong Baroe mendapat masukan dari penjualan (konsesi) lahan.

Sejak adanya villa Imhoff di hulu sungai Tjiliwong (land Bloeboer), semakin banyak peminat dari Batavia (pedagang VOC) yang membangun pertanian atau sekadar tempat tinggal di land Bloeboer (area di antara sungai Tjiliwong dan sungai Tjisadane).

Persil Lebak Pasar (Peta 1772)
Persil-persil lahan yang dijual kemudian seperti persil lahan yang kemudian disebut Lebak Kantin. Dua persil lainnya yang dijual adalah persil lahan antara sungai Tjiliwong dan jalan raya yang terdiri dari dua persil yakni persil pertama yang juga kemudian disebut Lebak Pasar dan persil kedua adalah persil lahan Bantar Pete (yang kelak disebut land Soekasari). Persil Lebak Pasar dan persil Soekasari berbatasan.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pasar Buitenzorg dan Pulau Geulis

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar