Jumat, 22 Mei 2020

Sejarah Bogor (63): Kopi Land Buitenzorg, Sentra Tidak Hanya di Megamendung dan Cibungbulang; Kopi Sukaraja dan Ciomas


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini

Bogor memiliki sejarah kopi sendiri. Kopi Bogor sudah ada sejak era Buitenzorg. Kopi Bogor boleh dikatakan sebagai kopi pendahulu (pionir) di seluruh Indonesia. Produksinya tidak banyak maka distribusinya hanya sebatas kebutuhan lokal (domestik). Kopi-kopi dari Priangan (Preager) yang produksinya sangat banyak (terutama Tjiandjoer dan Soekaboemi) dan diekspor menyebabkan kopi Bogor tidak muncul pada label internasional. Namun, kopi Land Buitenzorg adalah heritage di Bogor.

Kopi Land Buitenzorg masih eksis hingga ini hari dengan nama kopi Bogor. Pada masa ini kopi Bogor terdapat di sembilan kecamatan diantaranya Babakan Madang, Cariu, Cisarua, Pamijahan, Sukamakmur dan Tanjung Sari. Kecamatan yang berada di dataran yang lebih rendah (800 meter) jenis kopi yang ada adalah robusta, sedangkan kecamatan yang bergunung-gunung di atas 800 meter terdapat kopi jenis arabika. Bagaimana cita rasa kopi Land Buitenzorg atau kopi Bogor, datang sendiri ke Kota Bogor.

Seperti apa sejarah kopi Bogor? Dimana sentra-sentra kopi di Buitenzorg tempo doeloe? Tentu saja tidak hanya di Megamendoeng dan Tjiboengboelan, tetapi juga ditemukan di sejumlah tempat (land). Kopi Buitenzorg terdekat dari kota Bogor terdapat di land Tjiomas dan land Soekaradja. Apakah sentra kopi tempo doeloe (kopi Land Buitenzorg) masih sama dengan sentra kopi Bogor yang sekarang? Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.  

Kopi di Tanah Partikelir (Land)

Kopi land (tanah partikelir) merujuk perkebunan kopi di tanah-tanah partikelir (private land). Perkebunan kopi di tanah-tanah publik (gouvernement grond) diusahakan oleh penduduk dan pemerintah. Tanah-tanah pemerintah ada yang disewakan kepada swasta dalam bentuk huur dan erfpachtgronden dengan nilai pajak (verponding tertentu). Perkebunan kopi di tanah partikelir (land) dikelola dengan caranya sendiri oleh pemilik land (tidak diatur pemerintah, bebas produksi dan bebas ekspor). Tanah partikelir semacam negara di dalam negara.

Tanah-tanah partikelir hanya ada di (pulau) Jawa, sebagian besar di wilayah antara sungai Tjimanoek (timur) dan sungai Tjikandie (barat). Semua wilayah Residentie Batavia (termasuk Afdeeling Buitenzorg) adalah tanah partikelir, kecuali beberapa persil lahan telah dibeli oleh pemerintah (sejak era Gubernur Jenderal Daendels). Afdeeling Buitenzorg terdiri dari district: Buitenzorg, Djasinga, Leuwiliang, Paroeng, Tjibinong dan Tjibaroesa.

Para pemilik land (landheer) adalah pengusaha pertanian (farmer). Di tanah mereka berbagai komoditi diusahakan seperti padi sawah, tanaman keras (perkebunan), buah-buahan, sayur-sayuran dan sebagainya. Tanaman keras antara lain, kopi, teh, kina dan sebagainya. Para pemilik land mengusahakan lahannya dalam konteks perdagangan domestik maupun perdagangan ekspor. Sementara perkebunan-perkebunan swasta (menyewa lahan dari pemerintah) umumnya untuk tujuan ekspor. Itulah sebabnya, luasan tanaman kopi di tanah-tanah partikelir tidak terlalu luas, tetapi memiliki skala ekonomis hanya untuk perdagangan domestik.

Land di Buitenzorg yang mengusahakan tanaman kopi (1885)
Selain tanah-tanah partikelir di (residentie) Batavia, tanah partikelir berada di Residentie Semarang, Residentie Bantam, Residentie Krawang dan Residentie Pasoeroean. Dalam statistik perkebunan kopi 1885, perkebunan kopi di tanah-tanah partikelir hanya ditemukan di residentie Bantam, Batavia, Krawang dan Semarang. Di Residentie Bantam hanya land Tjikandie Oedik yang mengusahakan kopi; di residentie Krawang di land Pamanoekan en Tjiasem; dan di residentie Semarang di land-land Krapjak, Melojo dan Soesoekan.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Kopi Land Buitenzorg

Perkebunan kopi di tanah-tanah partikelir (land) di Buitenzorg cukup banyak. Berdasarkan statistik perkebunan kopi 1885 land-land yang mengusahakan perkebunan kopi adalah Tjiseroea, Tjikopo, Pondok Gede, Tjomas, Tjitrap, Soekaradja, Tjiampea, Tjiboenboelan. Sading, Tjoeroek Bitoeng, Djasinga dan Tjipaminkis. Untuk sekadar catatan: land Tjipamingkis pada masa ini menjadi kecamatan di Kabupaten Bekasi. Kopi sendiri sudah sejak lama dintroduksi di hulu sungai Tjiliwong.

Land (tanah partikelir) di Buitenzorg adalah land Tjinere dan land Pondok Terong (Tjitajam) yang diusahakan oleh Majoor Saint Martin dan land Depok yang diusahakan oleh Cornelsis Chastelein. Pada tahun 1703 Abraham van Riebeeck melakukan ekspedisi ke hulu sungai Tjiliwong. Pada tahun ini juga Pemerintah membeikan izin bagi Abraham van Riebeeck membuka lahan (land) di Bodjongmanggis (kelak disebut land Bodjong Gede). Sepulang dari Malabar sebagai Gubernur, Abraham van Riebeeck diangkat menjadi Gubernur Jenderal (1709-1713). Pada tahun 1711 Abraham van Riebeeck mulai mengintroduksi kopi di Kedaoeng (Tangerang). Sejak inilah tanaman kopi meluas hingga ke hulu sungai Tjiliwong dan sungai Tjisadane (ter masuk di land Depok dan landnya sendiri di Bodjongmanggis). Abraham van Riebeeck juga mulai bekerja sama dengan pemimpin lokal (bupati Kampong Baroe, bupati Tjiandjoer dan bupati Bandoeng) dengan kontrak-kontrak penanaman kopi.

Dua pemimpin lokal di hulu sungai Tjiliwong yang aktif mengusahakan kopi adalah bupati Kampong Baroe dan Aria di Soekaradja. Pada era Gubernur Jenderal van Imhoff (1743-1740) menginisiasi dua pemimpin lokal ini untuk meningkatkan produktivitas sawah dengan mengembangkan kanal. Upaya ini tampaknya dimaksudkan untuk menyediakan pangan yang cukup agar populasi semakin banyak yang dilibatkan dalan penanaman komoditi ekspor kopi. Perkebunan kopi dan pencetakan sawah baru bersifat komplemen.

Bupati Kampong Baroe mengembangkan kanal di land Bloeboer dengan merevitalisasi sungai Seuseupan dan pembuatan kanal baru (kemudian disebut kanal atau sungai Tjibalok). Kanal ini diarahkan ke kampong Soekahati dan kampong Batoetoelis. Bupati Kampong Baroe juga mengembangkan kanal sungai Tjipakantjilan untuk pencetakan sawah baru (kemudian muncul kampong Bondongan). Sementara Aria Soekaradja mengembangkan kanal dengan menyodet sungai Tjiliwoeng di kampong Katoelampa dengan membangun kanal untuk mengairi pencetakan sawah baru di land Soekaradja (sebagian dari air ini diintegrasikan dengan sungai Tjiloear).  

Bupati Kampong Baroe mengusahakan tanaman kopi di sisi selatan sungai Tjisadane hingga ke lereng gunung Pangrango (Megamendoeng). Sementara Aria Soekaradja mengusahakan tanaman kopi di sisi utara sungai Tjiliwong (land Soekaradja). Para pedagang VOC lambat laun semakin berminat untuk mengusahakan pertanian di hulu sungai Tjiliwong dan hulu sungai Tjisadane. Dalam perkembangannya wilayah ulayat Bupati Kampong Baroe hanya terbatas land Bloeboer (yang juga disebut land Kampong Baroe).

Lahan-lahan di lereng gunung Pangrango telah dipisahkan menjadi land-land baru dengan membentuk land Tjikopo dan land Tjisaroea. Demikian juga land Soekaradja dimekarkan dengan terbentuknya land-land baru yakni land Tjiloear dan kemudian land Tjimahpar. Land Tjikopo juga dimekarkan dengan membentuk land baru yang disebut land Pondok Gede. Wilayah ulayat Demang Dramaga kemudian diubah statusnya menjadi tanah partikelir. Sebelum terbentuk land Dramaga sudah dibentuk land Tjiampea yang dikuasai oleh Gubernur Jenderal Jeremias van Riemsdijk (1775-1777). Land Bloeboer yang dikuasai Bupati Kampong Baroe lambat-laun persil-persil lahan juga dijual sehingga Bupati Kampong Baroe hanya memiliki lahan di empat area: Tjiwaringin, Bantar Pete, Batoetoelis dan Tjrokota. Persil-persil lahan ini menjadi awal terbentuknya kota Buitenzorg (di sekitar villa van Imhoff.

Para pemilik land yang baru selain mengusahakan tanaman kopi juga mulai mengintrodusi jenis tanaman-tanaman ekspor lainnya seperti lada, indigo dan pala. Wilayah hulu sungai Tjiiwong dan hulu sungai Tjisadane semakin ramai dengan para investor Eropa-Belanda. Era para pemimpin lokal mulai digantikan oleh para investor-investor yang bermodal kuat.

Pada era Pemerintah Hindia Belanda di masa jabatan Gubernur Jenderal Daendels, persil-persil lahan di land Bloboer dibeli pemerintah termasuk sisa lahan yang dimiliki Bupati Kampong Baroe di empat area. Land-land lama dimekarkan seperti land Tjiampea dimekarkan dengan membentuk land Tjiboenboelan dan land Pandjawoengan. Land Soekaradja juga dimekarkan dengan membentuk land baru land Tanah Baroe. Land Tjikopo dimekarkan dengan membentuk land Srogol. Land-land yang baru juga dibentuk antara lain land Tjidjeroek, land Tjiomas, land Sading dan land Janlappa en Bolang.

Meski para investor bermodal kuat telah menguasai land-land terbaik, tetapi komoditi kopi masih dianggap sebagai salah satu komoditi mata dagangan yang penting.

Land-land pada masa lampau pada masa ini dapt diidentifikasi sebagai berikut: Land Tjiseroea kini meliputi kecamatan Tjisaroea, kecamatan Sukamakmur dan kecamatan Tanjungsari; Land Tjikopo kini meliputi kecamatan Megamendung dan kecamatan Cigombong, Land Pondok Gede meliputi kecamatan Tjiawi, Land Tjiomas meliputi kecamatan Ciomas dan kecamatan Tamansari; Land Tjitrap meliputi kecamatan Citeureup dan kecamatan Cariu; Land Soekaradja meliputi kecamatan Sukaraja dan kecamatan Babakan Madang, Land Tjiampea meliputi kecamatan Ciampea dan kecamatan Dramaga; Land Tjiboenboelan meliputi kecamatan Leuwiliang; Land Sading meliputi kecamatan Leuwisadeng dan kecamatan Rumpin; Land Tjoeroek Bitoeng meliputi kacamatan Nanggung. Kecamatan Tenjolaya dan kecamatan Pamijahan; Land Djasinga meliputi kecamatan Jasinga. Kecamatan Sukajaya dan kecamatan Cigudeg dan Land Tjipaminkis pada masa ini adalah kecamatan Jonggol dan sebagian masuk Kabupaten Bekasi.

Pada masa ini sisa peradaban kopi di Buitenzorg tempo doeloe masih ditemukan di kecamatan-kecamatan Babakan Madang, Cariu, Cisarua, Pamijahan, Sukamakmur, Tanjung Sari, Tenjolaya, Cigudeg dan Rumpin.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Para Landheer di Buitenzorg: Label Kopi Land

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar