Selasa, 19 Mei 2020

Sejarah Sukabumi (41): Sejarah Cicurug Tempo Doeloe yang Terlupakan; Diingat Kembali karena Berbatasan dengan Bogor


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sukabumi dalam blog ini Klik Disini
 

Sejarah Cicurug di Sukabumi, ibarat sejarah Cigombong di Bogor. Letak geografi Cigombong yang jauh dari Kota Bogor sering dipersepsikan masuk wilayah Sukabumi (jauh di mata dekat di hati); sebaliknya letak geografi Cicurug yang jauh dari Kota Sukabumi adakalanya dipersepsikan masuk wilayah Bogor (jauh di hati, dekat di mata). Itulah nasib kota-kota di perbatasan (perilaku mengikuti persepsi).

Tjitjoeroeg (Peta 1899)
Persepsi semacam ini, dalam kehidupan sehari-hari ada benarnya. Seorang teman saya di Bogor, seumur-umur tidak pernah ke Bandung (ibukota Provinsi Jawa Barat), tetapi tiap hari (commuter) ke Jakarta. Tentu saja ada orang Tapanuli yang seumur-umur tidak pernah ke Medan tetapi setiap tahun pulang kampung ke Tapanuli dari Jakarta. Lantas adakah warga Cicurug yang tidak pernah ke Kota Sukabimi, tetapi tiap hari commuter ke Bogor? Jika itu ada warga tersebut lebih Bogor dari pada Sukabumi. Dalam persepsi yang lebih luas, warga Bogor merasa lebih merasa Jabodetabek daripada warga Provinsi Jawa Barat. Sekali, lagi: Itulah nasib warga di perbatasan, tentu saja tanpa terkecuali warga Cicurug.

Okelah, itu satu hal, mungkin tidak terlalu penting. Yang lebih penting dalam hal ini adalah bagaimana sejarah Cicurug. Tampaknya terabaikan dan lalu terlupakan. Nah, sebelum lupa, perlu dingatkatkan bahwa Cicurug memilii sejarahnya sendiri. Sejarahnya yang sangat jauh di masa lampau. Untuk menambah pengetahuan, dan membumikan Cicurug di Sukabumi, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Tjitjoeroeg (Peta 1840)
Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama Kampong Tjitjoeroek

Satu yang khas tentang wilayah Cicurug adalah sebagai perbatasan geografis. Di wilayah ini air mengalir ke dua arah: ke arah utara semua anak sungai menyatu ke sungai Tjisadane (bermuara di Tangerang) dan ke arah selatan semua anak sungai menyatu ke sungai Tjimandiri (bermuara di Pelaboehan Ratoe). Dengan demikian, Cicurug menjadi penanda navigasi yang penting sejak masa lampau.

Penduduk dari pantai selatan mendaki ke Tjitjoeroeg dan kemudian menuruni ke pantai utara terutama ke pelabuhan Soenda Kalapa. Wilayah ini sangat mudah dilalui sebagai interchange antara pantai selatan dan pantai utara.  Pada permulaan ekspedisi Eropo-Belanda yang dipimpin Sergeant Scipio tahun 1867 tidak ada indikasi wilayah ini hingga Moera Ratoe (kini Pelaboehan Ratoe) telah dihuni penduduk.

Tidak deketahui sejak kapan muncul nama tempat Tjitjoeroek. Namun yang jelas ketika Gubernur Jenderal Abraham van Riebeeck (1709-1713) melakukan ekspedisi ke hulu sungai Tjisadane dan pantai selatan dibangun satu rumah persinggahan (pesanggrahan) di daerah perbatasan geografis ini. Di area rumah persinggahan inilah kemudian (kelak) muncul nama kampong Tjitjoeroek.

Sebelum ekspedisi ke pantai selatan ini dilakukan, Gubernur Jenderal Abraham van Riebeeck sebelumnya telah melakukan ekspedisi ke Tjiandjoer melalui hulu sungai Tjiliwong. Dalam ekspedisi ini kemudian dibangun pos militer dan pesanggrahan di Tjiseroa dan Tjipanas (saat itu jalan mengitari pegunungan Megamendung di arah timur; Pontjak Pas belum menjadi rute perjalanan). Namun saat itu sudah mulai dirintis perlintasan militer antara Tjiseroa dan Tjipanas. Sebelum ada pos militer ini sudah terlebih dahulu eksis beberapa benteng antara lain: Kampong Baroe (Bogor), Tandjoeng Poera (Karawang), Tjiampea dan  Goenoeng Goeroeh (Sukabumi).

Pesanggrahan dan pos militer di kampong Tjitjoeroek ini kembali pejabat tinggi mengunjunginya. Gubenur Jenderal Jacob Mossel pada tanggal 18 Juli 1757 menginap di pesanggrahan ini dalam rangka ekspedisi ke laut selatan. Pada saat Mossel ini di pesanggrahan ini sempat menanam pohon beringin dekat pesanggrahan.

Yang pertama kali mencatat nama kampong Tjitjoeroek adalah Radermacher pada tahun 1777. Radermacher melakukan ekspedisi dari Batavia menyusuri sungai Tjiliwong hingga ke Tjiandjoer dan rute yang ditempuh telah melalui Pontjak Megamendoeng (kini Puncak Pas). Radermacher setelah dari Tjiandjoer kembalike Buitenzorg melalui kampong Soekaradja, kampong Tjilang (Tjipelang?) dan kampong Tjitjoeroek.

Radermacher mencatat melakukan persinggahan dan menginap di pesanggrahan Tjiseroa, Tjipanas dan Tjiandjoer. Radermacher menyebut pesanggrahan di Tjiandjoer dibangun ketika Abraham van Riebeeck melakukan ekspedisi ke Tjiandjoer. Radermacher di Soekaradja menginap di pesanggrahan yang dibangun ketika Gubernuer Jenderan Jeremias van Riemsdiejk (1775-1777) melakukan eskpedisi. Kampong Soekaradja ini terdapat pos militer yang didiami oleh penduduk sekitar 20 rumah. Setelah bermalam di Soekaradja Radermacher bermalam di kampong Tjilang (berpenduduk 20 rumah) dan kemudian keesokan harinya melanjutkan ke Buitenzorg. Seperti dicatat Radermacher ingin menginap di pesanggrahan Tjitjoeroek, namun karena kondisi bangunannya tidak memadai lagi, sehingga diputuskan untuk langsung ke Buitenzorg (hingga menjelang malam).

Kampong Tjitjoeroek, meski dekat dengan Buitenzorg, menurut Radermacher termasuk wilayah (bupati) Tjiandjoer. Dalam catatan Radermacher diketahui bahwa kampong Tjitjoeroek berada di district Pagadongan. District Pagadoengan ini sangat luas.

Wilayah bupati Tjiandjoer dalam catatan Radermacher terdiri dari lanskap sisi timur gunung Megamendoeng, Tjiandjoer sendiri dan ke arah barat meliputi district-district Gegbron, Goenoeng Parang, Tjimahi, Pagadongan, Djampang, Tjikalong dan Tjiblagong. Dari catatan Radermacher diketahui dari Tjiandjoer ke pantai selatan selama tiga hari perjalanan yakni dalam satu hari ke Tjipajong (Pagadongan)l satu hari ke Tjitarik (Pagadongan) dan satu hari ke Tjimaja (Pagadongan) di tepi laut. Untuk pedati-pedati yang mengangkut kopi dari gudang Goenoeng Parang ke pelabuhan di muara sungai Tjimandiri dibutuhkan delapan hari.

Dalam catatan Radermacher disebutkan bahawa terdapat jurang yang dalam antara Tjemahi dan Pagadongan. Besar dugaan jurang ini berada di Cibadak yang sekarang. Sungai Tjitjatih diduga adalah batas pemisah antara district Tjimahi dan district Pagadongan.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Tjitjoeroek: Pembukaan Perkebunan dan Jalan Militer

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

3 komentar:

  1. Cicurug dari dulu menjadi wilayah yang penting mengapa sekarang tidak diperhatikan karena nasib indonesia berawal dari cicurug

    BalasHapus