*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Manado dalam blog ini Klik Disini
Nama pulau Togian menjadi lebih terkenal setelah penemuan burung endemik di pulau tersebut. Nama burung endemik asli pulau Togian tersebut diberi nama Zosterops somadikartai untuk menghormati nama Bapak Ornitologi Indonesia, Prof Dr Soekarja Somadikarta. Burung endemik adalah burung yang hanya ditemukan di tempat tertentu. Burung Zosterops somadikartai hanya ditemukan di Togian.
Bagaimana sejarah pulau Togian? Nah, itu dia. Selama ini nama (pulau) Togian hanya dikenal sebagai nama pulau di Sulawesi Tengah tempat dimana terdapat burung endemik, yang salah satu nama laitinnya merujuk pada nama Bapak Ornitologi Indonesia, Prof Dr Soekarja Somadikarta. Namun sejarah adalah sejarah. Sejarah adalah narasi fakta dan data. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan tentang permulaan sejarah pulau Togian dan untuk meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Nama Togian
Pada masa ini di teluk Tomini terdapat sejumlah pulau. Pulau-pulau tersebut semuanya masuk wilayah kabupaten Tojo Una-Una, provinsi Sulawesi Tengah (pemekaran dari kabupaten Poso sejak 2003). Pulau-pulau tersebut antara lain adalah Batudaka, Togean, Melenge, Waleabahi dan Una-Una. Pulau Una Una agak terpisah sendiri di tengah teluk. Lantas mengapa nama kabupaten disebut Tojo Una-Una?
Namun kabupaten disebut Tojo Una-Una adalah satu hal. Satu hal yang lain yang penting adalah tentang pulau Togian. Yang jelas, seperti disebut di atas di kawasan pulau ini ditemukan burung endemik. Wilayah ini sudah dikenal sejak era VOC yang berada di bawah kekuasaan ke(raja)an Ternate. Pada tahun awal era Pemerintah Hindia Belanda termasuk wilayah Residentie Ternate. Pada tahun 1924 Residentie Ternate dimekarkan dengan membentuk Residentie Manado. Meski demikian, pemerintah yang beribukota di Manado terbilang jarang atau tidak pernah mengunjungi wilayah teluk Tomini. Selama ketidakhadiran pemerintah di wilayah teluk ini sering terjadi pengacauan (perampokan) terutama yang berasal dari Mindanao.
Nama pulau Togian sudah dicatat sejak lama. Paling tidak nama Togian sudah disebut pada tahun 1854 (lihat Nederlandsche staatscourant, 31-08-1854). Disebutkan Residen [Manado] pada bulan Zr. Ms, kapal uap ssi Etna berangkat ke Gorontalo, untuk mengunjungi tempat itu dan teluk Tomini. Pada kesempatan itu, pulau Banka, Belang, Totokh, Kotta Boena (dalam lanskap Bolang Magondo), Gorontalo, Limbotto, Pagoeat, Moton, Parigie, Todjo, Ampanan dekat Tandjong Apie dan Togian dikunjungi.
Disebutkan bahwa di teluk Tomini perdagangan terhubung dengan Singapura dipasok [kain] linen, amphion, senjata, rempah-rempah, dll. Perdagangan dari sana di Paloe dan di atas Parigie dan Togean, di teluk, sangat ramai dimana orang-orang Boegis menjadi perantara. Wilayah dari Parigie hingga Todjo dihuni oleh suku Alfoersche [penduduk yang masih pagan] yang sulit dijangkau. Dalam hal ini penduduk Togean [Togian] sudah beragama.
Kunjungan Resident Manado pada tahun 1854 ini diduga adalah kunjungan pertama pemerintah setingkat residen ke teluk termasuk pulau Togian. Kunjungan ini diduga dalam rangka pendekatan dengan para pemimpin lokal baik terhadap wilayah yang telah diadministrasikan maupun yang belum. Pada saat ini wilayah di Residentie Manado baru lima afdeeling yang diadministrasikan yakni afdeeeling Manado, afdeeeling Tondano (Minahasa), afdeeeling Kema, Afdeeeling Amoerang dan afdeeling Gorontalo. Wilayah Bolaang Mengondow dan wilayah Sangir masuh berstatus lasnkap (belum diadministrasikan).
Afdeeling Gorontalo terdiri dari seluruh bentang alam yang berada di sebelah utara ibu kota Gorontalo dan teluk Tomini atau teluk Gorontalo yang meliputi Limbotto, Bone, Bintauna, Soewawa, Bolango, Attingola, Boalemo, Moeton, Parigi, Saoessoe, Posso, Tongko dan Todjo, serta pulau-pulau di teluk di Kepulauan Togian. Wilayah Gorontalo yang meiliputi Gorontalo, Limbotto, Bintauna, Soewawa, Bolango, Attingola, Bone dan Boealemo, yang berada diantara danau langsung diawasi oleh Asisten Residen yang berada di Gorontalo. Sementara wilayah Moeton dan Parigi hanya dalam status politik kepada pemerintah menurut kontrak pada tahun 1850. Sedangkan lanskap di sepanjang pantai selatan teluk Tomini dan Kepulauan Togian bukan wilayah langsung terkait dengan pemerintah.
Hingga tahun 1954 wilayah Poso dan sekitar serta pulau di (kepulauan) Togian masih bersifat independen. Wilayah (kerajaan) Moeton dan Parigi sudah ada kontrak dengan Pemerintah Hindia Belanda. Salah satu wilayah yang masih independen ini adalah (kerajaan) Todjo yang didekatnya berada kepulauan Togian. Penduduk di kepulauan Togian diperkirakan berjumlah 700 hingga 800 jiwa.
Wilayah-wilayah pantai dan teluk Tomini ini sebelumnya berada di bawah otoritas Soeltan Ternate. Namun belum lama ini disebutkan wilayah-wilayah eks Soeltan Ternate ini diklaim oleh kerajaan Bone sebagai bagian wilayahnya, Namun demikian radja dan pemimpin lokal di wilayah ini tidak terikat dengan Bone. Para pedagang asal Boegis di wilayah ini tidak memiliki kekuatan memungut pajak. Hal inilah yang mendasari mengapa para pangeran Parigi dan Todjo serta para pemimpin Togian melakukan kontrak dengan Pemerintah Hindia Belanda.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar