Sabtu, 24 Oktober 2020

Sejarah Kalimantan (35): Awal Pendidikan di Pulau Kalimantan; Sejarah Sekolah Guru Kweekschool di Bandjarmasin (1875-1893)

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kalimantan Selatan di blog ini Klik Disini

Tidak ada yang menulis sejarah pendidikan Kalimantan apalagi sejarah pendidikan di Borneo. Terlalu luas. Namun di masa lampau nama-nama tempat antara satu dengan yang lainnya begitu berdekatan dalam satu pulau. Oleh karena itu dalam introduksi pendidikan modern (aksara Latin) dan pengembangan sekolah-sekolah menjadi satu  pengembangan sendiri (yang dibedakan dengan pulau lain di Jawa, Sumatra dan Celebes). Sehubungan dengan itu pendirian sekolah guru di Bandjarmasin pada tahun 1875 dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan guru di seluruh pulau.

Pada masa ini sejarah pendidikan di (pulau) Kalimantan telah mereduksi menjadi sejarah sendiri-sendiri: sejarah pendidikan di Kalimantan Selatan, sejarah pendidikan di Kalimantan Barat dan sejarah pendidikan di Kalimantan Timur yang kemudian dimekarkan kembali dengan menyusun sejarah pendidikan di Kalimantan Tengah yang kemudian kini tengah disusun sejarah pendidikan di Kalimantan Utara. Okelah itu satu hal. Hal lain yang mulai dilupakan atau terlupakan adalah sejarah pendidikan di Kalimantan (Borneo) yang awalnya terbagi dua residentie: Wesrkust van Borneo dan Zuid Oostkust van Borneo. Dari dua wilayah awal pengembangan pendidikan di Kalimantan hingga kini terbagi lima provinsi.

Lantas bagaimana sejarah awal pendidikan di Kalimantan? Pendirian sekolah guru di Bandjarmasin dapat dijadikan patokan. Sekolah guru (kweekschool) ini dibuka pada tahun 1875. Tentu saja sebelum sekolah guru didirikan sudah lebih dahulu didirikan sekolah-sekolah di berbagai tempat di Kalimantan (sebagai predecessor). Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Introduksi Pendidikan Modern di Kalimantan

Pada permulaan pembentukan cabang penmerintah Hindia Belanda di pulau Borneo 1826 tentu saja belum ada sekolah, apakah sekolah untuk orang Eropa maupun untuk orang pribumi. Tiga residen sudah ditempatkan masing-masing di Bandjarmasin, di Pontianak dan di Sambas (lihat Almanak 1827). Wilayah-wilayah yang jauh dari tiga kota (tempat kedudukan Residen) tersebur masih berlangsung pemetaan-pemetaan wilayah hingga ke hulu sungai Kapoeas dan pantai timur Borneo.

Asisten Residen ditempatkan di Pontianak dan di Landak. Dua pejabat yang lebih rendah ditempatkan di Mempawa dan di Sintang. Juga ditepatkan seorang pejabat di Tabanio. Nama-nama tempat yang disebut tersebut tempat-tempat dimana sudah ada orang Eropa. Sepuluh tahun kemudian diketahui status residen dilikuidasi dan hanya di Bandjarmasin yang tetap dipertahankan (lihat Almanak 1838). Di Pontianak dan Sambas hanya dijabat seorangAsisten Residen. Sintang ditinggalkan, tetapi di Soecadana ditempatkan seorang pejabat. Sementara itu seorang pejabat yang lebih rendah (setingkat posthouder) di tempatkan di Tabanio, Marabahan, Tuijl dan Kween. Radja-radja yang diakui Pemerintah Hindia Belanda (dan mendapat gaji) adalah Sultan Banjarmasin, Sultan Pontianak, Sultan Sambas dan Sultan Soecadan. Beberapa tahun kemudian pemerintahan ditingkatkan kembali di Borneo dengan meningkatkan statusnya menjadi provinsi dengan Gubernur AL Weddik pada tahun 1846 (lihat Almanak 1848). Residen Gallois di Bandjarmasin dan asisten residen tetap eksis di Pontianak dan Sambas. Yang berbeda pada masa ini sudah dibentuk tiga district (setingkat kecamatan), yakniL Tanah Laut,  Becompai en Doesoen, Poelo Petak en Kahaijan. Juga sudah ditempatkan seorang pejabat di Kotawaringin dan di Koetai. Dari berbagai fungsi (jabatan) di pulau Borneo ini belum ada yang mengindikasikan bertugas untuk bidang pendidikan

Terjadinya sejumlah pemberontakan di pantai barat dan pantai barat-timur Borneo menyebabkan introduksi pendidikan terhambat. Sementara introduksi pendidikan sudah berjalan dengan baik di Jawa dan Sumatra. Pemberontakan orang-orang Cina di pantai barat Borneo (1850, 1853, 1854) dan pemberontakan lainnya di Sintang (1859). Kemudian terjadi pemberontakan di Bandjarmasin yang dipimpin Pangeran Antasari yang menyebabkan beberapa orang Eropa tewas yang kemudian dikirim ekspedisi militer pada bulan Mei 1859. Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1860 membatalkan semua perjanjian-perjanjian yang dibuat dengan kesultanan Bandjarmasin (tidak valid lagi sehubungan dengan adanya pemberontakan).

Situasi dan kondisi di Bandjarmasin dan daerah aliran sungai Barito mulai mereda setelah Pangeran Antasari meninggal pada bulan Oktober 1862. Pada bulan November 1862 di Residentie Zuid en Oostkust van Borneo diperbarui lagi peaturan tentang tata pemerintahan. Pada bulan Juni 1864 Asisten Residen Koetai GH Dahmen bernegosiasi dengan para pangeran (anak-anak) Sultan Bandjarmasin di Moera Teweh. Negosiasi ini tampaknya dihubungkan dengan normalisasi di kesultanan Bandjarmasin.

Sejak pulihnya situasi dan kondisi normal di Bandjarmasin, Pemerintah Hindia Belanda secara bertahap mulai menintroduksi pendidikan. Hal ini juga terkait dengan terbitnya peraturan baru tentang tata pemerintahan di seluruh Hindia Belanda yang dimulai pada bulan Januari 1863. Dalam tata pemerintahan di Residentie Zuid en Oostkust van Borneo, Afdeeling Groote en Klein Dajak dipisahkan dengan membentuk dua afdeeling pada bulan Mei 1863. Lalu kemudian pada tahun 1868 dilakukan penyelesaian di Boven Doesoen dan Ooster Afdeeling van Borneo. Pemisahan-pemisahan ini juga karena adanya dorongan dari para pemimpin lokal (pemimpin Dayak dan Soeltan Koetai). Akibatnya, Soeltan Bandjarmasin yang ditinggikan di masa lampau, dan yang mencakup wilayah yurisdiksinya ke barat dan timur kemudian tereduksi. Wilayah yurisdiksi kesultanan Bandjarmasin menjadi hanya tersisa beberapa afdeeling (wilayah provinsi Kalimantan Selatan yang sekarang).

Dalam statistik 1867 (lihat juga Almanak 1869) jumlah penduduk di wilayah Wester Afdeeling van Borneo sebanyak 303.450 jiwa dan jumlah penduduk di wilayah Zuid en Ooster Afdeeling van Borneo sebanyak 358.360 jiwa. Jumlah tersebut tidak termasuk orang Eropa, Cina, Arab dan Timur Asing lainnya. Di Wester Afdeeling van Borneo jumlah orang Cina sebanyak 24.230 jiwa dan orang Arab sebanyak 1.633, sementara di Zuid en Oosterr Afdeeling van Borneo orang  Cina sebanyak 2.272 jiwa dan orang Arab 651 jiwa. Jumlah orang Cina di Wester Afdeeling van Borneo adalah jumlah terbanyak kedua setelah (Residentie) Batavia.

Kerajaaan (Kesultanan) Bandjarmasin yang sudah eksis lama bahkan sejak jaman kuno (era awal VOC) tamat. Pada Almanak 1869 jumlah radja-sultan di pulau Borneo dicatat sebanyak 27 orang, Tidak ada lagi nama Sultan Bandjarmasin. Di wilayah Zuid en Ooster Afdeeling van Borneo radja-radja yang ada adalah Sultan Koetai, Sultan Pasir, Sultan Sambalioeng, Sultan Goenoeng Taboer (Beraou) dan Sultan Boeloengan serta Radja Pagatan dan Vorst Kotawaringin.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sekolah Guru, Kwekschool Bandjarmasin

Sekolah Eropa di Bandjarmasin paling tidak sudah ada pada tahun 1855 dengan guru van der Linden (lihat Almanak 1855) dan masih eksis hingga tahun 1859 (lihat Almanak 1859) dengan guru W Boers dan tahun 1864 dengan guru G van Mill dan pada tahun 1867 sempat ditiadakan. Pada tahun 1869 sudah dibentuk komisi sekolah (yang mengindikasikan bahwa telah terjadi peningkatan mutu).

Sekolah guru untuk pribumi didirikan di Soeracarta pada tahun 1851 yang dipimpin oleh Dr W Palmer van den Broek. Sekolah guru yang baru didirikan di Fort de Kock atas inisiatif Residen JAW van Ophuijsen pada tahun 1857. Pada tahun 1862 didirikan sekolah guru yang ketiga di Tanobato (Afdeeling Mandailing en Angkola, Residentie Tapanoeli) yang dipimpin oleh Willem Iskander. Pada tahun 1866 dibuka sekolah guru yang baru di Bandoeng (bulan Mei) dan di Amboina. Inspektur pendidikan pribumi sejak 1864 dijabat oleh Mr JA van der Chijs. Sejak tahun 1864 di Residentie Manado (di Tondano) didirikan sekolah untuk para pemimpin lokal yang dipimpin oleh LG van der Hoek. Sementara itu sejak 1862 di Soerabaja didirikan sekolah pertukangan (ambachts school).

Sampai pada tahun 1867 belum ada sekolah pribumi di Kalimantan. Sekolah pribumi di Kalimantan pertama kali di buka di Bandjarmasin pada tahun 1868. Gurunya bernama Amat (lihat Almanak 1868). Guru Amat sudah memulai kegiatannya sejak 1865. Di pulau Jawa sendiri baru terdapat sebanyak 65 buah. Di Residentie Manado terdapat di Minahasa sebanyak 12 buah dan di Gorontalo sebanyak empat buah serta di Talaud satu buah. Di Residentie Celebes baru dua buah di Makassar dan Maros. Di Amboina dan Timor sudah cukup banyak. Di Sumatra baru terbatas di Residentie Padangsche (20 buah), Residentie Tapanoeli, Residentie Bengkoelen (6 buah) serta di Residentie Lampong dan Residentie Banka masing-masing satu buah.

Di Residentie Tapanoeli hanya terbatas di satu afdeeling (Afdeeling Mandailing en Angkola) yakni sebanyak sembilan buah. Hal ini karena sekolah guru telah didirikan tahun 1862 oleh Willem Iskander di Tanobato, onderafdeeling Mandailing. Lulusan sekolah guru inilah yang menjadi guru di sekolah-sekolah tersebut. Sekolah-sekolah tersebut berada di Kotanopan (guru Si Bortong gelar Radja Sodjoangan); di Panjaboengan (Dja Barani); di Moeara Sipongi (Si Mangantar); Hoetaimbaroe (Soetan Galangan); di Simapil-apil (Si Pangoeloe); di Boenga Bondar (Simon Petrus); di Pargaroetan (Si Sampoer); di Loemoet (Si Gori gelar Mangaradja); dan Tanobato (Dja Bolot). Pada tahun berikutnya telah bertambah di Sibolga (Mangaradja); Padang Sidempoean (Si Pangoeloe) sementara di Simapilapil digantikan oleh Si Goeroe Pade; di Moearasoma (Soetan Koelipa) dan  di Sipirok (Dja Rendo), Pada tahun 1870 di Goenoeng Sitoli (Nias) muncul sekolah zending yang dikelola oleh E Denninger.

Beberapa tahun sebelumnya di Wester Afdeeling van Borneo sudah didirikan sekolah Eropa di Pontianak. Namun hingga tahun 1869 belum ada sekolah pribumi. Kurangnya sekolah pemerintah di Kalimantan menjadi kesempatan untuk para misionaris mendirikan sekolah-sekolah zending. Pada tahun 1870 paling tidak sekolah zending sudah terdapat di Bandjarmasing, di Koeala Kapoeas, di Mandoemei, di Pankok dan di Telang (lihat Almanak 1870). Sekolah zending sudah lebih banyak daripada sekolah pemerintah.

Pada tahun 1871 pemerintah mulai meningkatkan mutu pendidikan sekolah pribumi yakni dengan mengirim sejumlah guru muda ke Belanda. Namun karena ada pertimbangan memperluas jangkauan pendidikan dan peningkatan mutu hanya tiga guru muda yang ditetapkan untuk melanjutkan studi ke Belanda. Ketiga guru muda tersebut adalah Barnas Loebis dari Residentie Tapanoeli, Raden Soerono dari Residentie Soeracarta dan Adi Sasmita dari Residentie Bandoeng. Untuk mendampinging tiga guru muda ini diminta kepada Willem Iskander (Kweekshool Tanobato) dengan memberikan beasiswa untuk melanjutkan studi (akta kepala sekolah) di Belanda. Oleh karena itu, Kweekschool Tanobato harus ditutup pada tahun 1873 dan diproyeksikan sepulang dari Belanda Willem Iskander akan enjadi direktur sekolah guru yang lebih besar di Padang Sidempoean yang akan dibuka pada tahun 1879. Tiga guru muda dan Willem Iskander berangkat dari Batavia pada bulan April 1874. Si Sati Nasoetion alias Willem Iskander sudah pernah ke Belanda. Si Sati berangkat studi ke Belanda pada tahun 1857 dan berhasil menyelesaikan studinya dengan mendapat akta guru pada tahun 1860. Pada tahun 1861 Si Sati alias Willem Iskander kembali ke tanah air dan pada tahun 1862 mendirikan sekolah guru di kampongnya di Tanobato. Willem Iskander adalah pribumi pertama studi ke Belanda. Wille Iskander adalah kakek buyut dari Prof. Andi Hakim Nasoetiona (rektor IPB 1978-1987).

Setahun setelah tiga guru muda dikirim ke Belanda untuk melanjutkan studi, pada tahun 1875 sekolah guru (kweekschool) yang baru dibuka di Bandjarmasin. Pendirian sekolah guru di Bandjarmasin karena adanya dorongan dari para pemimpin lokal di Kalimantan karena kurangnya sekolah yang tersedia. Besar dugaan juga karena faktor sekolah zending sudah lebih banyak daripada sekolah pemerintah. Inilah era kesadaran baru di Kalimantan bahwa pendidikan itu penting dan jumlah sekolah harus diperbanyak.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar