Minggu, 22 November 2020

Sejarah Riau (11): Sejarah Pemerintahan di Riau, Era Kolonial Belanda Dimulai 1824; Residen Elisa Netscher di Tanjungpinang

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Riau di blog ini Klik Disini

Riau di awal Pemerintah Hindia Belanda menjadi penting karena sejak era VOC sudah terbentuk pos perdagangan yang penting di Bintang. Pada awal Pemerintah Hindia Belanda, seorang komandan militer difungsikan sebagai Residen yang ditempatkan di Tandjoengpinang, Kapitein der artillerie Koningsdesffer (lihat Bataviasche courant, 17-02-1821). Lantas mengapa militer? Hal ini karena masih ada gesekan dengan Inggris di semenanjung Malaya. Secara teknis, penempatan Residen inilah awal pemerintahan di Riau.

Pada tahun 1824 diadakan perundingan antara Inggris dan Belanda yang dikenal dengan Traktat London 1824. Satu poin yang penting dalam traktat ini adalah soal perbatasan wilayah yurisdiksi Inggris dan wilayah yurisdiksi Pemerintah Hindia Belanda. Selain batas wilayah dipisahkan oleh selat Singapoera, wilayah Malaka Belanda dan wilayah Bengkoelen Inggris dilakukan tukar guling. Setelah perjanjian damai tahun 1824 ini pemerintahan di Riau diubah menjadi pemerintahan sipil.

Salah satu Residen yang memiliki riwayat khusus di Riau adalah Netscher. Lantas apa pentingnya sejarah pemerintahan Riau di era kolonial Belanda? Yang jelas pemerintahan Republik Indonesia di Riau adalah kelanjutan Pemerintah Hindia Belanda. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Awal Pemerintahan di Riau 1824

Pada tahun 1816 Inggris harus mengembalikan Jawa kepada Belanda. Hal ini setelah terjadi proses politik di Eropa antara kerajaan Inggris dan kerajaan Belanda. Namun untuk wilayah-wilayah di luar Jawa dikembalikan secara bertahap. Wilayah Malaka dan wilayah Riau diserahkan pada tahun 1818 kepada komidaris CJ Wolterbeek dan komisaris JS Timmerman Thijssen.

Penyerahan Malaka dan Riau tampaknya tidak di sisi Belanda, karena banyaknya yang diurus di seluruh Hindia Belanda. Boleh jadi masih ada secara individu orang-orang Inggris yang memprovokasi. Pada saat Pemerintah Hindia Belanda masih lemah di Riau, pada tahun 1820 terjadi pemberontakan dari orang-orang Bugis terhadap Pemerintah Hindia Belanda. Catatan: Pemberontakan juga terjadi di tempat lain seperti di Saparua Ambon, 1817; orang-orang Cina di pantai barat Borneo 1819 dan kaum padri di pantai barat Sumatra 1821. Untuk mengatasi pemberontakan orang Bugis di Riau dikirim satu ekspedisi di bawah komando Majoo Krieger.

Pada tahun 1821 Kapitein Koningsdesffer diangkat sebagai fungsi residen di Riau. Residen berkedudukan di Tandjoengpinang, pulau Bintan. Di Tandjoengpinang sudah sejak era VOC terdapat benteng Belanda. Hal-hal yang mengganjal antar Inggris dan Belanda pada tahun 1824 diselesaikan dengan perjanjian Traktat London (tanggal 17 Maret 1824). Dengan perjanjian ini batas yurisdiksi Inggris dan yurisdiksi Pemerintah Hindia Belanda semakin kontras yang dibatasi oleh selat Singapoera,

Sebelum perjanjian Traktat London Mei 1824, beberapa bulan sebelumnya tanggal 27 November 1823 sudah dibentuk cabang pemerintahan sipil di Riau dimana Pemerintah Hindia Belanda yang diwakili Schout Mellvil van Carinbée melantik Sultan Djohor, Pahang, Lingga dan sekitar dan Trenggano sebagai statuta Riau menjadi partner pemerintah (lihat 's Gravenhaagsche courant, 21-06-1824). Tentu saja dengan adanya Traktat London maka wilayah Hindia Belanda hanya bagian Riau saja.

Oleh karena semakin meningkatnya eskalasi politik dipantai barat Borneo (yang juga semakin panasnya perang di Jawa, serta perlawanan kaum padri di pantai barat Sumatra, status militer juga ditingkatkan di Riau. Pada tahun 1827 Pemerintah Hindia Belanda mengangkat Majoor CPJ Elout sebagai Residen Riouw yang juga merangkap sebagai komandan militer di Riau (lihat Groninger courant, 25-05-1827). Majoor CPJ Elout menggantikan L. Graaf van Ranzow.

Pengangkatan Majoor Elout ini diduga terkait dengan pengamanan yang masksimumm di kawasan peraiaran Riau. Hal ini kemudian disusul pada tahun 1828 berdasarkan resolusi 23 September 1828 No. 14 pelabuhan Riau dijadikan sebagai pelabuhan bebas. Tampaknya Pemerintah Hindia Belanda ingin bersaing dengan pelabuhan bebas Singapoera (Inggris). CPJ Elout yang telah mendapat kenaikan pangkat menjadi Overste pada tahun 1830 dipindahkan ke Sumatra’s Westkust (lihat Overijsselsche courant, 12-11-1830). Hal ini karena ekskalasi politik yang terus meningkat.

Pada tahun 1832 di Riau dibentuk dewan, Dewan (residentieraad) ini terdiri dari para pejabat Belanda, Sultan dan para pemimpin komunitas seperti Cina, India dan lainnya. Meski dewan ini dipimpin langsung oleh Residen, tetapi keputusan-keputusan yang dibuat akan membantu program-program yang akan dijalankan pemerintah, Dewan juga, meski mungkin tidak menggigit, tetapi berfungsi untuk melakukan pengawasan.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Residen Netscher, 1861-1869

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar