*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Singapura dalam blog ini Klik Disini
Ada satu masa sebelum terbentuknya Malaya dan sebelum Singapura menjadi pelabuhan yang penting. Pada masa itu, memang nama John Anderson tidak terlalu penting di dalam perselisihan antara Belanda dan Inggris, tetapi John Anderson memainkan peran yang penting dalam penyelidikan potensi ekonomi perdagangan di Selat Malaka (Semenanjung Malaya dan pantai timur Sumatra). Seperti peneliti-peneliti Belanda, John Anderson juga memberi advis kepada pemerintah dan mempublikasikan hasil penyelidikannya. Publikasi-publikasi tersebutlah yang juga dapat dijadikan sumber sejarah.
Siapa John Anderson adalah satu hal, Apa yang dilakukan Jhon Anderson adalah hal lain lagi. Yang jelas John Anderson berada pada masa dimana situasi dan kondisi di Semenanjung Malaya (termasuk pulau Singapoera) sangat menentukan. Bagaimana semuanya terhubung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Nama Singapoera: Jhon Anderson di Pulau Pinang
Sejak VOC (Belanda) mengusir Portugis dari Malaka, maka hanya Belanda orang Eropa yang berkoloni di Semeanjung Malaya. Kalah bersaing di Maluku dan terancam di pantai barat Sumatra, skuadron British East India Company di Madras pada tahun 1781 dialihkan ke pantai barat Sumatra (di Bengkoelen). Inggris tampaknya ingin membuka hub baru untuk tetap menjaga hubungan pusat Inggris di India (Calcutta) dengan orang-orang Inggris Australia. Secara berangsur-angsur pedagang-pedagang VOC meninggalkan pantai barat Sumatra. Tentu saja Inggris tidak membiarkan hubungan India dan China terputus.
VOC mengalami kekacauan di Semenanjung Malaka. Pada tahun 1784 pusat perdagangan VOC di Malaka diserang. Kerajaan-kerajaan Melayu Selangor, Djohor dan Riau menyerang Malaka pada tahun 1784. Dengan kekuatan yang didatangkan dari Batavia berhasil membebaskan Malaka. Sebagai hukuman, VOC menyerang Selangor dan merebutnya. VOC kemudian menyerang Riau dan Radja Riau terbunuh (lihat Hollandsche historische courant, 12-03-1785). Sejak itu VOC membangun benteng di Tandjoeng Pinang (pulau Bintan). Boleh jadi melihat ekspansi VOC ini di Semenanjung Malaya (Selangor), Inggris mulai memainkan peran dengan bekerjasama dengan Queda (Kesultanan Kedah) pada tahun 1786 dimana Inggris membuat koloni di pulau Pinang. Tidak adanya hubungan VOC dengan Atjeh, membuat jalur navigasi perdagangan Inggris India, pantai barat Sumatra, Penang (via) Atjeh) menuju China semakin intens.
Pada tahun 1895 Inggris membentuk peerintahan di Padang (pantai barat Sumatra), Prancis menduduki Belanda di Eropa dan juga menyerang Batavia (kekuasaan Belanda di Jawa berpindah tangan ke Prancis). Lalu Inggris mengalahkan VOC di Amboina, Banda, Manado dan Borneo. Hanya Ternate yang masih tersisa di tangan VOC (Radja Belanda mengungsi ke Eropa).
Dalam perkembangannya Inggris ingin menguasai seluruh Hindia Timur (Nusantara), lalu pada tahun 1811 Inggris menyerang Batavia dan lalu menguasai seluruh Jawa. Lengkap sudah Inggris menguasai seluruh Hindia Timur. Di beberapa tidak ada perlawanan para pemimpin lokal seperti di Djocdjacarta dan Bali.
Situasi yang terus berkebang di Eropa, akhirnya Inggris harus menyerahkan semua properti Belanda (eks VOC) kepada kerajaan Belanda dengan membentuk Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1816. Namun tidak semuanya mudah, sebab secara dejure Inggris hanya berkuasa di Bengkoelen dan Penang. Secara perlahan-lahan pengaruh Inggris di beberapa tempat dilepas seperti di Padang (pantai barat Sumatra) dan Bandjarmasin. Sebaliknya pada waktu yang sama pengaruh Inggris di Semenanjung Malaya dan pantai utara Borneo semakin mengungat. Dalam situasi inilah John Anderson di Penang mendapat tugas unttuk penyelidikan ekonomi perdagangan di selat Malaka (pantai timur Sumatra dan Semenanjung Malaya). Hasil penyelidikan ini diduga kuat yang bahan Inggris untuk melakukan perundingan soal batas yurisdiksi antara Belanda dan Inggris yang dikenal sebagai perjanjian (Tractat London, 1824).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Pengembangan Pelabuhan Singapoera
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar