Senin, 28 Desember 2020

Sejarah Aceh (28): Sejarah Pembangunan Jalan dan Jembatan di Atjeh; Jalan Mana yang Pertama? Lintas Timur, Lintas Barat

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Aceh dalam blog ini Klik Disini 

Sejarah pembangunan jalan di Aceh, siapa yang peduli? Yang dimaksud pembangunan jalan, bukan jalan dalam kota, tetapi jalan lintas antar kota yang membutuhkan daya dan dana yang besar. Untuk jalan dalam kota dan nama-nama jalan tempo doeloe dibuat artikel tersendiri. Jalan antar kota ini tidak hanya penting untuk pergerakan barang dan orang, tetapi juga untuk mengakselerasi pembangunan ekonomi dan pengembangan sosial di sepanjang jalan yang dibangun.

Pada tahun 1665 Pemerintah VOC mengubah kebijakannya dari perdagangan yang longgar di kota-kota pantai dengan kebijakan baru untuk menjadikan penduduk sebagai subjek (pembangunan). Langkah pertama adalah bekerjasama dengan para pemimpin lokal. Itu berarti Pemerintah VOC mulai memikirkan pedalaman (terutama yang memiliki sumber ekonomi perdagangan dan banyak penduduk). Dalam rangka integrasi kota-kota pedalaman dan kota-kota pantai tidak efektif lagi moda transportasi sungai (sungai mulai mendangkal dan tonase kapal makin meningkat). Pembangunan jalan dan jembatan adalah solusi (selain lalu lintas pedati juga memudahkan pergerakan militer). Pembangunan jalan pertama pada era VOC antara Batavia dengan Buitenzorg (kini Bogor). Pembangunan jalan dan jembatan menjadi satu-satunya solusi yang tidak memiliki akses sungai. Program pembangunan jalan serupa inilah yang terus dipromosikan pada setiap pembangunan wilayah. Seperti di wilayah lainnya, juga diterapkan di wilayah Atjeh.

Lantas bagaiamana sejarah pembangunan jalan dan jembatan di Atjeh? Pembangunan jalan awalnya berlangsung pada masa perang (Perang Ajeh). Pebangunan jalan ini tidak hanya dimaksudkan untuk meperlancar arus barang juga untuk meningkatkan keamanan dengan mudahnya pergerakan militer. Lalu jalan-jalan yang mana yang pertama dibangun? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pembangunan pada Masa Perang

Pada peta yang dibuat oleh dua letnan militer Belanda bulan Februari 1873, kota Atjeh berpusat di sepanjang sungai. Ada tiga garis yang mengindikasikan jalan setapak dari kota ke kampong tertentu. Satu-satunya jalan besar dari tengah kota (kraton) terdapat jalur ke pedalaman (bovenlanden). Tidak diketahui jalur ini (hingga) menuju tempat mana. Kota Atjeh berpusat di sepanjang sungai dan kanal.

Keterangan tentang kota Atjeh dan khususnya wilayah pedalaman belum banyak hingga dimulainya ekspedisi ke Atjeh (Perang Atjeh 1873). Hanya dua sumber yang terbilang akurat tetapi masih mnim informasi adalah deskripsi geografi yang dibuat oleh Prof PJ Veth dan kisah seorang tentara Hindia Belanda VG Hoflmon yang pernah ikut dalam ekspedisi Atjeh pada tahun 1857 bersaa van Swieten. Dalam deskripsi Veth disebutkan bahwa delta sungai Atchin sebagian besar sangat berawa dan padat ditumbuhi pohon nipah dan pohon pantai lainnya, tetapi ketika sungai dilayari selama satu jam daratan dan bank-bank sungai tanah yang padat yang dimulai dari pos-pos terdepan dimana kampong diteukan. Kampung-kampung ini terdiri dari beberapa rumah terkadang tidak lebih dari tiga atau empat rumah tempat tinggal yang tersembunyi di bawah rumpun pohon buah-buahan dihubungkan satu sama lain oleh jalan setapak yang dapat digunakan dan sebagian penduduknya dihubungkan oleh orang Atchin dan Melayu yang juga dihuni oleh orang Keling dan Cina. Ketika seseorang telah melewati kampung-kampung ini, orang melihat di sisi kanannya sebuah kanal, yang mengalir ke sungai dan disebut Koerong Daroe (Krueng Daru) yang lebarnya sekitar 20 langkah dan panjangnya 400 langkah dan mengarah ke kraton atau kediaman Sultan, yang seluruhnya berjarak sekitar satu jam mendayung dari muara sungai. Kraton dibangun di sebelah utara dan selatan bangunan yang juga dipersenjatai dengan artileri di sisi utara. Sisi timur dilindungi oleh kanal, di atasnya terletak jembatan penyeberangan dimana terdapat banyak orang timur asing yang dihuni pelintas di atas sungai yang mana pada jarak 400-500 langkah melewati kanal pada sisi kanan, orang menemukan jalan setapak yang cukup lebar yang menghubungkan sungai. Di tengah jalan setapak ini ada sebuah rumah besar yang disebut gedong yang merupakan fabrik atau gudang, tempat para pedagang Eropa diangkut dan tempat barang-barang impor disimpan dan ditukar dengan koodiri yang diekspor. Kraton yang seperti biasa berisi sejumlah bangunan yang berhubungan dengan rumah tangga kerajaan juga termasuk masjid agung Atchin, dibangun pada tahun 1614 oleh Sultan Iskander Moeda, yang diberinama Beitoer’-rahman (lihat Bataviaasch handelsblad, 11-06-1873). Gambaran situasi dan kondisi di kota Atjeh tampaknya sesuai dengan sketsa yang dibuat oleh dua letnan militer pada bulan Februari 1873.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pembangunan pada Masa Damai

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar