Minggu, 21 Maret 2021

Sejarah Papua (35): Perang Kemerdekaan Melawan Belanda; Pengakuan Kedaulatan Indonesia, Belanda Sengaja Sandera Papua

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Papua dalam blog ini Klik Disini

Sejak kehadiran bangsa Eropa, wilayah Hindia Timur (Nusantara) dikavling-kavling untuk mewujudkan kemakmuran mereka (di atas penderitaan penduduk asli) baik dengan cara damai dan menggunakan senjata (perang melawan penduduk asli). Batas-batas kavling itu semakin mengerucut di antara mereka (Portugis, Inggris dan Belanda). Traktat London 1824 (pernjanjian antara Belanda dan Inggris) berujung pada tukar guling antara Malaka (Belanda) dan Bengkoeloe (Inggris). Sejak itulah batas-batas wilayah Belanda yang disebut Pemerintah Hindia Belanda diberlakukan, tanpa pernah berubah (bahkan hingga ini hari). Batas-batas wilayah Pemerintah Hindia Belanda itulah yang berganti rezim menjadi batas-batas wilayah Pemerintah Republik Indonesia (Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945).

Dalam teks proklamasi kemerdekaan Indonesia dinyatakan bahwa ‘kami bangsa Indonesia’ dimaksudkan seluruh suku bangsa di Indonesia tanpa terkecuali dari Sabang hingga Merauke; ‘menyatakan kemerdekaan’ dimaksudkan merdeka dari seluruh bangsa asing (seperti Belanda, Inggris, Jepang, Australia dan Amerika Serikat); ‘pemindahan kekuasaan akan dilakukan dengan segara dan sesingkat-singkatnya’ dimaksudkan pemindahan kekuasaan yang saat itu berada di tangan Jepang (yang telah menggantikan Belanda). Namun pemindahan itu tidak mudah, karena Sekutu-Inggris yang melaksanakan tugas pelucutan senjata dan evakuasi militer Jepang, memberi jalan bagi Belanda untuk menjajah kembali. Perlawanan terhadap Inggris dan Belanda dilancarkan yang fase ini disebut Perang Kemerdekaan, perang untuk mempertahan kemerdekaan Indonesia yang sudah diproklamasikan 17 Agustus 1945.

Lantas bagaimana sejarah perang kemerdekaan Indonesia melawan Belanda? Sudah barang tentu perang kemerdekaan berlaku di seluruh wilayah Indonesia (eks wilayah Pemerintah Hindia Belanda yang diambilalih Jepang). Namun sekali lagi, perlawanan dari Indonesia ini terbelah. Banyak pemimpin wilayah yang keluar dari barisan perlawanan dan malah bekerjasama dengan Belanda (NICA). Namun kadung Proklamasi Kemerdekaan Indonesia sudah dinyatakan untuk seluruh bangsa Indonesia, maka para pemimpin yang berkolaborasi dengan Belanda dinyatakan sebagai penghianat bangsa. Para revolusioner Indonesia tetap mengusung prinsip dan semangat Kemerdekaan Seluruh Rakyat Indonesia (tanpa ada kerjasama dengan Belanda). Perang Kemerdekaan seluruh bangsa adalah jalan keluar untuk merdeka (bebas dari asing). Mengapa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Perang Kemerdekaan Melawan Belanda

Selama pendudukan militer Jepang, pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi benar-benar dikuasai Jepang. Sedangkan Inggris benar-benar terusir dari pulau-pulau ini dan sebagian orang Belanda di wilayah Indonesia berhasil melarikan diri (mengungsi) ke Australia. Wilayah Indonesia yang sangat luas (dari Sabang hingga Merauke) benar-benar sulit ditangani Jepang secara sendiri. Oleh karena itu, Inggris dan Belanda (yang terkonsentrasi) di Australia mengharapkan bantuan dari Amerika Serikat. Dalam konteks spasial ini, trio baru (Sekutu Belanda, Australia dan Amerika Serikat) mulai mengincar pulau-pulau Nusa Tenggara dan wilayah Pasifik termasuk Papua.

Pusat militer Jepang di bagian timur Indonesia berada di Aitape (kini di provinsi Sandaun,Papua Nugini). Setelah Australia yang menyusup ke Timor (NTT) berhasil di halau militer Jepang pada tahun 1942, militer Australia menyusup ke wilayah Papua (dalam perang gerilya). Sementara itu, Amerika Serikat setelah berbulan-bulan bertempur di Kepulauan Solomon, Laksamana Nimitz bergeser ke utara (barat laut Pasifik). Dengan bekerjasama dengan kekuatan gabungan angkatan laut Amerika Serikat dan pasukan Mac Arthur pada tahun 1943 secara perlahan-lahan dapat mendorong militer Jepang dan pada akhirnya menduduki Eitape, Itu berarti, Amerika Serikat yang telah mengambil komando (di belakangnya berpartispiasi Belanda) ingin kembali ke Filipina membuat posisi militer Jepang di Papua (bagian barat) dan kepulauan Maluku (Ternate dan Amboina) dalam tekanan.

Pada tanggal 23 April 1944 Hollandia (kini Jayapura) oleh pasukan Amerika Serikat dibebaskan dengan bantuan kapal dan pesawat Belanda (lihat De opdracht: tijdschrift gewijd aan het nieuwe Indie, 15-01-1945). Ini untuk kali pertama wilayah Indonesia yang telah diduduki (militer) Jepang sepenuhnya sejak Maret 1942 (Penyerahan Hindia Belanda kepada Jepang di Kalijati, Subang) diambil alih oleh lawan Jepang (Amerika Serikat). Jenderal Mac Arthur segera mempersilahkan Belanda mengambil peran administratif di Hollandia. Bendera tri berkibar kembali di atas wilayah Hindia (baca: Indonesia).

Pendudukan Hollandia oleh Amerika Serikat yang segera mengedepankan Belanda untuk mengambil posisi administrasi, keesokan harinya seratus pegawai negeri Belanda dan orang-orang Indonesia yang bekerjasama dengan Belanda (NICA) di bawah pimpinan Majoor Schermer. Pendudukan Hollandia segera pula diikuti pendudukan Pulau Schouten (kini pulau Biak), pulau Numfoor, Sorong dan akhirnya mencapai lebih jauh ke pulau Morotai (wilayah Ternate).

Namun demikian, Jepang bukanlah bangsa yang mudah digertak. Meski Amerika Serikat sudah membuat basis di Aitape (Papua Nugini) dan di  Morotai, Pemerintah pendudukan militer Jepang di Indonesia tetap menjaga wilayah Indonesia dengan ketat. Indonesia bagi Jepang adalah sahabat (yang mana di dalam Pemerintahan Militer Jepang di Indonesia) dimana rakyat Indonesia terwakili yang mana Ir Soekarno sebagai ketua dan Drs Mohamad Hatta sebagai wakil ketua. Oleh karena itu, militer Jepang di Papua dan di Maluku diperkuat dengan menggeser sebagian kekuatan di Jawa dan Sumatra. Belanda (NICA) yang sudah menyusup di Hollandia tidak meluas. Akan tetapi situasi cepat berubah, Amerika Serikat yang semakin menguat di Pasifik (termasuk di Aitape dan Morotai), menjatuhkan bom atom di dua kota penting di Jepang, Hirosima 6 Agustus dan Nagasaki 9 Agustus. Jepang menyerah tanggal 14 Agustus 1945 dan atas desakan para pemuda revolusioner, Ir. Soekarno dan Mohamad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945.

Pasukan Sekutu-Inggris diberi izin oleh Soekarno dan Mohamad Hatta untuk memasuki Indonesia untuk melucuti senjata militer Jepang dan mengevakuasianya ke luar wilayah Indonesia. Namun orang-orang Belanda menyusul masuk di belakang Sekutu-Inggris. Akibatnya terjadi perang kemerdekaan, selain melawan Belanda juga memusuhi Inggris yang memberi angin kepada Belanda (NICA).

Jumlah kekuatan Jepang di Indonesia tersebar dari Sabang hingga Merauke. Semua itu akan dievakuasi oleh Sekutu-Inggris dari wilayah Indonesia (kembali ke Jepang). Untuk mengevakuasi militer Jepang di wilayah Indonesia Timur, Inggris dibantu oleh militer Australia. Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 30-11-1945 melaporkan bahwa ju jumlah militer Jepang yang akan dilucuti di Sulawesi sebanyak 25.000 orang, di Halmaheira sebanyak 40.000 orang, di Sorong (Papua) sebanyak 10.000. di Manokwari sebanyak 8.000 dan di Sarmi sebanyak 10.000 orang. Belum diketahui angka di di Ambon, (pulau) Seram dan pulau-pulau kecil lainn ya dimana militer Jepang berada.

Keterangan ini diperoleh dari seorang perwira di Markas Militer Australia di Batavia. Perwira ini juga menyebutkan bahwa untuk urusan Indonesia Timur telah dibentuk suatu komisi yang terdiri dari seorang mayor, empat perwira lainnya dan sekitar 20 orang sarjana yang saat ini sedang mengamati berbagai pulau di berbagai pulau di Indonesia Timur tempat ribuan tentara Jepang masih tinggal. Komisi inilah yang melaporkan angka-angka tersebut di atas ke Batavia dimana juga terdapat Markas Militer Inggris.

Dari keterangan Markas Militer Australia di Batavia, jumlah militer Jepang di Papua bukanlah jumlah sedikit, di Sorong sebanyak 10.000. di Manokwari sebanyak 8.000 dan di Sarmi sebanyak 10.000 orang. Tempat-tempat ini mengindikasikan pusat militer Jepang dalam mengawal Indonesia di Papua dari tekanan Amerika Serikat yang sudah berada di Aitape dan Morotai.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pengakuan Kedaulatan Indonesia, Belanda Sengaja Sandera Papua

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar