*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Padang Sidempuan di blog ini Klik Disini
Prof. Ir. Lutfi Ibrahim Nasoetion, MSc. PhD, banyak yang mengenalnya dan banyak pula yang mengenangnya. Banyak mengenalnya karena beliau sangat akrab dengan semua orang, banyak orang mengenangnya karena cara berpikirnya dan hasil pemikirannya banyak menginspirasi. Saya mengenalnya, bukan karena sama-sama kelahiran Padang Sidempuan, tetapi saya mengenalnya dengan baik selama mahasiswa. Memang kami sama-sama satu fakultas )IPB-Bogor), tetapi Prof. Ir. Lutfi Ibrahim Nasoetion, MSc. PhD di Jurusan Ilmu Tanah sebagai dosen senior, sedangkan saya sendiri sebagai mahasiswa di Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi, Meski demikian, di luar akademik saya kerap berkunjung ke rumahnya, karena rumah beliau cukup dekat dengan tempat kost saya. Beberapa hari terakhir ini saya kembali mengenangnya..
Lantas bagaimana sejarah Prof. Ir. Lutfi Ibrahim Nasoetion, MSc. PhD? Seperti pernah saya tulis dalam artikel saya enam tahun yang lalu, beliau adalah anak seorang ahli pertanian Djohan Nasoetion sejak era Hiudia Belanda, lulus sekolah pertanian Middelbare Landbouwschool) di Buitenzorg (Bogor). Setelah berdinas di beberapa tempat pada tahun 1936 dipindahkan ke kota Padang Sidempoean. Lalu bagaimana sejarah Prof. Ir. Lutfi Ibrahim Nasoetion, MSc. PhD? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Prof. Ir. Lutfi Ibrahim Nasoetion, MSc. PhD: Anak Medan yang Menjadi Ahli Tanah dan Pengembangan Wilayah dan Pernah Kepala BPN
Lutfi Ibrahim Nasoetion lahir di Padang Sidempuan, 3 Mei 1947. Saat itu, ayahnya Djohan Nasoetion adalah kepala dinas pertanian Tapanuli Selatan. Wilayah Residentie Tapanuli pada saat itu adalah wilayah Republik Indonesia (belum dikuasai Belanda/NICA). Namun situasi dan kondisi berubah setelah NICA melancarkan agresi militer (yang kedua), pada tanggal 19 Desember 1948 yang diawali jatuhnya Djogjakarta, ibu kota Republik Indonesia dan sebagaimana diketahui Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Mohamad Hatta menyerah, sementara militer lebih memilih bergerilya, Jenderal Soedirman bergerilya di luar Djogjakarta sedangkan pasukan Divisi Siliwangi yang dipimpin Kolonel Abdoel Haris Nasution kembali ke Jawa Barat dengan long march untuk bergerilya.
Pada tanggal 20 Desember 1948 melakukan serangan (udara dan laut) ke ibu kota Tapanuli di Sibolga dan kemudian jatuh ke tangan NICA. Namun pemerintah tidak menyerah, bersama TNI dan pasukan rakyat mengungsi (pindah dari satu tempat ke tempat lain) termasuk Residen Abdoel Hakim Harahap dan Wakil Residen Binanga Siregar. Pada tanggal 22 Desember sisa pemimpin RI di Bukittinggi membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). NICA menginginkan wilayah Tapanuli Selatan karena terdapat banyak perkebunan (eks era Hindia Belanda) di Batangtoru dan Padang Sidiempoean. Pada tanggal 28 Desember kota Batangtoru jatuh ke tangan NICA. Praktis hanya tersisa wilayah RI di Tapanoeli yakni wilayah (kabupaten) Tapanuli Selatan. Setelah terjadi pertempuran di Batangtoru, pasukan Belanda akhirnya memasuki Padang Sidempuan pada tanggal 1 Januari 1949. Pasukan Belanda mendapati ibukota Angkola itu sudah habis dibumihanguskan yang ditinggalkan warganya. Pemerintahan berpindah ke Sipirok. Pada tanggal 21 Januari 1949 kota Sipirok diserang oleh pasukan Belanda/NICA dan Pemerintahan RI di sisa wilayah Tapanuli terpaksa mengungsi lagi ke wilayah Mandailing (kampong halaman Abdoel Haris Nasution). Dalam rombongan pejabat yang mengungsi ini termasuk kepala dinas pertanian Djohan Nasoetion dan kepala dinas perdagangan Kali Sati Siregar (kelak dikenal sebagai ayah dari Hariman Siregar, ketua Dewan Mahasiswa UI). Sempat kota Padang Sidempoean direbut pasukan RI dan pasukan NICA mundur ke Batangtoru, tetapi kemudian dengan pasukan yang besar dengan bantuan pesawat tempur kembali kota di selatan Sumatra Utara itu direbut kembali. Oleh karena tidak ada pihak yang mau bekerjasama dengan pemerintah NICA, pasukan Belanda kembali malancarkan ke ibu kota pengungsian di Mandailing. Boleh jadi pemerintah NICA dengan merebut Mandailing (sisa wilayah RI di Tapanuli/Selatan) akan mempersempit ruang ibu kota PDRI di wilayah Agam (Bukit Tinggi). Namun wilayah Mandailing tidak bisa didekati karena selalu pasukan NICA tertahan di Benteng Huraba (antara kota Padang Sidempuan dan Panjaboengan). Pada tanggal 5 Mei benteng sempat direbut pasukan NICA tetapi kemudian berhasil direbut pasukan RI dan mendesak dan pasukan NICA mundur kembali ke Padang Sidempoean. Sisa wilayah RI di Tapanoeli (Mandailing) tetap dapat dipertahankan hingga gencatan senjata pada tanggal 3 Agustus 1949 (yang disusul dengan persiapan Konferensi Meja Bundar). Tentu saja Kolonel Abdoel Haris Nasution di Jawa Barat sumringah, kampong halamannya (di Mandailing) clear dan pemerintah RI di Tapanuli masih eksis. Tentu saja ibu kota PD(RI) di Bukittinggi tetap eksis (tanpa ada gangguan pasukan NICA dari arah utara di Mandailing). Seperti di daerah lain, situasi dan kondisi di wilayah Tapanoeli kembali dipulihkan.
Sementara Residen Abdoel Hakim Harahap mempersiapkan diri sebagai aanggota delegasi ke KMB di Den Haag, posisinya digantikan oleh Mr. Abdoel Abbas Siregar (mantan PPKI dan mantan Residen pertama Lampung). Satu diantara anggota delegasi ke KMB Mr Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia, Ph.D (mantan Menteri Pendidikan RI yang kedua) mempersiapkan diri untuk memimpin tim ke Sidang PBB di New York. Djohan Nasution diangkat menjadi Kepala Dinas Pertanian Residentie Tapanoeli. Demikian juga dengan Kalisati Siregar (sebagai Kepala Dinas Perdagangan Residentie Tapanoeli).
Pasca gencatan senjata dan persiapan ke KMB, Kementerian Pertanian menyelenggarakan suatu konferensi perencanaan kesejahteran (conferentie Welvaartsplan) di Bogor. Konferensi ini dibuka oleh Menteri Pertanian dan Perikanan RI yang pertama, Mas Wisaksono Wirdjodihardjo. Dalam konferensi ini delegasi dari Residentie Tapanoeli dipimpin oleh Djohan Nasoetion (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 08-08-1949). Tentu saja umur Lutfi Ibrahim Nasoetion massih dua tahun.
Sepulang dari KMB di Den Haag (pasca pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda yang mulai berlaku 27 Desember 1949) mantan Residen Tapanoeli Abdoel Hakim Harahap tidak kembali ke Padang Sidempoean, tetapi langsung menuju ibu kota RI di Djogjakarta (Djakarta adalah ibu kota RIS). Di Djogjakarta, Abdoel Hakim Harahap dipilih oleh para Republiken menjadi Wakil Perdana Menteri RI. Binanga Siregar diangkat menjadi Residen Tapanoeli (menggantikan posisi Mr Abdoel Abbas Siregar). Sementara Mr Soetan Goenoeng Moelia, Ph.D menjadi guru besar di Universitas Indonesia. Pada tahun 1950 ini, anak Abdoel Hakim Harahap yang bernama Januar Hakim diterima menjadi mahasiswa di Fakultas Teknik Universitas Indonesia di Bandoeng (kini ITB)--seperti kita lihat nanti Januar Hakim Harahap menjadi Ketua Dewan Mahasiswa UI di Bandoeng ITB yang pertama (1952); sementara Ketua Dewan Mahasiswa UI Jakarta dipilih Widjojo Nitisastro..
Kerajaan Belanda pada dasarnya hanya mengakui Republik Indonesia Serikat (RIS) dan tidak untuk Republik Indonesia. RIS terdiri dari wilayah RI dan wilayah-wilayah federal, termasuk federasi Negara Sumatra Timur (NST). Pada bulan April di Medan, para Republiken asal Tapanoeli yang dipimpin Dr Djabangoen Harahap (asal Padang Sidempoan) dan Mr GB Joshua Batubara (asal Sipirok) memprotes ke pusat dua pemerintahan di Negara Sumatra Timur. Mereka menginginkan referendum. Permintaan itu dikabulkan Presiden Soekarno meski Perdana Menteri Mohamad Hatta tetap mempertahankan status federal. Lalu akhirnya dilakukan referendum dan Republiken yang menang. Akibatnya Negara Sumatra Timur dibubarkan. Sejak inilah Presiden Soekarno mengumumkan RIS akan dibubarkan dan kembali ke negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang diumumkan tepat pada tanggal 17 Agustus 1950 dan diproklamsikan pada keesokan harinya tanggal 18 Agustus 1950. Pemerintah Kerajaan Belanda di Eropa sana molohok. Kabinet RI di Djogjakarta sejak 15 Agustus membubarkan diri (dan tidak perlu lagi). Kabinet Mohamad Hatta tamat. Abdoel Hakim Harahap yang juga pendiri Masyumi Tapanuli ditarik ke Kementerian Dalam Negeri (dalam kabinet baru yang dipimpin oleh M. Natsir dari Masyumi).
Sejak diumumkan akan kembali menjadi NKRI 18 Agustus 1950 dibentuk provinsi Sumatra Utara yang terdiri dari residentie Tapanoeli, residentie Aceh dan residentie Sumatra Timur. Para Republiken asal Tapanoeli Selatan (sisa Republik) mengisi jabatan yang baru di tingkat provinsi. Bupati Tapanuli Selatan Muda Siregar diangkat menjadi Residen Sumatra Timur, sementara Residen Tapanuli masih tetap Binanga Siregar. Untuk posisi Gubernur Sumatra Utara dari Kementerian Dalam Negeri ditunjuk Sarimin Reksodihardjo. Untuk posisi Wali Kota Medan diangkat AM Jalaluddin (bupati Tapanuli Tengah).
Sarimin Reksodiharjo sebagai pejabat Gubernur Sumatera Utara mulai bertugas 14 Agustus 1950. Sarimin Reksodiharjo bertugas untuk menata pemerintahan di Provinsi Sumatera Utara (Tapanuli, Aceh dan Sumatera Timur). Tugas keduanya adalah melikuidasi Negara Sumatera Timur. Tugas ketiga adalah memulai penataan masalah pertanahan yang rumit di Sumatera Utara khususnya di Sumatera Timur.
Setelah selesai tugas utama Gubernur Sumatera Utara, Sarimin Reksodiharjo kemudian diangkat Gubernur Sumatra Utara secara definitive. Yang diangkat menjadi Gubernur Sumatra Utara adalah Abdoel Hakim Harahap. Serah terima jabatan Gubernur Sumatera Utara dilakukan pada tanggal 25 Januari 1951.
Sementara sang anak, Januar Hakim Harahap kuliah di fakultas teknik Universistas Indonesia di Bandoeng, Gubernur Abdoel Hakim Harahap menggagas pendirian Universitas Sumatra Utara. Tentu saja tidak mudah. Untuk upaya itu Gubernur yang Republiken ini menggalang dana ke seluruh penduduk Sumatrra Utara. Ternyata hasilnya baik. Universitas Sumatra bisa didirikan.
Pada era Gubernur Abdoel Hakim Harahap, Kepala Dinas Pertanian Tapanoeli Djohan Nasoetion diangkat menjadi Kepala Dinas Perkebunan provinsi Sumatera Utara. Djames Harahap, kepala BNI Tapanoeli di Sibolga dipindahkan menjadi Kepala BNI Medan. Djames Harahap kelak dikenal sebagai ayah dari Rinto dan Edwin Harahap (The Mercy’s). Untuk Kepala Dinas Perdagangan diangkat Kalisati Siregar (ayah dari Hariman Siregar).
Perubahan politik yang terjadi di Sumatra, terutama di Sumatra Tengah (PRRI), terjadi proses sentrifugal (NKRI) di Djakarta dan juga di kota satelitnya di Sumatra di Medan. Sementara Djohan Nasution dan Djames Harahap di Medan, Kalisati Siregar dipindahkan ke Palembang sebagai kepala dinas perdagangan. Pada tahun 1957 Ir. Tarip Abdoellah Harahap diangkat menjadi Kepala Dinas Pekerjaan Umum provinsi Sumatra Utara. Ir. Tarip Abdoellah Harahap lulus THS Bandoeng (kini ITB) tahun 1939. Pada saat perang kemerdekaan menjadi salah satu dari 17 tentara Indonesia pertama yang dilatih di Djogjakarta dengan pangkat Overste (Letnan Kolonel), termasuk Overste Mr Arifin Harahap. Pada saat ibu kota RI tahun 1946 pindah ke Djogjakarta Ir Tarip Abdoellah Harahap diangkat menjadi Kepala Djawatan Angkoetan Motor Republik Indonesia (DAMRI)--inilah sejarah awal DAMRI yang sekarang. Pada saat pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda (1949) Ir. Tarip Abdoellah Harahap diangkat menjadi Direktur Penerbangan Sipil di Kementerian Perhubungan yang mengakuisisi semua bandara dari tangan militer/Belanda/NICA menjadi dibawah kendali RI. Setelah menjadi Direktur Penerbangan Sipil, Ir. Tarip Abdoellah Harahap diminta Gubernur Sumatra Utara yang baru menjadi Kepala Dinas Pekerjaan Umum provinsi Sumatra Utara. Pada tahun 1957 ini ketika Kodam Sumatra Utara dimekarkan menjadi tiga (Aceh, Sumatra Utara dan Sumatra Barat), yang menjadi KASDAM di Kodam II/BB dipromosikan mantan militer perang kemerdekaan Mayor Marah Halim Harahap dengan pangkat Letnan Kolonel. Marah Halim Harahap kelak pada tahun 1967 menjadi Gubernur Sumatra Utara.
Hingga berakhirnya PRRI/Permesta, Djohan Nasution (alumni Middelbare Landbouwschool Buitenzorg) masih tetap di posisinya di provinsi Sumatra Utara. Sementara rekannya sewaktu di Padang Sidempoean, semasa perang kemerdekaan, Kalisati Siregar (alumni Handelsschool di Batavia) dari kantor Palembang ditarik ke pusat di Djakarta (bersamaan dengan pengangkatan Overste Mr Arifin Harahap sebagai Menteri Perdagangan RI). Catatan: Abdoel Hakim Harahap sendiri alumni sekolah elit Prins Hendrik School di Batavia lulus 1927 (Mohamad Hatta lulus 1921; Ida Loemongga Nasution lulus 1922, perempuan Indonesia pertama meraih gelar Ph.D di bidang kedokteran di Belanda, 1930; Soemitro Djojohadikoesomo lulus 1935, ayah Prabowon Subianto); dan Anwae Makarim, lulus 1936, kakek Nadiem Makarim)
Mr Arifin Harahap pada kabinet berikutnya
menjadi Menteri Anggaran Negara. Posisi Menteri Perdagangan yang ditinggalkan Mr Arifin Harahap ini kemudian
dijabat oleh Adam Malik Batubara (sebelum menjadi Menteri Luar Negeri). Sejarah (politik)
Adam Malik sendiri dimulai di Padang Sidempoean tahun 1935. Mr Amir Sjarifoeddin Harahap, ketua Partindo
cabang Batavia mengangkat kader muda di Tapanuli Selatan, anak Siantar, Adam Malik, tetapi kemudian Adam Malik ditangkap
dan dipenjarakan di penjara Padang Sidempoean 1935, Setelah Partindo dibubarkan tahun 1936, Adam
Malik dilepas dan hijrah ke Batavia. Pada tahun 1937, Mr Amir Sjarifoeddin
Harahap yang baru lulus fakultas hukum Recht School mendirikan partai politik
yang baru Gerakan Indonesia (Gerindo). Sementara Adam Malik menginisiasi pendirian
kantor berita Antara. Sebagai pemimpin Antara, Adam Malik diagkat menjadi duta
besar di Rusia sebelum diangkat menjadi Menteri Perdagangan. Adam Malik kelak menjadi Wakil Presiden.
Djohan Nasution di Middelbare Landbouwschool diterima 1919 dan lulus tahun 1922. Pada tahun ini Anwar Nasution, yang bersekolah HIS di Padang Sidempoean, diterima di Veeatsenschool di Buitenzorg. Anwar Nasution lulus tahun 1928 dengan gelar dokter hewan (pribumi) . Dr Anwar Nasoetion adalah ayah dari Prof Dr Abdi Hakim Nasoetion (Rektor IPB 1978-1987). Catatan tambahan: Pada tahun 1919 diadakan kongres mahasiswa Hindia (Indo, Cina dan pribumi) di Belanda yang diketuai oleh HJ van Mook (kelak menjadi Letnan Jenderal NICA/Belanda pada perang kemerdekaan). Tiga anggota himpunan mahasiswa pribumi Indische Vereeniging, Sorip Tagor, Dahlan Abdoellah dan Goenawan di dalam kongres mengemukakan bahwa mereka mewakli dan memperkenalkan nama Indonesia (saat inilah garis pemisah dimulai untuk membedakan pribumi dengan Belanda). Pada tahun 1922 ketika Dr Soetomo dkk memimpin Indische Vereeniging namanya diubah menjadi Indonesia Vereeniging. Lalu pada tahun 1924 ketika Indonesia Vereeniging dipimpin oleh Mohamad Hatta dkk namanya diubah lagi menjadi Perhimpoenan Indonesia (hingga sekarang). Indische Vereeniging sendiri didirikan tahun 1908 yang diinisiasi oleh Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan yang sekaligus menjadi ketua pertama. Soetan Casajangan lulus tahun 1911 menjadi sarjana pendidikan pribumi pertama. Pada periode 1922-1927 Soetan Casajangan adalah direktur sekolah guru Normaal School di Meester Cornelis (kini Jatinegara). Gedung Normaal School ini kini menjadi SMA N 68 Jakarta (dekat Perpustakaan Nasional),
Veeartsenschool dan Middelbare Landbouwschool kelak tahun 1940 digabung menjadi Landbouw Hoogeschool (Sekolah Tinggi Pertanian) sebagai salah satu fakultas di Universiteit van Indonesia. Pada tahun 1946 Landbouw Hogeschool yang menjadi bagian dari Universiteit van Indonesia dipecah menjadi dua fakultas: Fakultas Kedokteran Hewan (faculteiten der dierengenees kunde) dan Fakultas Pertanian (faculteit van landbouw wetenschap) di Bogor.
Pada tahun 1950 Universiteit van Indonesia diakuisi oleh Indonesia menjadi Universitas Indonesia. Andi Hakim Nasution masuk tahun 1952 di Fakultas Pertanian dan lulus tahun 1958 dengan predikat cum laude. Andi Hakim Nasution melanjutkan studi ke Amerika Serikat dan meraih gelar doktor (Ph.D) tahun 1964 di North Carolina State University. Saat pulang ke tanah air, Fakultas Kedokteran Hewan dan Fakultas Pertanian Universitas Indonesia telah dipisahkan dari Universitas Indonesia dan dibentuk Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 1963. Andi Hakim Nasution diangkat menjadi dosen di IPB tahun 1965. Pada tahun ini Lutfi Ibrahim Nasoetion diterima di IPB dan lulus tahun 1972 dengan predikat cum laude (pembimbingnya Prof. Dr. Ir. Oetit Koswara).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Sejarah Pertanahan dan Pengembangan Wilayah Indonesia
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar