Kamis, 10 Februari 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (409): Pahlawan Indonesia - Oen Boen Ing Lulusan STOVIA; Dokter di Kediri-Solo Seorang Republiken

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Banyak tokoh sejarah yang lulusan sekolah kedokteran STOVIA. Dokter-dokter tersebut tidak hanya untuk mengabdi untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat, tetapi juga ikut berjuang dengan cara yang berbeda-beda. Ada dokter-dokter yang aktif berjuang melawan penjajahan dan bahkan tidak sedikit yang ikut berperang pada era perang kemerdekaan. Dr Oen Boen Ing mengabdi dan juga ikut dalam perjuangan.

Dr. Oen Boen Ing (3 Maret 1903--30 Oktober 1982) adalah seorang dokter di Solo. Ia dianugerahi gelar kehormatan Kanjeng Raden Toemenggoeng Hario Obi Darmohoesodo oleh Puro Mangkunegaran tahun 1975. Oen Boen Ing anak dari Oen Hwie An, pedagang tembakau di Salatiga dan Tan Tjiet Nio. Pada tanggal 16 November 1934, dr. Oen menikah dengan Corrie Djie Nio, putri dari Djie Thay Hien, Kapiten dan Mayor di Kediri. Oen lulusan dari HCS Salatiga, meneruskan ke MULO Semarang, dan kemudian ke AMS Yogyakarta. Oen masuk sekolah kedokteran STOVIA dan lulus 1932.  Nama Oen Boen Ing tidak bisa dipisahkan dari keberadaan Rumah Sakit Panti Kosala yang dirintis 1933 di Solo. Poliklinik ini didirikan pemuda Tionghoa yang tergabung dalam Hua Chiao Tsing Nien Hui (HCTNH), Pada tahun 1935 Dr. Oen Boen Ing mulai terlibat dalam pelayanan klinik tersebut dan menjadi pemprakarsa berdirinya Yayasan Kesehatan Tsi Sheng Yuan, yang kemudian membentuk RS Panti Kosala tahun 1951. Pada masa Orde Baru, nama rumah sakit ini diubah menjadi RS Panti Kosala. Semasa pendudukan Jepang dikelola oleh Kakyo Sokai (Gabungan Organisasi-organisasi Tionghoa). Ketika perang kemerdekaan, poliklinik berubah fungsi menjadi rumah sakit darurat, menampung para pejuang dan pengungsi. Sejak tahun 1944, dr. Oen diangkat sebagai dokter pribadi Istana Mangkunegaran. Beliau juga banyak membantu para pejuang kemerdekaan, bahkan ikut memasok penisilin untuk Jenderal Sudirman yang menderita TBC. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Oen Boen Ing? Seperti disebut di atas, Oen Boen Ing adalah seorang dokter lulusan sekolah kedokteran STOVIA di Batavia yang pada era perang kemerdekaan disebutkan ikut membantu pengadaan obat untuk kesehatan Jenderal Soedirman. Lalu bagaimana sejarah Oen Boen Ing? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan Indonesia - Dr Oen Boen Ing Dokter Lulusan STOVIA (Diterima 1921, Lulus 1932)

Pada tahun 1922 ada nama Oen Boen Ing lulus ujian akhir di AMS Batavia (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 10-05-1922). Yang sama-sama lulus antara lain M Semawi dan NE van Beem. Dua nama terakhir ini diketahui melanjutkan studi ke fakultas teknik THS Bandoeng. Oen Boen Ing lulusan AMS ini, bukan laki-laki tetapi seorang perempuan (missen), Dalam hal ini yang akan diperhatikan adalah Oen Boen Ing yang laki-laki.

AMS adalah sekolah menengan umum. Lama studi enam tahun. Siswa yang diterima di AMS adalah lulusan  sekolah dasar ELS atau HIS. Lulusan MULO diterima di kelas empat. Lulusan AMS dapat melanjutkan studi ke fakultas/universitas. Saat ini fakultas di Indonesia (baca: Hindia Belanda) baru satu buah di Bandoeng (THS). Sementara itu di sekolah kedokteran STOVIA siswa yang diterima adalah lulusa ELS atau HIS. Lama studi tiga tahun pertama tingkat persiapan dan tujuh tahun berikutnya tingkat medik.   

Setelah lulus sekolah dasar berbahasa Belanda, Oen Boen Ing melanjutkan studi ke sekolah kedokteran STOVIA di Batavia. Pada tahun 1926 Oen Boen Ing lulus ujian transisi di STOVIA naik dari kelas dua ke kelas tiga tingkat medik (lihat De Indische courant, 14-05-1926). Satu kelas antara lain Abdoe Hanifah, M Moewardi dan Oey Kim San, Sementara di bawah mereka satu tahun Soleiman Siregar, Pang Siregar, Tio Tiong Lok dan Rasidin. Sedangkan di atas mereka satu tahun antara lain J Leimena, Pamenan Harahap, Pauw Kwat Sin dan Gindo Siregar.

Oen Boen Ing yang lulus ujian transisi dari kelas dua ke kelas tiga tingkat medik dapat dihitung mundur kapan diterima di STOVIA. Jika Oen Boen Ing lancar dalam studi sejak tingkat persiapan, maka Oen Boen Ing sudah lima tahun di STOVIA. Dalam hal ini Oen Boen Ing diterima di STOVIA paling telat tahun 1921. Seperti dikutip di atas, Oen Boen Ong lahir tahun 1903, maka Oen Boen Ing diterima pada tahun 1921 pada usia tahun 16-17 tahun.

Pada tahun 1930 Oen Boen Ing lulus ujian transisi naik dari kelas lima ke kelas enam (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 03-05-1930). Yang lulus ujian bersama antara lain Moewardi, Soleiman Siregar, Pang Siregar, Tio Tiong Lok dan Rasidin. Dalam hal ini tampaknya Oen Boen Ing dan Moewardi pernah sekali tinggal kelas atau menunda satu tahun. Pada tahun 1931 Oen Boen Ing naik ke kelas tujuh (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 04-05-1931). Tinggal selangkah lagi. Akhirnya Oen Boen Ing lulus dan mendapat gelar dokter pada tahun 1932 (lihat  Bataviaasch nieuwsblad, 25-11-1932). Disebutkan di STOVIA lulus menjadi Insdisch Arts Oen Boen Ing dari Salatiga. Sementara rekannya dari awal Moewardi (dari Pati) baru lulus pada tahun 1933 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 11-11-1933). Moewardi di Batavia dikenal sebagai aktivis sosial termasuk di bidang olah raga sepakbola. Dr Oen Boeng Ing kemudian berdomisili di Kediri.

Pemerintah melalui dinas kesehatan, diberikan hak kepada Dr Oen Boeng Ing melakukan praktek di tempat dimana di Hindia Belanda tidak terdapat apoteker (lihat De koerier, 08-12-1932). Pada tahun 1933 Dr Oen Boen Ing diketahui berdomisili di Kediri (lihat De locomotief, 28-07-1933). Disebutkan dalam pertemuan HCTNH Dr Oen Boen Ing salah satu sebagai pembicara yang secara khusus memberikan penyuluhan kesehatan bagaimana untuk mencegas penyakit malaria.dan bagaimana penyembuhannya. Ketua, Djie Ting Hian, mengucapkan terima kasih kepada para pembicara dan berharap yang hadir dapat mempelajari apa yang ditawarkan. Dalam pertemuan ini diumumkan bahwa poliklinik akan dibuka secara resmi pada tanggal 1 Agustus.

Di Kediri Dr Oen Boen Ing aktif bermain olah raga tennis. Dr Oen Boen Ing juga ikut kompetisi di Kediri (lihat De locomotief, 15-05-1934). Dalam perkembangannya Dr Oen Boen Ing diketahui menjadi ketua perhimpunan tennis di Kediri (lihat De locomotief, 06-06-1934). Dr Oen Boen Ing bukan dokter pemerintah, tetapi dokter swasta yang mulai nyaman di kota Kediri.

Di Kediri rumah Sakit Gie Sing Wan didirikan oleh asosiasi Cina HCTNH yang dibuka lebih dari setahun yang lalu atas inisiatif dokter Oen Boen Ing. Dalam hal ini Dr Oen juga bertanggung jawab atas rumah sakit tersebut. Ketika Dr Oen Boen Ing pindah ke Solo pada awal tahun, rumah sakit harus ditutup karena kurangnya bantuan medis dan kepemimpinan (lihat De locomotief, 30-07-1935). Kini Dr Oen kembali ke Kediri dan rumah sakit kembali dibuka. Pada bulan November Dr Oen memberi penyuluhan tentang opium (narkoba) di HCTNH (lihat De locomotief, 07-11-1935)

Dalam perkembangannya Dr Oen Boen Ing tidak lagi di Kediri tetapi berdomisili di Solo (lihat De koerier, 07-06-1938). Di Solo Dr Oen Boen Ing menjadi anggota SCVT. Dalam pertemuan SCVT di Solo, Dr Oen Boien Ing diangkat sebagai anggota dewan baru (lihat De locomotief, 25-08-1938). Dr Oen dalam dewan baru ini mewakili komunitas Tionghoa. SCVT sendiri adalah Asosiasi Pusat Pengendalian Tuberkulosis di Hindia Belanda.

Selama pendudukan militer Jepang Dr Oen Boen Ing tidak terinformasikan. Sebagaimana diketahui Pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada Jepang pada tanggal 8 Maret 1942. Pada masa perang kemerdekaan Dr Oen juga tidak terinformasikan. Namun diduga Dr Oen Boen Ing tetap berada di Solo.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Dr Oen Boen Ing: Seorang Republiken di Solo

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar