*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Peta bumi tidak dibangun satu malam, tetapi ratusan tahun dan bahkan ribuan tahun. Demikian juga peta Indonesia tidak dibangun semalam, tetapi ratusan tahun. Membandingkan peta bumi Indonesia masa kini dengan tiga atau empat abad yang lalu anda pasti tercengan. Mengapa? Pengetahuan hanya berdasarkan peta masa kini. Sesungguhnya dengan mempelajari peta-peta Indonesia dari masa ke masa secara cermat, peta bumi Indonesia masa kini berbeda dengan rupa bumi Indonesia masa lampau.
Lantas bagaimana sejarah peta bumi tidak disusun semalam dan peta Indonesia wujud beratus tahun? Seperti disebut di atas, ilmu bumi telah bergeser pengertiannya dan ilmu bumi hanya dikhususkan pada bidang geografinya saja (horizontal). Dalam hubungan ini ilmu bumi dan ilmu geografi sudah sangat berbeda jauh antara era peta Ptolomeus dan era satelit Googlemap. Lalu bagaimana sejarah peta bumi tidak disusun semalam dan peta Indonesia wujud beratus tahun? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe..
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Peta Bumi Tidak Disusun Semalam, Peta Indonesia Wujud Beratus Tahun; Peta Datar Ptolomeus vs Peta Satelit Googlemap
Pembuatan peta adalah seiring dengan perjalanan panjang peradaban manusia itu serndiri. Tingkat pencapaian tertinggi dalam peradavan manusia tentang pembuatan peta baru terjadf masa kini dengan adanya (peta) satelit (seperti googlemap). Tidak terbayangkan pada era Ptolomeus, sekalipun suatu saat nanti di masa depan, ada cara canggih untuk mengganmbatkan peta permukaan bumi seperti peta googlemap.
Satu yang pasti bahwa gambaran peta modern googlemap tidak persis sama (lagi) dengan gambaran peta yang sesungguhnya pada era Ptolomeus pada abad ke-2. Jauh sebelum era Ptolomeus telah berubah bentuk rupa permukaan bumi hingga era Ptolomeus dan dari era Ptolomeus hinggan masa kini. Oleh karena itu gambaran rupa muka bumi tidak tercipta sekali untuk selamanya, tetapi telah mengalami pasang surut luasnya daratan dan tinggi rendahnya permukaan tanah dari atas permukaan laut.
Disebut telah mengalami pasang surut. Karena luasnya daratan apakah benua atau pulau telah ada yang sisi-sisinya yang berkurang (karena pengaruh seperti abrasi) dan ada yang bertambah (karena pengaruh antara lain adanya sedimentasi). Demikian juga tinggi rendahnya permukaan tanah (bumi) dari atas permukaan laut ada yang bertambah (seperti pengaruh tumpahan lahar bulkanik dan penumpukan lapisan massa padat seperti debu dan pelapukan) dan ada yang berkurang (karena faktor seperti pembongkaran, longsor, land clearing, atau ambruk karena turunya permukaan tanah). Oleh karena itu peta muka bumi yang sesungguhbnya terus berubah sepanjang waktu).
Satu pertanyaan lain adalah bagaimana cara menggambarkan peta muka bumi sejak Ptolomeus? Apakah dilakukan dalam waktu yang relatif singkat dengan mengerahkan semua para ahli di zaman itu? Pertnyaan pertama dan pertanyaan kedua adalah suatu pertanyaan tentang seperti apa gambaran peta (rupa) bumi dari waktu ke waktu. Yang jelas pada era Ptolomeus teori muka bumi adalah datar sebagai teori yang digiunakan (berbeda dengan teori masa kini bumi itu bulat).
Pada masa ini masih banyak para peneliti sejarah yang beranggapan bahwa rupa bumi tetap (tidak berubah secara radikal, hanya berubah sedikit atau relatif berubah sedikit). Di atas rupa bumi ini (seperti pulau) diteli sejarah peradaban masa lampau misalnya saat masa kini menemukan situs kraton Majapahit (pada abad ke-14), yang dibayangkan bahwa peta pulau Jawa tidak berubah, dan karenanya letak kraton Majapahit diasumsikan berada jauh di pedalaman. Jika dan hanya jika peta permukaan bumi pulau Jauh telah berubah sejak beberapa abad lalu maka penelitian sejarah semacam itu sangat konyol.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Peta Indonesia Wujud Beratus Tahun: Bagamana Bentuk Perkembangannya?
Peta-peta modern Indonesia jika dibandingkan dengan peta googlemap dalam skala makro terkesan sama persis bentuk wujud luasnya. Akan tetapi jika yang diperbandingkan peta-peta skala mikro (peta lama dan peta googlemap) akan terlihat jelas perbedaannya.
Mungkin kita sulit menemukan perbandingan yang kontras, tetapi masa kini ada ditemukan pengalaman buru Tsunami Aceh, sebagai contoh kasus terbaik untuk memperbandingkannya. Untuk kasus kecil yang jumlahnya cukup banyak dapat kita pelajari kawasan/area tertentu bdimana pernah terjadi banjir bandang. Sebagai contoh dalam hal ini misalnya pondasi rumah yang terbuat dari beton/semen hilang atau lebar selolan meluas atau menyempit (hilang) karena tertimbun sampah massa padat dan lumpur. Begitulah gambaran mikro untuk menggambarkan skala yang berbeda dan yang lebih luas dalam peta bumi.
Dalam sejarah pemetaan, khususnya pemetaan di Indonesia (sejak kahadiran orang Eropa di masa lampau di Hindia Timur), pelaut-pelaut Portugis terus mengipdare peta wilayah pulau-pulau, selat-selat dan permukaan area peraiaran (laut/lautan) di Indonesia dengan merujuk pada peta-peta lama yang telah dibuat para ahli kartografi. Kegiatan itu terus dilakukan pada era VOC dan bahkan era Pemerintah Hindia Belanda serta era Republik Indonesia. Dalam hal ini antara satu peta dengan peta terdahulu lainnya harus dipahami secara cermat, lepas soal akurasi, karena ada perubahan yang sangat berarti.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar