*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Bahasa Melayu bermula di pantai timur Sumatra, merujukan pada bahasa Sanskerta yang menjadi lingua franca saat itu. Bahasa Melayu berkembang di wilayah yang melting pot dan berdampingan dengan bahasa asli seperti Batak dan Jawa. Meski demikian, banyak penduduk asli yang mampu berbicara bahasa Melayu (dwibahasa) karena kebutuhan komunikasi dalam perdagangan (tetapi tidak sebaliknya). Bahasa Melayu terus berkembang di wilayah Melayu dan di kota-kota pelabuhan (melting pot) di Sumatra, Semenanjung Malaya, Jawa, Bornoe, Sulawesi dan Maluku. Dari bahasa Melayu ini kemudian berkembang bahasa Indonesia, bahasa pemersatu diantara penduduk asli berbahasa berbeda (termasuk penduduk asli yang telah berbahasa Melayu).
Lantas bagaimana sejarah suksesi bahasa Nusantara? Seperti disebut di atas, bahasa Melayu berkembang dari bahasa Sanskerta, lalu kemudian bahasa Melayu berkembang menjadi bahasa Indonesia. Lalu bagaimana sejarah suksesi bahasa Nusantara? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe..
Suksesi Bahasa Nusantara; Bahasa Indonesia Suksesi Bahasa Melayu dan Bahasa Sanskerta Melahirkan Bahasa Melayu
Dalam mempelajari sejarah bahasa sudah barang tentu tidak mudah. Apalago sejarah bahasa di masa lampau. Namun begitu, ada keutamaan bahasa dalam sejarah bahasa. Bahasa yang masih eksis sekarang adalah data sejarah itu sendiri. Sebab bahasa diwariskan dan diturunkan secara turun temurun. Akan tetapi apaya yang menjadi eleman bahasa yang eksis sekarang harus bisa memisahkan mana yang bersumber dari masa lampau dan mana yang bersumber belum lama ini.
Data sejarah bahasa, apalagi yang bersumber dari masa lampau sangat minim dan hanya sedikit saja yang berhasil dikumpulkan seperti teks yang terdapat dalam prasasti-prasasti atau sumber-sumber tertulis lainnya yang berasal dari Eropa dan Tiongkok. Diantara minimnya data yang ada, data bahasa masa kini yang dapat diperbandingkan dapat dijadikan sebagai sumber data sejarah. Misalnya bahwa cukup banyak kosa kata (bahkan yang bersifat elementer) yang sama atau mirip dengan bahasa Indonesia dengan bahasa-bahasa di Madagaskar dan Maori. Jelas bahwa hubungan bahasa yang berjauhan itu tidak terjadi masa masa ini tetapi jauh di masa lampau. Sumber sejarah bahasa juga dapat dieksplorasi tidak hanya dalam medium lingustik tetapi juga pada medium budaya.
Sumber data sejarah bahasa yang paling awal haruslah menggunakan data yang terdapat dalam teks prasasti. Para ahli di masa lalu telah bekerja keras untuk menyalin dan menerjemahkannya. Data itulah yang dapat dianalisis kembali, apakah datanya valid atau hasil analisisnya sesuai dengan metodologi masa kini. Satu fakta yang jelas berasal dari masa lampau adalah eksistensi bahasa Sanskerta yang terdapat dalam prasasti-prasasti terebut. Sudah barang tentu isi teks itu apa adanya tidak cukup menjelaskan apa yang dibutuhkan masa dalam memahami sejarah bahasa-bahasa. Kita masih membutuhkan data analog (suatu yang mirip yang berada di tempat lain, seperti bahasa Sanskerta ditemukan di India selatan).
Bahasa Sanskerta sebagai bahasa yang ditemukan di India selatan dan terdapat para prasasti-prasasti di Jawa, Sumatra haruslah diartikan bahwa bahasa Sanskerta saat itu sebagai (salah satu) lingua franca. Dalan teks prasasti-prasasti yang ditemukan di pantai timur Sumatra (kini Sumatra Selatan) terdapat sejumlah kosa kata bahasa yang mirip bahasa Indonesia sekarang. Kita mengasumsikan bahwa kosa kata itu adalah bahasa Sanskerta karena memang ditemukan pada kamus bahasa Sanskerta. Jelas dalam hal itu belum terbentuk bahasa Melayu. Lalu bagaaimana bahasa setempat sebagai bahasa daerah? Dalam teks intu juga terdapat pengaruh bahasa lain yang diduga pengaruh bahasa daerah (yang dapat diperbandingkan dengan bahasa daerah yang masih eksis sekarang). Dikatakan pengaruh bahasa daerah, karena tidak ditemukan dalam bahasa Sanskerta. Contoh awalam ‘mar’ yang tidak ditemukan dalam imbuhan bahasa Sanskerta, sementara dalam bahasa Melayu imbuhan itu diucapkan me atau ber. Selain itu cara bilangan yang tidak ditemukan dalam bahasa Sanskerta dan bahasa Melayu, yang harus diartikan sebagai bahasa daerah seperti sapuluh dua untuk menyatakan 12 (dua belas) yang jika dilanjutkan menjadi sapuluh sada (11), sapuluh tolu (13), sapulu opat (14) dan seterusnya. Dalam hal ini teks prasasti-prasasti di pantai timur Sumatra yang berasal dari abad ke-7, bahasa Melayu belum eksis, sebagai lingua faranca adalah bahasa Sanskerta yang mana bahasa daerah sudah eksis. Dalam hal ini bahasa daerah mempengaruhi bahasa Sanskerta sebagai lingua franca di Nusantara khususnya Sumatra yang kemudian menjadi dasar terbentuknya bahasa Melayu. Hal serupa juga ditemukan dalam prasasti-prasasti yang ditemukan di Jawa terserap bahasa daerah (Jawa) di dalam bahasa Sanskerta lingua franca.
Bahasa Melayu dapat dikatakan sebagai suksesi bahasa Sanskerta di Nusantara. Dalam hal ini bahasa Sanskerta telah berubah, jika dan hanya jika, dibandingkan dengan bahasa Sanskerta yang masih eksis di India selatan. Perubaahan ini tidak dalam arti menggantikan kosa kata Sanskerta tetapi jumlah kosa kata yang terserap dalam lingua franca baru yang disebuit bahasa Melayu. Jelas dalam hal ini bahasa Sanskerta tidak punah atau lenyap di Nusantara, tetapu yang terjadi adalah bahasa Sankerta di nusantara relah menjadi lingua farnca baru yang disebut bahasa Melayu. Pada tahap berikutnya kosa kata bahasa Sanskerta tidak muncul lagi karena muncul kosa kata baru dari bahasa daerah atau bahasa asing. Lantas kosa-kata bahasa asing darimana yang masuk dalam bahasa Melayu yang terbentuk?
Harus diingat bahasa navigasi pelayaran perdagangan yang membawa bahasa Sanskerta dari India selatan ke Nusantara. Dalam hal ini pedagang-pedagang India selatan bukan satu-satunya yang melakukan navigasi pelayaran perdagangan ke Nusantara. Ada orang-orang Mesir, Persia dan Arab. Juga ada catatan navigasi pelayaran perdagangan dari Tiongkok. Saat itu navigasi pelataran dari Eropa belum terdeteksi tetapi sebaliknya kosa kata bahasa Sanskerta/bahasa Melayu yang terserap ke dalam bahasa Eropa (bahasa Latin) dan juga ditemukan serapan ke dalam bahasa Arab/Persia. Lantas apakah adakah kosa kata bahasa daerah di Nusantara yang terserap ke dalam bahasa Sanskerta yang tetap eksis di India selatan? Tampaknya ada tetapi sulit dipisahkan/ditentukan.
Tunggu deskripsi lengkapnya.
Bahasa Indonesia versus Bahasa Melayu di Malaysia: Pengaruh Bahasa Asing
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar