*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini
Nama pinang banyak dijadikan nama kota. Ada
Kota Pinang di Sumatra Timur, Pangkal Pinang di Sumatra Selatan (Palembang) dan
Tanjung Pinang di kepulauan Riau. Lalu apakah nama Pinang merujuk pada nama pohon/buah
pinang? Itu satu hal. Hal lain yang lebih penting adalah bagaimana sejarah kota
Pangkal Pinang di pulau Bangka? Kota Pangkal Pinang terbentuk di pangkal (hulu)
daerah aliran sungai Pangkal Pinang (gabungan sungai Padindang dan sungai Rangkawe).
Kota/kampong yang sudah terbentuk di sekitar adalah tiga perkampungan awal:
Gabek, Semabong dan Air Itam. Kota Pangkal Pinang, di pangkal sungai Pinang.
Kota Pangkalpinang adalah ibu kota Provinsi Bangka Belitung. Kota ini terletak di bagian timur Pulau Bangka. Secara administratif, kota Pangkalpinang ditetapkan sebagai ibukota provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tanggal 9 februari 2001. Secara etimologi, kata "Pangkalpinang" berasal dari dua kata yaitu Pangkal dan Pinang. Kata Pengkal dalam bahasa Melayu Bangka sebagai pusat atau awal mulanya. Sebagai pusat pengumpulan timah, kemudian berkembang. Sedangkan kata Pinang, berasal dari pohon Pinang. Dalam rangka untuk mengontrol kaya tambang timah deposit di Timur Bangka, kolonial Belanda memindahkan ibu kota Belitung Bangka dari Muntok ke Pangkalpinang pada tahun 1913. Kota Pangkalpinang berkembang dari status sebagai kota kecil pada tahun 1956 (UU Darurat No. 6 Tahun 1956) kemudian menjadi kotapraja, kotamadya, hingga menjadi kotamadya daerah tingkat II Pangkalpinang. Lahirnya Pangkalpinang dengan status Kota Kecil meliputi dua gemeente yaitu gemeente Pangkalpinang dan gemeentee Gabek. Sebagai pejabat Wali Kota yang pertama adalah R. Supardi Suwardjo (alm), Patih di Kantor Residen Bangka Belitung. Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1959 status kota kecil ditingkatkan menjadi Kotapraja pada tanggal 24 Juli 1958. Berdasarkan UU No. 18 Tahun 1965 status Kotapraja diubah menjadi Kotamdya. Dengan berlakunya UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, status Kotamadya menjadi Kotamadya daerah Tingkat II Pangkalpinang. (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah Kota Pangkal Pinang di pulau Bangka dan gemorfologis wilayah? Seperti disebut di atas, nama Pangkal Pinang adalah nama baru yang kemudian nama kota yang menggantikan Kota Muntok. Apakah dalam hal ini ada kaitannya dengan Kota Tanjung Pinang di Pulau Bintan? Lalu bagaimana sejarah Kota Pangkal Pinang di pulau Bangka dan gemorfologis wilayah? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Kota Pangkal Pinang di Pulau Bangka, Geomorfologis Wilayah; Kota Tanjung Pinang di Pulau Bintan
Pulau Bangka jelas sudah tua. Di Kota Kapur di daerah aliran sungai Mendoe ditemukan prasasti yang berasal dari abad ke-7. Tidak jauh dari kampong kecil di arah barat laut di pantai barat pulau Bangka pada tahun 1812 (pasukan) Inggris membangun benteng baru yang disebut benteng Minto (yang menjadi cikal bakal Kota Muntok). Lantas, dalam hal ini, kapan terbentuk kota Pangkal Pinang (yang kini menjadi ibu kota provinsi Bangka Belitung)? Tentu saja secara geomorfologis, bentuk pulau Bangka yang sekarang sangat berbeda dengan pulau Bangka zaman lampau.
Pada era VOC, Peta 1675, sungai Merawang atau sungai Batoeroesa/k belum teridentifikasi. Sebab wilayah pantai di muara sungai masih berupa gosong yang sangat luas (yang boleh jadi sulit dinavigasi ke pedalaman), Pada Peta 1845 sungai Merawang sudah diidentifikasi, tetapi gosong yang luas semakin menyusut namun di perairan terbentuk pulau-pulau gosong yang terpisah dari gosong pantai. Dalam hal ini sungai Pangkal Pinang belum teridentifikasi.
Sementara sungai Pangkal Pinang belum terindentifikasi pada peta 1645, nama kota/kampong Pangkal Pinang sudah dilaporkan (lihat Javasche courant, 27-06-1846). Disebutkan kapal (berbendara) Hindia Belanda Arijd Torachman yang dinakhodai Said bin Awat bin Abdullah bin Sahab berangkat ke Pangkal Pinang dari Batavia. Besar dugaan pada saat ini kampong/kota Pangkal; Pinang dan kota/kampong Batoe Roesa/k masih sama-sama di pantai. Seperti kita lihat nanti kampong Pangkal Pinang menjadi kota besar (Kota Pangkal Pinang), sedangkan kampong Batoe Roesa/k hanya sebyuah desa (kecamatan Merawang, kabupaten Bangka Barat).
Pada peta-peta sejaman, banyak nama kampong yang dimulai dengan nama Pangkal. Apa artinya? Pangkal tampaknya awal (permulaan) yang digunakan sebagai penanda navigasi, yakni pertemuan dua sungai, dimana kampong berada yang menjadi permulaan sungai yang terbentuk baru ke hilir. Dengan kata lain pangkal adalah permulaan sungai dengan nama baru ke arah hilir. Pangkal Pinang dalam hal ini adalah pertemuan sungai Pedindang dan sungai Rankawe yang ke hilir sungai dengan nama sungai Pinang. Kampong yang terletak di antara dua sungai yang bertemuka ini disebut kampong Pangkal Pinang (pangkal sungai Pinang). Sungai Pangkal Pinang ini bermuara ke sungai besar sungai Merawang (dimana terbentuk kampong Pangkal Balem; yang mungkin pangkal dari sungai Balem ke hilir/pantai). Dalam hal ini pangkal adalah permulaan ke arah hilir, tetapi kea rah hulu, pangkal adalah muara.
Kapan kampong/kota Pangkal Pinang terbentuk, tidak diketahui secara pasti. Berdasarkan Almanak 1816 disebutkan di Pangkal Pinang ditempatkan seorang inspektur pertambangan, yang mengindikasikan sudah eksis kampong/kota Pangkal Pinang. Namun yang jelas pada tahun 1845 namanya sudah dikenal luas sebagai salah satu tujuan navigasi pelayaran perdagangan (masih berada di pantai). Pada masa ini posisi GPS kota/kampong Pangkal Pinang seakan berada jauh di belakang pantai. Lalu, apa yang menyebabkan demikian?
Secara geomorfologi, kampong Pangkal Pinang dan kampong Batoeroesa/k berada di garis pantai. Dalam hal ini sungai Batoeroesa bermuara di pantai di kampong Batoerosa/k dan kampong Pangkal Pinang berada di pantai diantara dua sungai yang bermuara (sungai Padindang dan sungai Rangkawe. Namun dalam perkembangannya terjadi proses sedminetasi di muara sungai karena aktivitas pernambangan (timah) di arah hulu sungai. Pada Peta 1675 telah diidentidikasi Kawasan gosong/daratan pasir di sepanjang pantai yang jauh ke laut. Kawasan gosong ini kemudian menjadi daratan, dan masing-masing sungai termasuk sungai Merawang dan sungai Pangkal Pinang menemukan jalannya sendiri ke arah hilir melalui rawa. Oleh karena itu lambat laun kampong Pangkal Pinang menjadi jauh berada di belakang pantai.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Kota Tanjung Pinang di Pulau Bintan: Riwayat Kota Pangkal Pinang di Pulau Bangka
Ada sejumlah nama kampong/kota menggunakan nama pinang (buah/pohon) seperti Pangkal Pinang, Tanjung Pinang dan Kota Pinang, plus Pondok Pinang (di Jakarta). Nama-nama kuno sinonim dengan nama Pinang ini adalah Djambe yang juga diartikan pinang. Nama-nama kota kuno menggunakan nama Djambe antara lain Djamboearoe di Aceh (kinin ama sungai Jambu Air), Telok Djambe di Jawa dan nama Kota Jambi yang sekarang,
Kosa
kata jambe (Sanskerta) pada masa ini terlestarikan dalam bahasa Jawa sebagai
arti pinang. Sementara pinang berasal dari bahasa Batak (pining) yang juga
dalam bahasa Gayo yang dalam bahasa Melayu disebut pinang. Pining, Pinang dan
Penang hanyalah pergeseran lafal (perubahan fonetik) seperti nama kampong/kota
Aek Pining (Tapanuli Selatan); Kota Pinang (Labuhan Batu), Pulau Penang (Malaysia)
Nama-nama geografi pada masa lampau, banyak yang serupa digunakan di berbagai wilayah. Sebagai nama tempat, Jambe, Pining, Penang dan Pinang, dalam hal ini pinang dalan arti peradaban di masa lalu adalah nama yang memiliki arti secara religi, secara tradisi dan secara praktis sehari-hari seperti ‘nginang’ (mengunyah sirih). Oleh karenanya nama jambe dan pinang haruslah dianggap sebagai nama yang berasal dari masa lampau, secara khusus di wilayah tropis di Hindia Timur (Asia Tenggara).
Dalam
hal ini pasangan (campuran) sirih sebagai daun adalah pinang sebagai buah plus
kapur (sirih) sebagai serbuk/pasta. Dalam tradisi memiliki makna simbolik dalam
adat yang terhubung dengan kegiatan religi, sementara secara praktik ‘nginang’
mampu mengatasi penyakit gigi dan menambah kekuatan gigi. Oleh karenanya jambe
dan pining/pinang/penang adalah produk zaman kuno yang memiliki nilai tinggi
dalam navigasi pelayaran perdagangan, Perlu diingat seperti halnya kelapa,
enau, pinang juga tergolong tumbuhan purba. Kegiatan ‘nginang’ adalah tradisi
umum sejak lama di Asia Tenggara, di daerah tropis dimana tiga komponen utama ‘nginang;
ini diproduksi sendiri, daun sirih di tanam sendiri, pinang dan kapur dapat
didatangkan dari tempat lain (perdagangan). Oleh karenanya pining/pinang diduga
kuat bnama yang berasal dari Asia Tenggara yang dalam bahasa Sanskerta disebut
jambe. Lantas bagaimana dengan nama tempat/sungai Pangkal Pinang muncul di
pulau Bangka?
Nama Pinang sebagai nama tempat adalah satu hal, namun nama Pangkal dan nama Tanjung atau nama Teluk adalah hal lain dalam penamaan nama tempat dalam navigasi pelayaran perdagangan masa lampau. Nama-nama yang muncul dengan nama Pinang ini adalah Pangkal Pinang dan Tanjung Pinang.
Seperti
disebut di atas, secara geomorfologis, nama geografis kota/kampung Pangkal Pinang
pada dasarnya merujuk pada suatu tanjong (yang diapit oleh dua sungai yang
bermuara ke teluk/laut) yang dalam arti geomorfoligi/geografis kurang lebih
sama dengan pengertian tanjong (diapit oleh perairan lebih luas (danau/laut).
Dalam hal ini tanjong adalah daratan yang tampak menjorok ke perairan/laut
karena terbentuknya daratan baru (proses sedimentasi) atau bentuk daratan yang
berubah karena proses abrasi air/ombak/laut. Sementara pangkal dalam hal ini
adalah bentuk daratan yang terbentuk karena proses pembentukan sungai, yang dua
sungai yang bertemu lalu ke hilir hanya terbentuk hanya satu sungai (yang lebih
besar) menuju ke laut, Seperti disebut di atas hal serupa inilah yang terjadi
di pulau Bangka dimana kemudian muncul nama tempat Pangkal Pinang (muara sungai
dari hulu atau pangkal/hulu sungai ke hilir yang disebut sungai Pinang atau
sungai Pangkal Pinang. Nama Pinang digunakan dalam hal ini karena memiliki arti
tradisi dan historis dalam penamaan kota masa lampau. Boleh jadi dalam hal nama
Pangkal Pinang adalah nama kampong yang sudah tua, mungkin berasal darei zaman
kuno.
Nama tempat yang menggunakan nama Pinang menjadi sangat khas untuk nama tempat Pangkal Pinang dan Tanjung Pinang. Sinonim dengan nama Pangkal dan Tanjung ini ditemukan di wilayah Lampung: Teluk Betung dan Tanjung Karang. Seperti halnya nama teluk untuk nama tempat terdapat di pantai dan pedalaman (khususnya wilayah danau), juga nama tanjong tidak hanya di pesisir tetapi juga di pedalaman, seperti Tanjung Enim (Sumatra Selatan) dan Tanjung Barat (Jakarta), Tanjung Alam (Agam/Sumatra Barat) dan Tanjung Pura (Jawa Barat) serta Tanjung Morawa (Sumatra Utara). Tanjung dalam hal ini mengikuti lekukan arah sungai yang membentuk seakan tanjong. Nama Pangkal memiliki arti tersendiri/khas.
Nama
tempat secara goegrafis dalam sejarahnya harus dibedakan antara penggunaan nama
Pangkalan dan Pangkalan. Memang berasal dari kata dasar pangkal tetapi memiliki
pengertian geografis secara historis. Pangkal memiliki arti secara alamiah,
sedangkan Pangkalan adalah menunjukkan karena ada aktivitas manusia di suatu
area dalam hubungannya dengan perdagangan/komoditi. Nama yang menggunakan Pangkalan
antara lain Pangkalan Jati (Jakarta), Pangkalan Susu dan Pangkalan Brandan
(Sumatra Utara), Pangkalan Boen (Kalimantan Selatan/Tengah). Sedangkang
penggunaan nama Pangkal hanya umum di Sumatra dan pulau-pulaunya seperti
Pangkal/Pakkal Dolok (Padang Lawas) dan seperti di pulau Bangka yang disebut di
atas.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar