*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini
Nama Gedong Tataan di Lampung menjadi penting karena
menjadi awal kolonisasi penduduk (perpindahan penduduk diselenggarakan
Pemerintah Hindia Belanda) di luar Jawa. Gedong Tataan yang menjadi penempatan
bertetangga dengan kumunitas asal Banten yang sudah lama ada di Lampung. Jauh
sebelum perpindahan penduduk dari Jaw ke Lampung, sudah ada pengerahan tenaga
kerja asal Jawa di perkebunan-perkebunan di Deli.
Gedong Tataan adalah sebuah kecamatan yang juga merupakan pusat pemerintahan (ibu kota) Kabupaten Pesawaran, Lampung. Kecamatan ini sebelumnya merupakan kecamatan dari Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan ini terletak di antara Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pringsewu, Nama Gedung Tataan berasal dari bangunan atau gedung yang tertata yang dahulu dikuasai Belanda dan kemudian berhasil direbut tentara RI. Sekarang gedung tersebut telah menjadi markas dan barak infantri TNI Kompi Senapan A, Komando Resort Militer-143 Garuda Hitam, dibawah naungan Komando Daerah Militer-II Sriwijaya. Kecamatan Gedong Tatata terdiri dari sejumlah desa: Bagelen, Bernung, Bogorejo, Cipadang, Gedong Tataan, Karanganyar, Kebagusan, Kurungan Nyawa, Kutoarjo, Negeri Sakti, Padang Ratu, Pampangan, Sukabanjar, Sukadadi, Sukaraja, Sungai Langka, Tamansari, Way Layap, Wiyono (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah Gedong Tataan, kolonisasi asal Jawa pertama di Lampung? Seperti disebut di atas, kepadatan tinggi penduduk di Jawa menyebabkan Pemerintah Hindia Belanda memulai program kolonisasi yang kemudian lebih dikenal sebagai program transmigrasi. Sebelumnya kelebihan tenaga kerja di Jawa dimungkinkan untuk pengiriman pekerja asal Jawa ditempatkan di perkebunan Deli. Lalu bagaimana sejarah Gedong Tataan, kolonisasi asal Jawa pertama di Lampung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Gedong Tataan, Kolonisasi Asal Jawa Pertama di Lampung: Pekerja Asal Jawa di Perkebunan Deli
Pada tahun 1904 nama Gedong Tataan mulai dibicarakan. Salah satu pembicaraan tentang emigrasi di wilayah Lampong dihubungkan dengan pembangunan kereta api (lihat Deli courant, 31-05-1904). Kedua isu ini dikaitkan dengan membuka kemungkinan pengembangan wilayah Lampung di pedalaman. Kepadatan penduduk menjadi salah satu pertimbangan di Jawa dan pembukaan lahan-lahan baru di Lampong.
Nama
kampong Tataan adalah nama yang sudah lama dikenal di Lampong. Paling tidak
nama kampong Tataan diberitakan tahun 1856 (lihat Nederlandsche staatscourant, 02-12-1856).
Nama kampong Gedong Tataan diberitakan pada tahun 1882 (lihat Nederlandsche staatscourant,
17-11-1892). Disebutkan perusahaan yang berkantor di Amsterdam akan membuka
operasi di wilayah Lampong dimana tanah konsesi yang telah diberikan salah satu
sisi berbatasan dengan kampong Gedonhg Tataan. Sehubungan dengan itu kemudian
muncul rencana pembangunan dan pengoperasian trem uap di distrik Lampong yang
membentang dari Merakbatin ke Gedong Tataan diprioritaskan untuk pembangunan
dan pengoperasian perpanjangan trem ke arah barat (sebelumnya sudah ada kea rah
timur di pelabuhan Pandjang). Seperti dikutip di atas, nama Gedung Tataan
berasal dari bangunan atau gedung yang tertata adalah tidak benar. Pada tahun
1900 akan melakukan perbaikan jalan pos utama seksi 1 dari Tandjong Karang di
atas Gedong Tatatan ke Kota Agoeng, afdeeling Telok Betong, sehubungan dengan
pekerjaan diperlukan biaya gabungan diperkirakan f18.779 (lihat De locomotief:
Samarangsch handels- en advertentie-blad, 20-07-1900).
Dalam keputusan Tweede Kamer di Belanda disebutkan bahwa emigrasi ke district Lampong telah direkrut seorang camat di Residentie Kedoe, selain dua mantri, telah ditempatkan di bawah Asisten Residen HG Heijting yang bertanggung jawab atas masalah keimigrasian. HG Heijting dan dana yang diperlukan telah disiapkan. diberikan untuk persiapan kolonisasi di district Lampong (lihat De nieuwe courant, 11-09-1905).
Dalam
keputusan tersebut perhatian juga diarahkan pada daerah-daerah di district Redjang
en Lebong (residentie Benkoelen), yang diproyeksikan sangat cocok untuk menjadi
wilayah kolonisasi oleh orang Sunda atau Jawa. Sebelumnya surat kabar Deli
courant, 31-05-1904 dalam hubungannya dengan emigrasi menyebutkan tiga wilayah
padat di Jawa adalah residentie Preanger dan residentie Kedoe khususnya
Bagelan. Catatan: Bagelan saat itu adalah wilayah terpadat di seluruh pulau
Jawa. Sementara itu emigrasi tidak hanya dari Jawa ke Lampong, juga emigrasi
orang Jawa dari Jawa Tengah dan Jawa Timur ke Banjoewangi terus berlanjut
(lihat Bataviaasch nieuwsblad, 11-10-1905).
Pada bulan November 1905 emigrasi pertama asal Jawa dari Kedoe yang padat penduduknya. Program ini akan diawasi oleh Asisten Residen HG Heijting, yang ditugaskan untuk mengawasi emigrant yang telah menetap sekitar 200 orang Jawa dari wilayah Kedoe tersebut yang sebagian ditemani oleh keluarga mereka, di Gedong Tataan, afdeeling Ommelanden van Teloek Betoeng.
Namun
tampaknya percobaan kolonisasi (emigrasi) yang didatangkan dari Jawa, tidak mudah
bagi para emigrant, juga pemerintah daerah dalam hal ini Asisten Residen. Sebab
ada resistensi dari pemimpin local. Asisten Residen yang melaporkan pada bulan
April 1906 menyebutkan ada sikap negative (gangguan) dari kepala-kepala kampong
di kampong Keagoengan Ratoe, kampong Gedong Tataan dan kampong Kasoegihan. Asisten
Residen meminta mempertanggungjawabkan perilakunya kepada Sekretaris Pemerintah
Daerah dan menjalani sanksi administrative (lihat Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 29-05-1906). Apa yang menjadi pangkal perkaranya kita lihat
nanti di bawah.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Pekerja Asal Jawa di Perkebunan Deli: Populasi Orang Jawa di Sumatra dan Program Transmigrasi
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar