*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bengkulu dalam blog ini Klik Disini
Nama danau di Kota Bengkulu, sedikit unik,
Namanya: Dendam Tak Sudah. Akan tetapi bagaimana asal usul namanya sulit
diketahui karena ada berbagai versi cerita. Biasanya danau yang unik (eksotik), tetapi ini
namanya yang unik. Bagaimana dengan judul novel. Ada nama judul novel yang
diterbitkan tahun 1897 dengan nama mirip yakni Hikajat Dendam Ta' Soedah Kalau
Soedah Merewan Hati. Novel ini dikarang oleh Dja Endar Moeda.
Danau Dendam Tak Sudah adalah sebuah danau yang terletak di provinsi Bengkulu. Danau ini berlokasi di kelurahan Dusun Besar, kecamatan Singaran Pati, Kota Bengkulu. Danau Dendam Tak Sudah memiliki luas keseluruhan 559 ha dan luas permukaan 68 ha. Danau Dendam Tak Sudah diperkirakan terbentuk dari aktivitas gunung berapi di daerah tersebut. Dengan mengingat penting dan strategisnya keberadaannya, pada tahun 1936, Danau Dendam Tak Sudah ditetapkan sebagai cagar alam dengan luas 11,5 hektare oleh Pemerintah Hindia Belanda. Kemudian, pada tahun 1979, kawasan cagar alam ini dipeluas menjadi 430 hektare. Pada tahun 1999, wilayah cagar alam diperluas lagi menjadi 577 hektare. Nama danau dihubungkan dengan cerita yang mana dahulu kala ada sepasang kekasih yang cintanya tidak direstui orang tua. Mereka yang tengah mabuk asmara memutuskan bunuh diri dengan loncat ke danau. Cerita lainnya terkait dengan pembangunan dam oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Konon, koloni membangun bendungan untuk menampung banjir. Tapi, hingga penjajahan berakhir, bendungan itu tak kunjung usai dan ditinggalkan begitu saja. Akibatnya, luka dan dendam penduduk Bengkulu tak berkesudahan. Ada juga yang mengaitkan nama Dendam Tak Sudah berasal dari Dam Tak Sudah (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah danau Dendam Tak Sudah di Kota Bengkulu? Seperti disebut di atas, danau yang dulu tidak jauh dari kota Bengkulu Namanya unik. Asal usul namanya dihubungkan dengan berbagai cerita. Yang jelas namanya mirip dengan novel yang dikarang oleh Dja Endar Moeda tahun 1897 dengan judul Hikajat Dendam Ta' Soedah Kalau Soedah Merewan Hati. Lalu bagaimana sejarah danau Dendam Tak Sudah di Kota Bengkulu? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Danau Dendam Tak Sudah di Kota Bengkulu; Dja Endar Moeda dan Novel Hikajat Dendam Ta' Soedah 1897
Di wilayah pegunungan di wilayah Redjang ada nama gunung disebut gunung/bukit Dendam dengan tinggi 971 mdpl (lihat Tijdschrift van het Aardrijkskundig Genootschap, 1916). Nama Dendam juga menjadi nama sungaui di Redjang, sungai Dendam. Seperti nama gunung-gunung lain seperti gunung Kaba adalah nama-nama gunung berasal dari zaman kuno. Dendam dalam hal ini bukan dendam, tetapi semata-mata nama geografis.
Dendam sebagai nama tempat di wilayah Redjang, berbeda dengan arti dendam di wilayah pesisir dalam bahasa Melayu. Arti kata dendam dalam bahasa Melayu dapat digunakan dalam arti positif maupun negative. Dendam dalam hubungan marah adalah negative, tetapi dalam arti positif adalah sangat menginginkan seperti baris pantun ‘soedah dendam (gadis itu) dari dahoeloe’ (lihat Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 29-01-1884). Ini ibarat masa kini, orang gila bola (gibol), bukan maksudnya negatif, tetapi orang yang sangat menyukai (sepak) bola.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Dja Endar Moeda dan Novel Hikajat Dendam Ta' Soedah 1897: Kalau Soedah Merewan Hati
Dendam adalah suatu nama geografis satu hal. Dendam dalam arti poositif untuk menginginkan sesuatu adalah hal lain lagi. Lantas bagaimana dengan nama danau di Bengkoeloe? Namanya Dendam Ta’ Soedah. Satu yang jelas pada tahun 1897 di kota Padang sebuah novel diterbitkan yang dikarang oleh Dja Endar Moeda dengan judul: ‘Hikajat Dendam Ta' Soedah Kalau Soedah Merewan Hati’.
Dja
Endar Moeda adalah seorang pensiunan guru, yang sejak 1895 memilih tinggal di
kota Padang. Pada tahun itu, Dja Endar Moeda membuka sekolah swasta dan juga Bersama
rekannya di kota Padang, seorang Cina dan seorang asal Jerman mendirikan surat
kabar berbahasa Melayu yang diberinama Pertja Barat. Dja Endar Moeda bertindak
sebagai kepala editor. Pada tahun 1897 Dja Endar Moeda yang juga seorang
pengaran novel mengirim naskahnya kepada percetakan di Padang, dan dianggap
layak untuk diterbitkan. Dja Endar Moeda lulusan sekolah guru (kweekschool) di
Padang Sidempoean tahun 1884. Seetelah diangkat menjadi guru pemerintah dan ditempatkan
di berbagai tempat, pada tahun 1892 meminta pensiun dini di Singkil. Lalu Dja
Endar Moeda berangkat ke tanah suci Mekkah untuk menunaikan ibadah hadji. Sepulang
haji, Dja Endar Moeda memilih tinggal di kota Padang (ibu kota province Pantai
Barat Sumatra). Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda lahir di Padang Sidempoean
tahun 1861.
Apa arti sebenarnya ‘dendam ta’ soedah’ dalam novel Dja Endar Moeda berjudul ‘Hikajat Dendam Ta' Soedah Kalau Soedah Merewan Hati’? Sesuai isi cerita novel tersebut, tentunya, seorang laki-laki yang sangat merindukan seorang gadis pujaan, pada awalnya cinta tidak kesampaian yang dalam hal ini diwujudkan dalam bentuk frasa ‘dendam ta' soedah’, yang diartikan keinginan (cinta) yang belum tercapai, oleh karena diikuti frase ‘kalau soedah merewan hati. Diartikan sebagai jika cinta sudah terwujud sangat menyenangkan hati. Lalu, apa yang dimaksud dengan nama danau di Bengkulu yang kini disebut danau Dendam Tak Sudah. Apakah dihubungkan dengan riwayat cinta atau riwayat nama tempat?
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar