Kamis, 26 Januari 2023

Sejarah Surakarta (59): Radio dan RRI di Soerakarta; Jenis Program Musik, Berita, Laporan Pandangan Mata dan Cerbung


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini 

Sejarah radio dan sejarah RRI adalah sejarah yang berbeda. Seperti halnya sebelum itu tentang telegraf, radio adalah teknologi komunikasi lebih lanjut. Telegraaf di Hindia Belanda sejak 1850an, tetapi radio baru berkembang kemudian. Radio pada akhirnya bersifat massal dengan ditemukannnya teknologi antenna. Pada era Pemerintah Hindia Belanda radio adalah sarana komunikasi massa, seperti halnya surat kabar. Radion menjadi bagian penting dalam proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, dimana Sakti Alamsjah Siregar menyiarkan teks proklamasi melalui Radio Bandoeng. 


RRI Surakarta Dirikan Museum Penyiaran. Rabu, 11 September 2013. Tempo.co. Bertepatan dengan peringatan ulang tahun ke-68 Radio Republik Indonesia (RRI), RRI Surakarta meresmikan pendirian Museum Penyiaran, Rabu, 11 September 2013. Museum tersebut sebagai bentuk penghormatan kepada Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara VII, yang membentuk Solose Radio Vereniging (SRV) pada 1 April 1933. SRV adalah cikal bakal dari RRI Surakarta sekarang ini. "Apalagi tanah dan bangunan yang ditempati RRI Surakarta saat ini adalah peninggalan SRV," kata Kepala RRI Surakarta, Santoso, saat peresmian Museum Penyiaran. Museum Penyiaran di RRI Surakarta diharapkan dapat memelihara memori masyarakat tentang sejarah RRI Surakarta dan penyiaran di Indonesia. Selain itu agar generasi muda bisa mengetahui berbagai perangkat penyiaran sejak zaman dulu. Museum Penyiaran berada di kompleks RRI Surakarta di Jalan Abdul Rachman Saleh Nomor 51. Letaknya di lantai dua auditorium RRI dengan menempati ruangan yang panjangnya 14 M dan lebar 4,8 M. Benda yang dipajang di museum, seperti radio receiver merek Phillip buatan Belanda tahun 1948, alat perekam yang menggunakan pita reel buatan Belanda pada 1948, pemutar piringan hitam buatan 1948 dari Inggris, alat ukur peralatan studio siaran buatan Jerman pada 1976, dan alat mengukur distorsi peralatan studio siaran buatan Inggris pada 1976. Koleksi lainnya yaitu piringan hitam, kaset siaran, alat pencampur suara atau mixer buatan Jerman pada 1980, dan pemancar radio buatan Indonesia pada 1970. (https://nasional.tempo.co)

Lantas bagaimana sejarah radio dan RRI di Surakarta dan berbagai jenis program? Seperti disebut di atas, tentu saja sebelum ada televisi, radio adalah sarana komunikasi yang paling efektif untuk jangkauan yang luas dalam tempo sesingkat-singkatnya. Siaran radio meliputi programa nyanyian dan musik, berita dan laporan pandangan mata. Tentu saja ada Cerbung (cerita bersambung). Lalu bagaimana sejarah radio dan RRI di Surakarta dan berbagai jenis program? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Radio dan RRI di Surakarta, Jenis Program; Musik, Berita, Laporan Pandangan Mata dan Cerbung

Teknologi komunikasi bermula dari telegraaf. Dengan penemuan radio, telegraf dengan kabel kemudian bergeser dengan pengintegrasikan radio dengan telegraf (radio telegraphische). Dalam perkembangannya, radio berkembang sendiri menjadi radio publik. Radio di Hindia Belanda berkembang dari Belanda.


Perkembangan radio di Hindia Belanda bermula pada tanggal 18 Januari 1923 koneksi radio (nirkabel) antara Belanda (Kootwijk) dan stasion radio di Malabar, Hindia Belanda berhasil dalam uji coba (lihat Algemeen Handelsblad, 19-01-1923). Pada tanggal 19 Januari disebutkan koneksi teleks tersebut sejelas stasiun Eropa lainnya (lihat Algemeen Handelsblad, 20-01-1923). Teknologi radio ini sudah digunakan pada kapal-kapal yang melakukan kegiatan pelayaran. Akhirnya stasion radio Malabar selesai dibangun. Peresmian akan dilakukan pada hari Sabtu tanggal 5 Mei 1823 dan mulai tanggal 7 Mei publik dapat menggunakannya. Namun hasil karya ini ditanggapi publik hambar. Karena pemerintah melalui pimpinan proyek radio Malabar Dr De Groot masih kukuh dengan aturan larangan menerima pesan nirkabel. Empat radio amatir di Soerabaja yang menjadi korban kebijakan pemerintah/Dr De Groot mendapat dukungan bagi radio amatir. Walikota Soerabaja akan melakukan pertemuan dengan direktur Malabar Dr De Groot (lihat De Indische courant, 28-04-1923). Peresmian stasion radi Malabar yang sukses adalah satu hal, hal lainnya yang masih tersisa adalah soal larangan penerimaan radio amatir. Dalam perkembangannya diketahui muncul protes yang datang dari asosiasi perdagangan, karena mereka dirugikan dengan larangan ini. Asosiasi perdagangan tersebut terutama di Soerabaja (Handelsvereeniging te Soerabaja) dan Asosiasi Perdagangan di Bandoeng (Handelsvereeniging te Bandoeng) yang telah melayangkan protes ke Radio Commisie di Weltevreden (lihat De Preanger-bode, 26-09-1923). 

Pada awal Desember 1923 terbentuk suatu konsorsium yang terdiri dari Aneta, Radio Holland dan Maintz & Co. Konsorsium ini kemudian mengirim proposal ke Gubernur Jenderal untuk memberikan lisensi untuk pendirian perusahaan penyiaran. Di tingkat groosroot, untuk mengefektifkan fungsi penyiaran para pemilik radio amatir di Batavia membentuk satu wadah tunggal yang disebut Bataviasche Radio Vereeniging pada tanggal 11 Juni 1925 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 12-06-1925). Asosiasi sejenis kemudian di tempat lain juga didirikan.


Sementara di Jepang asosiasi siaran radio dibentuk pada tanggal 29 November 1924, yang mana organisasi ini menjalin kerjasama dengan pemerintah yang disebut Tokyo Hoso Kyoku, untuk mengoperasikan stasiun radio di daerah Tokyo. Lalu pemancar 500 watt dibangun dan mulai mengudara pada tanggal 22 Maret 1925. Pada tahun pertama jumlah pendengar meningkat dari 5.000 menjadi 100.000, jauh di atas harapan para pendiri. Jumlah pendengar di distrik Tokyo pada bulan Agustus 1926 sudah berjumlah 222.000. Keberhasilan yang dicapai di Tokyo mendorong pendirian organisasi yang setara di Osaka dan Nagoya. Tiga organisasi independen ini bekerja berdampingan di bawah kendali Pemerintah. Setelah stasiun beroperasi selama delapan belas bulan, keinginan secara alami muncul untuk membentuk satu organisasi nasional. Tiga organisasi yang ada bergabung dan kemudian pada tanggal 20 Agustus 1925 didirikan Nippon Huso Kyokai (NHK), Organisasi radio ini memperoleh monopoli untuk siaran radio di seluruh Jepang (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 08-01-1931).. 

Langkah selanjutnya yang dilakukan konsorsium Radio Holland, Maintz & Co dan Aneta mengajukan proposal untuk mengintegrasikan penyiaran radio ke layanan PTT (departemen telegraf dan telepon). Konsorsium membentuk nama perusahaan radio dengan nama: Nederlandsch-Indische Radio Omroep Maatshappij yang disingkat NIROM. Ketentuan dan persyaratan juga telah disampaikan konsorsium kepada pemerintah. Dalam proposal ini NIROM meminta sebesar f42 per tahun dari setiap stasion amatir (lihat Voorwaarts, 16-08-1927). Dalam perkembangan berikutnya Aneta menarik diri dan kemudian muncul Philips Radio (perusahaan radio) ikut bergabung dalam konsorsium. Juga disebutkan ke dalam konsorsium ini ditambahkan perwakilan pemerintah terutama dalam hubungannya dengan pengawasan siaran. NIROM akan menjadi monopoli untuk seluruh Hindia Belanda. Perencanaan stasiun penyiaran radio yang besar dan pertama di Hindia Belanda akan siap pada tahun 1929.


Monopoli NIROM mulai mendapat protes (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 11-06-1934). Disebutkan kemarin-pagi, Minggu, 10 Juni, pendengar di Batavia mengadakan pertemuan di ruang atas Firma Versteeg, Noordwijk, untuk membahas berbagai hal yang berkaitan dengan kepentingan anggota kelompok itu sejauh mereka berafiliasi dengan NIROM. Hadir adalah pendengar Cina dan Pribumi, serta banyak dealer radio Asia, yang tentu saja juga memiliki minat dalam masalah ini. Anggota "Komite Aksi" duduk di belakang meja, termasuk Yo Kim Tjan, Dr. Latip dan Goenari (ketua dan inisiator). Dalam pertemuan ini terungkap bahwa anggota pendengar NIROM sebanyak 1.500 pendengar non Eropa/Belanda diantara 5.000 anggota. Juga terinformasikan bahwa semua jenis perangkat radio yang diperjuabelikan di Hindia Belanda sudah tersedia sejak 1933. Protes terutama ditujukan soal alokasi program yang proporsional dengan pribumi khususnya dimana penasehat asosisi pendengar pribumi adalah Bupati Bandoeng. Dari pihak NIROM sendiri menanggapi protes tersebut, dimana NIRIM menyatakan bahwa saluran kedua akan segera siap dan dengan demikian keinginan yang diungkapkan oleh pendengar pribumi tentu akan diperhitungkan.

Sementara itu, di Soerakarta diantara para pendengar radio NIROM, akan mendirikan radio sendiri yang bekerjasama dengan NIROM (lihat (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 11-06-1934). Asosiasi pendengar ini yang diketuai oleh Pangeran Soerjohamidjojo akan akan membeli pemncar radio dengan meminta rekomendasi ke PTT di Bandoeng. Pemancar radio di Soerakarta yang diberi nama Siaran Radio Indonesia Soerakarta akan dibangun di pendopo rumah Pangeran Soerjohamidjojo (lihat De Indische courant, 01-08-1934). Disebutkan atas atas prakarsa Pangeran Soeriohamidjojo, pemancar radio baru akan segera ditempatkan di Solo akan diberi nama SRI (Siaran-Radio Indonesia) yang akan dibangun di rumah Pangeran tersebut, jika lokasinya tidak sesuai akan ditempatkan di rumah Widhaningrat. Tujuan dari saluran ini adalah untuk menyiarkan agama Islam dan mempromosikan seni. Perayaan yang diadakan di kraton dan segala sesuatu yang berhubungan dengan agama akan disiarkan. Dana yang diperlukan sudah terkumpul, tetapi pemancar belum dibeli, tetapi izin penyiaran telah diminta dari kepala PTT. Rencananya akan membeli pemancar jenis terbaru.


De locomotief, 10-08-1934: ‘“Siaran Radio Indonesia Soerakarta”. Dalam pertemuan asosiasi pendengar „S.R.I. Soerakarta” di bawah pimpinan Pangeran Soerjohamidjojo, diputuskan untuk membeli pemancar radio bertenaga kristal yang panjang gelombangnya sesuai izin sementara dari kepala PTT di gelombang 86,96 dengan kekuatan 100 atau 150 watt. Sebagian pendopo Pangeran Soerjohamidjojo ditetapkan sebagai lokasi studio. Peresmian pemancar ditetapkan pada tanggal 21 Redjeb 1865 (30 Oktober 1934), bertepatan dengan perayaan ulang tahun ke-70 Soesoehoenan’.

Nama radio di Soerakarta menggunakan nama Indonesia. Suatu penggunaan yang sudah umum diantara berbagai entitas pribumi, seperti Partai Bangsa Indonesia (PBI), Partai Indonesia (Partindo) di Batavia, organisasi sepakbola PSSI (Persatoean Sepak Raga Seloeroeh Indonesia yang didirikan di Solo tahun 1930). Sebagaimana diketahui, pada tanggal 14 Januari 1934 Ir Soekarno diasingkan ke Flores melalui pelabuhan Tanjung Priok, Batavia yang pada saat bersamaan tujuh revolusioner Indonesia yang dipimpin Parada Harahap (termasuk diantaranya Drs Mohamad Hatta) pulang dari Jepang yang mendarat di pelabuhan Tandjoeng Perak Soerabaja. Upaya pendirian radio Indonesia di Solo ini mulai mengerucut.


De locomotief, 15-10-1934: ‘Siaran Radio Indonesia Soerakarta. Telah diadakan rapat dewan „S.R.I. Soerakarta” dimana diputuskan untuk melaksanakan siaran percobaan saluran S.R.I. yang berlangsung pada hari Senin, 15 Oktober. Program sementara adalah sebagai berikut: pukul 05.00-06.00 Rekaman gramofon; 06.00-06.30 Ibadah (Islam). 06.30-07.00 Pembacaan Al Quran oleh Kjai Edris; 07.00-07.30 Ceramah Al Quran oleh R Muljadi. 07.30-08.00 Siaran pers’; 08-08.10 Taptoe oleh Pramuka HW; 08.10-11 Musik Gamelan Kraton.

Dalam pembukaan SRI ini akan diundang berbagai pihak termasuk Soesoehoenan dan Mangkoenegara (lihat De Indische courant, 19-10-1934). Disebutkan dalam pembukaan ini akan secara resmi pemancar mulai digunakan pada Senin 29 Oktober, yang akan dibuka oleh putri Soesoehoenan, Sekar Kedaton Koestijah. Dalam berita ini disebutkan siaran percobaan yang dilakukan dalam tiga hari pertama berjalan baik.


Dalam pembukaan radio SRI Soerkarata Soesoehunan berhalangan hadir (lihat De locomotief, 06-11-1934). Namun dari Kraton, putri GKRA Sekar Kedaton Koestjah, berbicara untuk stasiun tersebut dan kemudian mengucapkan selamat kepada ayahnya di radio pada hari ulang tahunnya yang ketujuh puluh.

Siapa Pangeran Soerjohamidjojo? Pernah menjadi bupati Josopoero. Pangeran Soerjohamidjojo, anak kedua dari Soesoehoenan juga aktif dalam kegiatan Boedi Oetomo. Pada tahun 1929 Pangeran Soerjohamidjojo menjadi Rijksbestuurder (Administrator pemerintahan). Pangeran Soerjohamidjojo adalah pemain tennis yang handal. Meski tidak diketahui apakah sebagai pemain bola, tetapi Pangeran Soerjohamidjojo aktif dalam organisasi sepak bola. Dalam kongres PSSI di Solo tahun 1934, Pangeran Soerjohamidjojo menjadi ketua komite kongres (lihat De locomotief, 21-06-1934). Beberapa hari kemudian diadakan kongres jurnalis Indonesia (Perdi) di Solo dimana turut dihadiri Pangeran Soerjohamidjojo (lihat De locomotief, 25-06-1934). Disebutkan dalam kongres PERDI ini diundang seorang pembicara asal Jepang Juro Takei (yang bisa berbahasa Melayu).


Kongres PERDI yang terakhir diadakan di Semarang pada tahun 1931 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 18-07-1931). Dalam kongres ini susunan penguru baru adalah Mr Saeroen sebagai ketua dan Parada Harahap sebagai sekretaris dan bendahara. Komisaris adalah Bakrie, Yunus dan Koesoemodirdjo. Pada tahun 1932 pers pribumi yang radikal dibereidel (lihat De Sumatra post, 13-06-1932). Sementara itu Ir. Soekarno ditangkap (lagi). Terhadap situasi ini Parada Harahap pemimpin surat kabar Bintang Timoer di Batavia marah dan akan memimpin tujuh revolusioner ke Jepang (lihat De Sumatra post, 16-10-1933). Disebutkan Pemimpin Bintang Timoer, Parada Harahap berangkat 7 November disertai sejumlah guru pribumi dan pengusaha ke Jepang. Rombonga akan kembali melalui Manila. Bataviaasch nieuwsblad, 24-10-1933 menyebit jumlah yang ke Jepang sebanyak tujuh orang. Tiga wartawan, satu orang guru, satu orang kartunis, dua pengusaha (Batavia da Solo). Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 17-11-1933 memberitakan telah meninggalkan Priok dengan kapal Jepang, Nagoya Maru yang dipimpin Mr. Parada Harahap, editor dari Bintang Timoer. Bataviaasch nieuwsblad, 29-12-1933 menyebut The King of the Java Press, Parada Harahap dari Bintang Timoer telah tiba di Jepang. De Indische courant, 13-01-1934 melaporkan wartawan pribumi Parada Harahap telah tiba disini Soerabaja pagi ini dengan Panama Maru dari Osaka. Dia tinggal disini selama beberapa hari, dan kemudian ke Batavia. De Indische courant, 14-05-1934: ‘Asosiasi Perdagangan pribumi, dipimpin oleh Mr Parada Harahap, menerima kunjungan delegasi Jepang, dipimpin oleh Osaka Mainichi. Bataviaasch nieuwsblad, 25-06-1934 melaporkan hampir semua direktur surat kabar pribumi bertemu di Solo dengan tujuan untuk mendirikan asosiasi yang kemudian Dr R Soetomo, direktur ‘Soeara Oemoem di Soerabaya sebagai presiden, Saeroen, direktur Pemandangan dan Parada Harahap, direktur Bintang Timoer sebagai komisaris. Pembentukan asosisi pengusahan surat kabar ini bersamaan dengan Kongres Perdi.

Pangeran Soerjohamidjojo adalah seorang nasionalis Indonesia. Dalam konteks inilah Pangeran Soerjohamidjojo berinisiatif mendirikan radio di Solo dengan nama Siaran Radio Indonesia (SRI). Di sekitar terdapat para revolusioner seperti Ir Soekarno (di pengasingan). Drs Mohamad Hatta dan Parada Harahap (yang belum lama dari Jepang) dan Dr Soetomo (ketua PBI) serta Ir Soeratin (ketua PSSI). Kehadiran Pangeran Soerjohamidjojo dalam Kongres PERDI di Solo yang menghadirkan pembicara Jepang Juro Takei tentulah mengindikasikan bahwa sang pangeran telah membelakangi orang-orang Belanda. Hal ini semakin terbukti pada bulan Juli di Solo diadakan pertandingan tennis antara pasangan Jepang T Kusumoto dan S Hirai melawan Pangeran Soerjohamidjojo dan rekannya dimana pertandingan ini bagi penonton membayar tiket f1.5 perorang (lihat De locomotief, 12-07-1934).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Musik, Berita, Laporan Pandangan Mata dan Cerbung: Nyanyia Jawa Musim Gamelan dan Nyanyian Batak dan Gondang

Sebagaimana dikutip di atas dari Tempo.co, di Soerakarta bagaimana dengan Solosche Radio Vereeniging. Satu yang jelas di Batavia ada Bataviaasche Radio Vereeining di Batavia dan di Solo Siaran Radio Indonesia yang diinisiasi oleh Pangeran Soerjohamidjojo pada tahun 1934.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar