*Untuk melihat semua artikel Sejarah Malang dalam blog ini Klik Disini
Siapa Sjoeib Proehoeman? Sejarahnya nyaris
terlupakan. Apa hubungan Dr Sjoeib Proehoeman PhD dengan wilayah Malang dan
kota Malang? Nyaris tidak ditemukan dalam narasi sejarah Malang. Sangat malang.
Sjoeib Proehoeman bukanlah orang biasa, tetapi orang yang sederhana namun memiliki
semangat luar biasa. Pada usia tinggi Sjoeib Proehoeman masih bermain sepak
bola. Nama Sjoeib Proehoeman disebut dalam buku ‘Orang Indonesia jang Terkemoeka
di Djawa (1943) dan buku ‘Di Negeri Penjajah: Orang Indonesia di Negeri
Belanda, 1600-1950 (terbit 2008). Namun itu tetap tidak cukup. Okelah. Mari
kita deskripsikan.
Rumah Sakit Lavalette Malang Pada Masa Hindia-Belanda Hingga Kini. Dioramalang.com, 12 September 2020. Kota Malang yang memiliki sejuta sejarah ini tidak hanya terdapat pada sebuah peninggalan milik Kerajaan Singasari maupun Majapahit. Namun di Kota Malang juga terdapat berbagai bangunan yang juga memiliki sejuta kisah dan sejarah di dalamnya. Bangunan milik kolonial Belanda pada masa itu, hingga kini masih berfungsi dengan baik. Bangunan yang dulu hingga kini tetap berdiri dan berfungsi tersebut digunakan untuk rumah sakit. Rumah sakit yang dikenal oleh masyarakat Malang dengan nama Lavalette tersebut sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Bahkan pendiri rumah sakit tersebut juga merupakan seorang dokter dari Belanda. Keberadaannya pun hingga saat ini masih tetap bertahan dan tidak dialihfungsikan. Namun dalam sejarahnya, Rumah Sakit Lavalette ini pernah mengalami keterpurukan yang mengharuskan sebagian bangunannya dialihfungsikan. Terlepas dari hal tersebut Rumah Sakit Lavalette mampu melewati masa keterpurukan tersebut, hingga saat ini masih digunakan sebagai layanan kesehatan masyarakat yang terpercaya (https://dioramalang.com/2020/09/12/)
Lantas bagaimana sejarah Dr Sjoeib Proehoeman PhD di Malang dan pentingnya persatuan di wilayah Malang? Seperti disebut di atas, nama Sjoeib Proehoeman nyaris tidak mendapat tempat dalam narasi sejarah Indonesia masa kini. Mengapa? Boleh jadi karena juga Namanya tidak terinformasikan di Malang. Setali tiga uang dengan Radjamin Nasoetion di Soerabaja. Hanya nama Ucok AKA yang dikenal. Lalu bagaimana sejarah Dr Sjoeib Proehoeman PhD di Malang dan pentingnya persatuan di wilayah Malang? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Dr Sjoeib Proehoeman PhD di Malang dan Pentingnya Persatuan di Wilayah Malang; Radjamin Nasoetion di Soerabaja
Selama era Pemerintah Hindia Belanda, gemeente (kota) Malang yang dibentuk tahun 1914, terus berkembang dari waktu ke waktu menjadi kota besar. Semua fasilitas kota di Malang terbilang sudah tersedia. Arus orang dan barang dari dan ke Malang terus meningkat. Malang yang tempo doeloe sebuah kampong di pegunungan telah berubah bentuk menjadi kota besar (idem dito dengan kota-kota pedalaman terutama Buitenzorg, Bandoeng, Jogjakarta dan Soerakarta serta Madioen).
Sementara itu, golongan pribumi, telah lama bangkit, tumbuh dan berkembang,
yang di berbagai kota terbentuk kekuatan-kekuatan pribumi, apakah yang
tergabung dalam organisasi-oreganisasi kebangsaan maupun partai-partai politik.
Di bidang pendidikan, golongan pribumi sudah lebih maju bahkan sudah banyak
yang menjadi sarjana di berbagai bidang termasuk bidang kedokteran, dan bahkan
tidak sedikit yang sudah mencapai gelar doctor (PhD). Tentu saja banyak para
orang terpelajar yang revolusioner yang berada di dalam penjara dan di tempat
pengasingan. Gerakan invasi Jepang ke Asia, termasuk Asia Tenggara direspon
orang-orang Belanda secara dingin, tetapi oleh golongan pribumi yang anti
penjajahan, meresponnya dengan hangat.
Dalam berbagai perkembangan baru di Hindia Belanda, termasuk peningkatan yang dialami golongan pribumi termasuk di bidang pendidikan, pers dan organisasi, ada bidang tertentu yang dianggap krusial yang belum terangkat dari penduduk, terutama penduduk di pedesaan. Bidang tersebut adalah bidang Kesehatan. Masih kerap terjadi epidemic dan status kesehatan penduduk, terutama golongan pribumi, masih terbilang rendah. Dokter-dokter pribumi, meski jumlahhanya sudah meningkat jauh, tetapi masih sangat kurang untuk luasnya wilayah populasi penduduk. Dibutuhkan dokter-dokter yang banyak, dan juga dokter-dokter pribumi yang berkualitas (memiliki tingkat pendidikan yang tinggi dan tingkat pengetahuan yang mendalam soal kesehatan dan penyakit). Wilayah Malang membutuhkan itu.
Nun jauh di Belanda tahun 1930, di Universiteit Amsterdam Sjoeib Proehoeman dinyatakan berhak mendapatkan gelar doktor (PhD)
dengan desertasi berjudul ‘Studies over de epidemiologie van de ziekte van
Weil, over haren verwekker en de daaraan verwante organismen’ (lihat Nieuwsblad van het Noorden,
20-11-1930). Sjoeib Proehoeman segera bergegas pulang ke tanah air, Dr. Sjoeib Proehoeman dipromosikan
sebagai dokter pemerintah ke kantor regional di Sibolga (De Indische courant,
05-02-1931). Dr. Sjoeib Proehoeman tidak hanya sebagai kepala dinas kesehatan
tetapi juga difungsikan sebagai dokter medis di Sibolga (Bataviaasch nieuwsblad,
14-01-1932). Sementara itu di Batavia diumumkan bahwa Dr. Sjoeib Proehoeman
termasuk dari enam dokter yang dipromosikan sebagai dokter kelas satu di Hindia
Belanda (De Sumatra post, 03-11-1933). Setelah sukses pengendalian penyakit
malaria di Afdeeling Mandailing en Ankola beberapa tahun yang lalu, kini Dr.
Sjoeib Proehoeman mulai memikirkan pengendalian penyakit tuberkulosis. Selesai
sudah mendesain sistem pengendalian penyakit malaria dan penyakit tuberkulosis
di Residentie Tapanoeli. Sukses ini kemudian menjadi perhatian pemerintah pusat
dan menugaskan Dr. Sjoeib Proehoeman, PhD untuk melakukan yang sama di Riouw. Dr.
Sjoeib Proehoeman, PhD kemudian dipindahkan dari Sibolga (ibukota Residentie
Tapanoeli) ke Tandjong Pinang (ibukota Residentie Riouw). Bataviaasch
nieuwsblad, 13-06-1936 melaporkan bahwa Dr. Sjoeib Proehoeman, PhD dipindahkan
ke Riouw sebagai Kepala Dinas Kesehatan Regional (di Residentie Riouw). Dr.
Sjoeib Proehoeman menggantikan Dr. Gremmee, PhD (De Sumatra post, 01-07-1936).
Setelah sukses di Residentie Riauw, Dr. Sjoeib Proehoeman, PhD dipindahkan ke wilayah baru di Oost Java (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 26-10-1938). Dr. Sjoeib Proehoeman, PhD dari Tandjong Pinang dipindahkan ke Kota Soerabaja. Dr. Sjoeib Proehoeman, Ph.D akan mengepalai laboratorium besar di Soerabaja. Untuk mengefektifkkan kapasitas Dr. Sjoeib Proehoeman, PhD selain berfungsi di laboratorium di Soerabaja, juga akan menjadi kepala dinas kesehatan kota di Kota Soerabaja (lihat De Indische courant, 20-12-1938).
Selama ini yang menjadi kepala dinas kesehatan kota di Soerabaj adalah Dr JF Gerungan. Dr. Sjoeib Proehoeman, PhD juga akan merangkap jabatan untuk wilayah kesehatan di bawah wilayah Guberneur Oost Java. Selama ini di wilayah Malang termasuk wilayah endemik tuberkulosis. Komite yang sudah dibentuk beberapa waktu sebelumnya kemudian diambil alih oleh Dr. Sjoeib Proehoeman, PhD (lihat De Indische courant, 22-05-1939). Komite yang dipimpin oleh Dr. Sjoeib Proehoeman, PhD kemudian menda[at dukungan luas dari pihak swasta yang berkomitmen untuk memberikan bantuan dan dukungan sumbangan finansial. Untuk mengefektifkan tugas ini, Dr. Sjoeib Proehoeman, PhD diangkat menjadi kepala dinas kesehatan kota di Kota Malang (lihat Soerabaijasch handelsblad, 09-12-1939). Menurut laporan awal yang diterima dari komite sebelumnya malaria dan TBC telah banyak mengakibatkan korban kematian di wilayah Malang (lihat Soerabaijasch handelsblad, 04-04-1940). Kasus kematian tidak hanya pribumi tetapi juga Eropa, Tionghoa dan Arab. Oleh karena itulah dukungan swasta (perusahaan-perusahaan perdagangan dan perkebunan) di Malang sangat mendukung kehadiran Dr. Sjoeib Proehoeman, PhD. Kini tanggungjawab besar kembali berada di pundak Dr. Sjoeib Proehoeman, Ph.D (yang memang memiliki pengalaman untuk dua jenis penyakit ini).
Tanggungjawab Dr. Sjoeib
Proehoeman, PhD di wilayah Malang (kota dan kabupaten) kemudian ternyata tidak
hanya malaria dan tuberkulosis tetapi juga kasus-kasus penyakit kusta juga banyak
ditemukan di wilayah Malang (lihat De Indische courant, 11-06-1941). Dalam inspeksi
yang dilakukan di beberapa daerah di wilayah Malang oleh Dr. Sjoeib Proehoeman,
PhD ternyata juga terdapat kasus lepra di kalangan orang Eropa dan Tionghoa.
Untuk mengatasi permasalahan kusta ini, Dr. Sjoeib Proehoeman, Ph.D mulai
merancang metode pemberantasan lepra dengan cara pembiayaan gratis.
Sjoeib Proehoeman lulus
STOVIA dan mendapat gelar Dokter
Hindia (Indisch Arts) tahun 1917 (lihat Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 13-12-1917). Pada saat Sjoeib Proehoeman sudah mendapat
gelar dokter, sang ayah, Si Badorang gelar Radja
Proehoeman masih aktif sebagai pejabat bidang perternakan di kantor Residen Tapanoeli
di Sibolga. Radja Proehoeman sendiri lulus sekolah kedokteran hewan Veeartsen School di Buitenzorg dan kemudian ditempatkan di Kinari
(Afdeeling XIII en IX Kota). Pada tahun 1886 Radja Proehoeman mendapat cuti dan
pulang ke kampong halaman di Pakantan di Onderfadeeling Klein
Mandheling, Oeloe en Pakantan (lihat Sumatra-courant:
nieuws- en advertentieblad, 22-06-1886). Satu dasawarsa kemudian Radja Proehoeman diketahui pada tahun 1897 mendapat cuti
satu bulan ke Pakantan di Onderafdeeling Klein Maadheling, Oeloe en Pakantau (lihat Sumatra-courant: nieuws- en
advertentieblad, 20-08-1897). Setelah bertugas cukup lama, pada tahun 1900 Radja Badorang mengajukan permintaan untuk
dipindahkan dari layanan di Pajakoemboeh ke layanan lainnya. Untuk itu Radja
Proehoeman telah diberitahu bahwa Gubernur Jenderal tidak berkeberatan untuk
melakukan transisi ke cabang layanan lain (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 18-09-1900). Radja
Proehoeman dipindahkan ke ke kampong halaman di kota Padang Sidempoean. Pada tahun 1906 pemerintah
meminta dokter hewan pribumi Si Badorang gelar Radja Proehoeman sebagai dokter
hewan pemerintah tetap di Padang Sidempcean (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie,
28-09-1906). Si Badorang gelar Radja Proehoeman dipindahkan dari Padang
Sidempoean ke Sibolga yang juga merangkap sebagai dokter hewan pemerintah di
Padang Sidempoean (lihat Bataviaasch nieuwsblad,
07-03-1907). Jabatan ini ternyata cukup lama dipegang oleh Radja Proehoeman.
Boleh jadi saat itu dokter hewan masih langka, karena sekolah kedokteran hewan sudah lama ditutup. Baru pada tahun 1907
Veeartsen School Buitenzorg dibuka kembali. Alumni pertama lulus tahun 1910
antara lain Dr. Sorip Tagor. Sorip Tagor diangkat menjadi asisten dosen. Pada
tahun 1913 Sorip Tagor melanjutkan studi kedokteran hewan ke Utrecht. Pada
tahun 1914 adik kelas Sorip Tagor di Veeartsen yang baru lulus Dr. Alimoesa
Harahap ditempatkan di Padang Sidimpoean (sebagai pengganti Radja Proehoeman di
Padang Sidempoean). Tampaknya Radja Proehoeman akan memasuki masa pensiun (para
generasi muda sudah muncul). Pada tahun 1917 Radja Proehoeman sumringah. Putranya Sjoeib Proehoeman sudah lulus
di STOVIA dan menjadi sokter. Juga pada tahun yang sama anaknya Soetan
Sjahboedin Proehoeman lulus sekolah pertanian (Inlandsen Landbouw School) di
Buitenzorg (lihat De Preanger-bode, 27-07-1917).
Ini adalah tahun keluarga dengan tiga bidang yang berbeda: ahli kesehatan
ternak, ahli pertanian dan ahli kesehatan masyarakat. Catatan: Dr. Sorip Tagor mendapat gelar dokter di
Utrecht pada tahun 1921 sebagai dokter hewan pribumi pertama bergelar dokter setara dokter Eropa/Belanda. Dr. Sorip Tagor kelak dikenal sebagai kakek dari para artis Inez
dan Risty Tagor serta Destriana Tagor yang merupakan istri Setya Novanto (pernah
menjadi ketua DPR).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Radjamin Nasoetion di Soerabaja: Wali Kota Soerabaja Radjamin Nasoetion dan Dr Sjoeib Proehoeman Bahu Membahu dalam Perang Kemerdekaan di Jawa Timur
Pengalaman Dr. Sjoeib Proehoeman di Malang dalam pengendalian tiga penyakit endemik yang menakutkan membuat penduduk Malang sangat dekat dengan Dr. Sjoeib Proehoeman. Untuk mendorong tumbuhnya persatuan bagi semua kalangan di Malang, Dr. Sjoeib Proehoeman, PhD juga menggagas pembentukan organisasi sosial yang bersifat keberagamaan. Dr. Sjoeib Proehoeman adalah seorang pendatang, seorang Tapanoeli kelahiran Pajakoemboeh. Misi menggalang kebhinnekaan di pedalaman Jawa di wilayah Malang juga menjadi perhatian Dr. Sjoeib Proehoeman diluar tugas-tugas profesinya sebagai dokter yang ahli menangani tiga penyakit yang menakutkan (malarian, tuberkulosis dan kusta).
Organisasi sosial kemasyarakatan di Malang ini disebut Medan Pertemoean (lihat De Indische courant,
30-09-1941). Mengapa namanya menggunakan kata ‘medan’ padahal Dr. Sjoeib
Proehoeman belum pernah ke Kota Medan (alias BTL). Boleh jadi kata ‘medan’
bukan merujuk pada nama kota tetapi kata ‘medan’ merujuk pada suatu pusat gaya
yang bersifat sentrifugal (menyatu ke pusat
pusaran). Organisasi kemasyarakatan Kota Malang yang disebut Medan Pertemoean
dipimpin oleh Dr. Sjoeib Proehoeman sendiri sebagai ketua. Untuk wakil ketua
dari kalangan Eropa/Belanda (Dr J Drad) untuk sekretaris Mr. Latuharhary dan
untuk bendahara Mr. Tttlitr. Untuk komisaris adalah seorang Tapanoeli Latif
Pane dan dan seorang Jawa, Raden Danoesastro. Sebagai pembina Residen Malang,
Mr Schwenke. Organisasi juga terdiri dari ketua-ketua bidang.
Tahun-tahun ini adalah tahun yang sangat mencekam. Perang dunia tengah berlangsung dan hawanya sudah terasa di Hindia Belanda khususnya di Jawa. Untuk mengantisipasi situasi yang tidak menentu, Dr. Sjoeib Proehoeman, Ph.D mulai mempersiapkan tindakan pencegahan atau mitigasi (lihat Soerabaijasch handelsblad, 27-01-1942). Dr. Sjoeib Proehoeman, sebagai dokter kota, mulai mengambil inisiatif dengan melakukan penggalangan dana masyarakat untuk pembentukan rumah sakit-rumah sakit darurat yang disebar diberbagai titik di seluruh kota. Sejumlah gudang yang tidak terpakai disulap menjadi rumah sakit darurat.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar