Sabtu, 04 Maret 2023

Sejarah Malang (22): Pegunungan Selatan di Pantai Selatan, Peradaban Awal di Wilayah Malang; Jauh Di Mata Tetapi Dekat Di Hati


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Malang dalam blog ini Klik Disini

Dalam narasi sejarah Malang tidak pernah terpikirkan apa itu Pegunungan Selatan. Para warga Malang hanya melihat keutamaan Pegunungan Penanggungan. Mungkin terlupakan Pegunungan Selatan. Para penduduk di selatan menunjuk gunung Kendeng. Pegunungan Selatan ini terkesan sebagai sabuk bagi wilayah dataran tinggi Malang di bagian belakang dimana pintu gerbang berada di sebelah utara di Pegunungan Penanggungan. Namun setiap sabuk memiliki lobang pengancing yang justru menjadi celah peradaban awal di wiilayah Malang. Bagaimana bisa? Ada gunung Kendeng lainnya di selatan Jawa.


Gunung Kendeng merupakan sebuah gunung yang berada di perbatasan kabupaten Cianjur dengan kabupaten Bandung, provinsi Jawa Barat. Gunung ini merupakan gunung api purba yang sudah mati. Hanya sisa-sisa kegiatan magmatis gunung Kendeng terlihat jelas dengan adanya kaldera bekas kawah yang berbentuk nyaris lingkaran sempurna berdiameter lebih dari 2 Km. Ada lima puncak di tepi kalderanya yaitu Puncak Pasir Turen (1.918 M), Puncak Kendeng (1.901 M), Puncak Pasir Kendeng (1.852 M), Puncak Batu (1.816 M) dan Puncak Malang (1.795 M). Gunung Kendeng terakhir aktif antara 1,8 Juta-700.000 tahun yang lalu dan meletus dahsyat dengan tekanan gasnya yang sangat tinggi hingga merobek sisi bagian barat daya membentuk punggungan serta lembah curam sepanjang 25 Km yang kini dialiri oleh Sungai Citajur. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah pegunungan selatan dan laut selatan, peradaban awal di wilayah Malang? Seperti disebut di atas, kawasan pegunungan di selatan yang bagaikan sabuk bagi dataran tinggi Malang kurang terperhatikan dalam narasi sejarah Malang. Mengapa? Jauh di mata tetpai dekat di hati. Lalu bagaimana sejarah pegunungan selatan dan laut selatan, peradaban awal di wilayah Malang? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pegunungan Selatan dan Laut Selatan, Peradaban Awal di Wilayah Malang; Jauh Di Mata Dekat Di Hati

Dari mana permulaan peradaban di pulau Jawa, juga menjadi pertanyaan dimana awal peradaban di wilayah Malang bermula? Hanya ada dua jawaban: dari arah pantai utara atau dari arah pantai selatan. Jika pertanyaan ini dalam konteks sekarang jawabnya dari pantai utara melalu lereng Pegunungan Penanggungan. Akan tetapi jika pertanyaan ini dalam konteks masa lampau di zaman kuno, jawaban dari pantai utara itu sangat diragukan. Mengapa? Ke arah itulah perlunya mendeskripsikan riwayat Pegunungan Selatan.


Secara teoritis bentuk permukaan bumi pulau Jawa pada dasarnya belum selesai, masih berproses terus. Artinya pulau Jawa masih terus membengkak, menjadi semakin luas. Proses pembengkakan kasat mata di sepanjang pantai utara Jawa. Bagaimana dengan di pantai selatan? Apakah sudah selesai? Juga belum selesai terutama di wilayah dimana sungai-sungai pegunungan bermuara ke pantai selatan seperti sungai Cimandiri (Sukabumi/Cinajur), sungai Citandui (Ciamis/Cilacap), sungai Serayu (Banyumas/Kebumen) dan sungai Progo (Kulon Progo/Bantul). Dengan mengabaikan wilayah Pacitan, praktis di selatan wilayah Malang tidak ada sungai besar.  Sungai Brantas/Metro yang berhulu di lembah Malang tidak menemukan jalan bermuara ke pantai selatan karena terhalang oleh Pegunungan Selatan. Akibatnya sungai Brantas bermuara ke pantai timur di sebelah utara wilayah Malang. Inilah anomaly wilayah zaman kuno Malang.

Berdasarkan pemahaman ahli sejarah tempo doeloe, arus migrasi di zaman kuno dari daratan Asia melalui daratan Sumatra, Jawa hingga ke Bali (demikian sebaliknya menuju wilayah darata Asia), Fakta-fakta juga menunjukkan sabuk Sumatra dan Jawa membentuk garis pantai yang panjang dari barat Burma hingga barat Bali. Di sisi daratan hal itulah mengapa flora dan fauna di tiga pulau ini memiliki kemiripan, termasuk keberadaan harimau. Sedangkan di sisi pantai yang menhadap lautan luas (Samudara Hindia/Indonesia) terbentuk pelayaran yang intens yang memperkuat perdaban di bagian pedalaman.  


Secara teoritis pulau Sumatra pernahj bersatu dengan pulau Jawa dan pulau Jawa pernah bersatu dengan pulau Bali. Studi geomorfologi dan studi geologi menunjukkan hal itu. Satu yang kerap kurang diperhatikan bahwa Semenanjung Burma pernah Bersatu dengan pulau Sumatra yang diikat oleh gugus pulau-pulau di Andaman dan Nikobar. Salah satu peta kuno yang menunjukkan itu dapat memperhatikan peta yang dibuat Ptolomeus pada abad ke-2. Peta ini juga mengindikasikan bahwa Semenanjung Malaya pernah bersatu dengan pulau Kalimantan melalui gugus pulau-pulau Bintan, Lingga, Singkep, Bangka, Belitung dan Karimata. Seperti halnya jalur migrasi ditemukanya orang negrito dari Andaman hingga ke Jawa melalui Sumatra; dan jalur migrasi negrito dari Semenanjung, Kalimantan dan pulau-pulau di Filipina. Teori ini dengan sendirinya menutup migrasi dari lautan di pantai utara Jawa tetapi terbuka di pantai selatan Jawa.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Jauh Di Mata Dekat Di Hati: Wilayah-Wilayah di Pantai Selatan Jawa

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar