*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini
Hingga
kini gunung Slamet dikategorikan sebagai gunung yang masih aktif. Namun sejak
kapan terakhir meletus tidak terinformasikan. Hanya saja di tengah masyarakat
ada mitos bahwa jangan sampai gunung Slamet Meletus, jika itu terjadi maka
pulau Jawa dapat membelah dua. Okelah itu satu hal. Hal yang diperhatikan dalam
hal ini adalah bagaimana catatan vulkanik gunung Slamet sendiri.
Tertinggi di Jateng, Apakah Gunung Slamet Masih Aktif? Ini Faktanya. Jateng 31 May 2022. Solopos.com. Gunung Slamet terletak diantara lima kabupaten yakni Brebes, Banyumas, Purbalingga, Tegal, dan Pemalang, tergolong gunung berapi kerucut Tipe A. Sebagai gunung berapi, Gunung Slamet memang jarang melakukan aktivitas vulkanik. Lantas apakah Gunung Slamet masih aktif? Dikutip dari laman magma.vsi.edsm.go.id, Gunung Slamet satu dari lima gunung berapi di Jateng masih aktif. Selain Gunung Slamet, gunung berapi yang masih aktif di Jateng itu adalah Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Sindoro, dan Gunung Sumbing. Dengan kata lain, karena masih aktif, lima gunung di Jawa Tengah ini bisa meletus sewaktu-waktu. Di antara kelima gunung berapi itu, Gunung Slamet tidak pernah mengeluarkan letusan besar. Ada mitos dipercaya masyarakat menamai Gunung Slamet dari kata selamat, bahwa Gunung Slamet tidak akan meletus besar dan memberikan rasa aman bagi warga sekitar, Bila Gunung Slamet sampai meletus besar, Pulau Jawa akan terbelah dua bagian. Catanan erupsi Gunung Slamet diketahui sejak abad ke-19. Gunung ini aktif dan sering mengalami erupsi skala kecil. Pada bulan Mei hingga Juni 2009, Gunung Slamet terus mengeluarkan lava pijar. Gunung Slamet saat ini berstatus normal. Tidak ada aktivitas erupsi yang cukup menonjol dari gunung tertinggi di Jawa Tengah, dengan ketinggian mencapai 3.432 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu (https://www.solopos.com/)
Lantas bagaimana sejarah gunung meletus dan catatan vulkanik? Seperti disebut di atasgunung tertinggi di Banyumas, gunung Slamet terbilang masih aktif, namun bagaimana catatan vulknaiknya terbilang minim. Ada mitos gunung Slamet di Banyumas jika Meletus pulau Jawa dapat membelah dua. Lalu bagaimana sejarah gunung meletus dan catatan vulkanik? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Gunung Meletus dan Catatan Vulkanik; Mitos Gunung Slamet di Banyumas Pulau Jawa Dapat Membelah Dua
Apakah gunung Slamet pernah meletus seperti gunung Merapi? Sudah baranhg tentu pernah. Masalahnya adalah kapan gunung Slamat meletus? Pertanyaan ini tentu sangat menarik untuk ditelusuri. Mari kita perhatikan gejalanya. Pada pagi hari Sabtu, 20 Maret, sekitar pukul setengah enam, gempa bumi yang berumur pendek, tetapi agak keras, dirasakan di tempat utama kediaman Banjoemaas; Tercatat pada hari itu juga, terutama pada sore hari, gumpalan asap yang sangat besar mengepul dari kawah Gunung Slamat (lihat Nieuwe Rotterdamsche courant: staats-, handels-, nieuws- en advertentieblad, 26-05-1847).
Gunung Slamat atau yang juga disebut Berg van Tagal kali pertama didaki
oleh dua ahli kesehatan Dr. A. Fritze dan Dr. F. Junghuhn tahun 1838 (lihat Tijdschrift
voor Neerland's Indiem, 1846). Gunung lainnya yang didaki adalah Oengarang,
Lawoe, Sindoro, Merapi, Merbabu. Wilis, Ringgit, Lamongang, Tingger, Dieng dan
Prahoe. Setelah melakukan pendakian gunung Pangranga dan gunung Gede tahun 1839,
kemudian FW Junghuhn ditugaskan untuk melakukan studi geologi ke Tanah Batak
tahun 1840.
Pada tahun 1860 aktivitas gunung Slamat berulang kembali. Gunung Slamat tidak hanya menyemburkan asap tebal, juga gunung Slamat melakukaan aktivitas yang mengkhawatirkan dengan bunyi ledakan yang sangat keras. Saat Junghuhn ke gunung Slamat pada tahun 1838 tidak mengindikasikan aktivitas yang berarti. Tidak ada aktvitas yang terinformasikan dari laporan Junghuhn (lihat Junghuhn. Java, zijne gedaante, zijn plantentooi en inwendige bouw, 1853-1854).
Padangsch nieuws- en advertentie-blad, 02-06-1860: ‘Dari 19 Maret lalu hingga 11 April, gunung Slamat
telah menyemburkan asap berat. Kejadian yang
terakhir, dari sekitar pukul 12 hingga pagi berikutnya, cahaya besar, seperti
segumpal api, telah muncul di puncak gunung berapi itu, sementara, selama
iluminasi ini berlangsung, dentuman yang mengerikan telah terdengar. Pada hari
berikutnya dentuman mengerikan telah terdengar kembali. Abu telah menghujani afdeeling
Pamalang, di perbatasan dimana gunung Slümat juga berada’.
Besar dugaan informasi terawal gunung Slamat menyemburkan asap hebat tahun 1847 dan gunung Slamat menimbulkan ledakan hebat pada tahun 1860.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Mitos Gunung Slamet di Banyumas Pulau Jawa Dapat Membelah Dua: Mitologi Gunung
Sampai sejauh ini tidak terinformasikan bahwa gunung Slamat telah Meletus dalam arti menimbulkan dampak yang besar. Terakhir seorang pelancong dengan temani para pemandu mendaki gunung Slamat pada tahun 1872 (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 22-04-1872). Tidak ada informasi yang berbeda dengan sebelumnya. Namun situasi dan kondisi gunung Slamat pada tahun 1875 sedikit berbeda.
Bataviaasch handelsblad, 10-06-1875: “Tanggal 31 Mei lalu, Gunung Slamat telah menunjukkan efek kuat yang belum pernah terjadi sebelumnya selama beberapa hari dan dalam beberapa tahun terakhir. Gemuruh berat seperti guntur terdengar di kejauhan disertai gumpalan asap tebal, yang diamati pada pagi hari tanggal 22 Mei yang lalu. Ditiup angin ke arah utara dan timur, ketika naik abu, yang di beberapa tempat berlangsung hingga keesokan harinya Pada pagi hari tanggal 23 kolom asap mencapai ukuran terbesarnya. Gempa bumi, sejauh yang diketahui, tidak terasa. Aktivitas Slamat yang luar biasa juga terpantau di Residentie Banjoemas. Pada pagi hari tanggal 29 Mei lalu, terjadi hujan pasir atau butiran batu yang cukup hebat di afdeeling Poerwokerto’.
Tampaknya gunung Slamat telah menunjukkan jatidiri yang sebenarnya. Memang tidak ada ledakan seperti tahun 1860, juga tidak ada gempa yang berarti tetapi kejadian letusan tahun 1875 ini telah menyebabkan hujan pasir. Namun tidak terinformasikan sejauh mana hujan pasir ini terlempar dari kawah. Tipologi gunung Slamat tampaknya mirip dengan gunung Bromo yang juga menyemburkan debu dan pasir (bandingkan dengan gunung Merapi yang menyemburkan lava panas yang mengalir ke bawah).
Pola dampak letusan gunung berapi berbeda-beda. Gunung Bromo meletus asap
tebal mengarah ke Pasoeroean dan semburan pasir cenderung kea rah barat Malang.
Gunung Merapi menyemburkan lava panas ke barat dan selatan. Dalam hal ini gunun
Slamat asap mengarah ke Pemalang dan semburan debu dan pasir ke arah selatan di
afdeeling Poerwokerto. Informasi ini sedikit banyak membuka memperjelas mengapa
pasir mengalir di sungai Serajoe yang kemudian membentuk endapan pasir di hilir
sungai (yang menjadi factor sedimentasi awal di wilayah Tjilatjap).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar