*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pers dalam blog ini Klik Disini
Sebelum orang pribumi menyadari perlunya
persatuan, orang-orang Indo bergerak membentuk organisasi untuk kepentingan
yang sama dengan tujuan yang sama diantara orang-orang Indo. Lalu dibentuklah Indischbond
(IB) di Batavia pada bulan Oktober 1898. Seorang pensiunan guru yang juga
menjadi seorang jurnalis di Padang Dja Endar Moeda pada tahun 1900 menginisiasi
persatuan diantara orang-orang pribumi dengan mendirikan organisasi kebangsaan
yang diberi nama Medan Perdamaian. Dja Endar Moeda tampaknya Medan Perdamaian
memiliki visi dan misi yang sama dengan IB, yang lalu kemudian di bawah
inisiatifnya melalui penerbit dan percetakan sendiri menerbitkan surat kabar
bulanan berbahasa Melayu yang diberi nama Insulinde tahun 1901. Orang-orang
Indo di Bandoeng dan Semarang kemudian mendirikan organisasi Insulinde sebagai
pengganti nama Indischbond. Namun pada akhirnya aktivis Insulinde dan aktivis
pribumi kemudian membentuk partai yang disebut Indisc Partij atau lebih lengkapnya
National Indisch Partij (NIP).
Indische Partij (Partai Hindia) adalah partai politik pertama di Hindia Belanda. Berdiri tanggal 25 Desember 1912 oleh tiga serangkai, yaitu E.F.E Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo dan Ki Hajar Dewantara. Partai ini menjadi organisasi orang-orang pribumi dan campuran di Hindia-Belanda. Sebagai seorang Indo, Douwes Dekker merasa terjadinya diskriminasi yang membeda-bedakan status sosial antara Belanda totok (asli), Indo (campuran), dan Bumiputera (pribumi) oleh pemerintah Hindia-Belanda. Kedudukan dan nasib orang Indo tidak jauh berbeda dengan Bumiputera. Indo yang melarat banyak ditemui di Jakarta (Kemayoran), Semarang (Karangbidara), dan Surabaya (Kerambangan). Belanda totok memandang orang Indo lebih rendah dari pada mereka. Pandangan ini pernah diungkapkan dalam buletin "Bond van geneesheeren" (Ikatan para dokter) pada September 1912. Dalam buletin tersebut, para dokter Belanda asli mencela pemerintah yang bermaksud untuk mendirikan Sekolah Dokter kedua (NIAS) di Surabaya yang terbuka untuk segala bangsa. Mereka menganggap kaum Indo yang hina tidak pantas menjadi dokter. Menurut Dekker, jika kaum Indo ingin merubah nasib, maka mereka harus bekerjasama dengan Bumiputera untuk mengadakan perubahan. Hindia bukan hanya diperuntukkan untuk Belanda totok, namun untuk semua orang yang merasa dirinya seorang Hindia. Pandangan ini menjadi dasar dari ideologi nasionalisme yang di usung oleh Indische Partij. (Wikipedia).
Lantas bagaimana sejarah pers dan Orang Indo
di Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, orang Indo faktanya bukan orang
Belanda (totok). Orang Belanda totok cenderung rasis yang mulai memperjuangkan
nasib sendiri sebagai orang Hindia dengan perjuangan memisahkan Hindia Belanda
dari negara induk Belanda. Orang Indo pada akhirnya berjuang bersama pribumi
yang senasib sepenanggungan. Lalu bagaimana sejarah pers dan Orang Indo di
Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan.
Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita
telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Pers dan Orang Indo di Hindia Belanda; Orang Belanda Rasis dan Orang Indo Berjuang Bersama Pribumi
Tunggu deskripsi lengkapnya
Orang Belanda Rasis dan Orang Indo Berjuang Bersama Pribumi: IB, Insulinde, IP vs Medan Perdamaian, PPPKI dan MARI
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar