Jumat, 02 Juni 2023

Sejarah Banyuwangi (19): Kota Sempu di Wilayah Banyuwangi, Apa Ada Pentingnya? Daerah Aliran Sungai Setail Tempo Doeloe


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyuwangi dalam blog ini Klik Disini

Bagaimana sejarah Sempu di wilayah Banyuwangi? Nama Sempu juga ada di kabupaten Malang di pantai selatan, di Kediri. Apakah itu berkaitan? Sempu berada di daerah aliran sungai Setail di lereng gunung Rao, sementara pulau Sempu berada di pantai selatan Jawa. Lalu apakah kedua tempat itu hanya sekadar dihubungkan (lalu lintas) air? Itu satu hal. Hal lain dalam hal ini bagaimana sejarh Sempu di wilayah Banyuwangi.


Pada awalnya kecamatan Sempu saat ini merupakan sebuah desa yang berada di wilayah administrasi kecamatan Genteng tetapi pada tahun 1995 berdasarkan Peraturan pemerintah No.37 tahun 1995 dibentuklah sebuah kecamatan baru yaitu kecamatan Sempu yang wilayah/desa nya mengambil sebagian dari wilayah di kecamatan Genteng dan di kecamatan Singojuruh. Diawal pembentukanya kecamatan Sempu hanya mempunyai 5 desa, desa-desa tersebut adalah 4 desa yang sebelumnya berada di wilayah kecamatan Genteng, yaitu Desa Sempu, Desa Temuguruh, Desa Karangsari dan Desa Jambewangi serta 1 desa yang sebelumnya berada di wilayah kecamatan Singojuruh, yaitu desa Desa Gendoh. Pada saat pertama kali dibentuk pada tahun 1995, wilayah kecamatan Sempu hanya terdiri dari 5 desa, tetapi saat ini ada 7 desa di kecamatan Sempu: Gendoh, Temuguruh, Jambewangi, Karangsari, Sempu, Temuasri (pemekaran dari desa Temuguruh), Tegalarum (pemekaran dari desa Sempu). Wilayah kecamatan ini dilewati beberapa sungai yaitu Sungai Setail dan Sungai Gumarang (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah kota Sempu di wilayah Banyuwangi? Seperti disebut di atas, Sempu di wilayah Banyuwangi hanya sebuah kota kecil (kota kecil). Apa pentingnya? Itu dia. Sempu berada di daerah aliran sungai Setail sejak tempo doeloe. Lalu bagaimana sejarah kota Sempu di wilayah Banyuwangi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Kota Sempu di Wilayah Banyuwangi, Apa Pentingnya; Daerah Aliran Sungai Setail Tempo Doeloe

Dalam buku daftar nama tempat di Hindia Belanda yang disusun PJ Veth (1863) belum ada nama Sempoe maupun Genting. Boleh jadi hal itu karena wilayah administrative di afdeeling Banjoewangi masih sederhana, terdiri dari dua district: (afdeeling) Banjoewangi dan (regentschap) Rogodjampi. Asisten Residen di Banjoeangi dan bupati di Rogodjampi. Dalam Almanak 1865 disebutkan district Banjoewangi terdiri dari 76 desa dan district Rogodjampi sebanyak 95 desa.


Dalam perkembangannya, di dua district tersebut dilakukan reorganisasi yang mana district Banjoewangi terdiri dari 57 desa dan district Rogodjampi sebanyak 50 yang masing-masing terbagi ke dalam tiga onderdistrict. Di district Rogodjampi adalah Rogodjampi, Wanareksa dan Tjeloring. Dua desa diantara desa-desa di onderdistrict Wanareksa adalah Genteng, Sempoe dan Gambiran.

Pada Peta 1883 desa Genteng dan desa Gambiran berada di daerah aliran sungai Setail. Desa Genteng di arah hulu dan desa Gambiran di arah hilir. Sudah terbentuk jalan dari Wanareksa ke Genteng dan Gambiran melalui desa Paridjatah dan Alas Malang. Desa Genteng sendiri terdiri dari beberapa dusun, diantara dusun Sempoeh, yang terletak di arah hulu tepat berada di sisi sungai Setail.


Dusun Sempoeh adalah dusun terjauh di daderah aliran sungai Setail. Dusn ini berada di muara salah satu cabang sungai Setail. Boleh jadi nama Sempoeh diduga merujuk pada nama pohon sempuh. Dusun ini diduga pada masa lampau penghasil kayu sempuh yang kemudian glondongannya dihanyutkan melalui sungai untuk diperdagangan di teluk Pampang. Pada masa lampau ibu kota kerajaan Balambangan berada di wilayah Kradenan (hilir desa Gambiran). Dalam hal ini desa Kradenan masuk wilayah onderdistrict Tjeloring

Sehubungan dengan rencana pembangunan jalan yang menghubungkan afdeeling Banjoewangi dan afdeeling Djember melalui pegunungan, jalan yang dibangun melalui desa Genteng, terus ke utara melalui dusun Sempoeh. Di dusun Sempoeh ini dibangun jembatan besar di atas sungai Setail. Sejak adanya jembatan ini dengan pertambahan populasi diduga desa Genteng dimekarkan dengan membentuk desa Sempoeh.


Desa Sempoeh menjadi penting dan lebih dikenal karena adanya jalan penghubung antara Banyuwangi dan Djember. Jembatan Sempoeh menjadi lebih dikenal. Desa Sempoeh sebagai desa terjauh di lalu lintas jalan, lambat laun semakin banyak pemukiman baru yang terbentuk ke arah Djember. Desa Sempoeh menjadi lebih dikenal lagi karena rencana pembangunan jalan kereta api pada tahun 1897 tidak melalui desa Genteng tetapi di arah utara melalui desa Sempoeh. 

Dalam perkembangannya dibentuk district-district baru (pemekaran district Rogodjampi) diantaranya district Genteng en Gambiran. Ini dengan sendirinya district Genteng en Gambiran termasuk desa Sempoeh. Satu hal yang menguntungkan desa Sempoeh, ibu kota district berada di di desa Sempoeh. Pusat desa Genteng lambat laun menjadi stagnan, sementara desa Sempoeh makin ramai. Desa Genteng pada Peta 1915 hanya diidentifikasi sebagai suatu kampong di arah hilir ibukota Genteng.


Oleh karena nama district Genteng en Gambiran kerap disingkat dengan nama district Genteng, lambat laun ibukota district yang berada di desa Sempoeh, lebih dikenal sebagai kota Genteng. Oleh karena desa Sempoeh sangat luas hingga ke arah pegunungan, boleh jadi sesepuh desa Sempoeh merelokasi kantor desa ke arah hulu sungai Setail. Sebagai akibatnya, desa Sempoeh lama menjadi kota Genteng, dan desa Sempoeh baru terbentuk di arah hulu.

Pada masa ini seperti dikutip di atas, nama kampong/desa Genteng menghilang, nama Genteng lestari sebagai nama kecamatan. Hal itulah mengapa di kecamatan Genteng tidak ada desa Genteng, tetapi ada desa Sempuh. Kampong/desa Genteng tempo doeloe, sudah menjadi bagian dari kecamatan Gambiran dan desa Sempoeh yang baru menjadi bagian dari kecamatan Sempuh. Nama Sempuh tua tepat berada di kota kecamatan Genteng (dekat jembatan sungai Setail).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Daerah Aliran Sungai Setail Tempo Doeloe: Sempu di Lereng Gunung Raung

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar