*Untuk melihat semua artikel Sejarah Dewan di Indonesia di blog ini Klik Disini
Tentang
sejarah dewan di Indonesia, tampaknya narasi yang ada hanyalah tentang sejarah Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia (DPR RI). Suatu dewan setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia (1945).
Bagaimana sejarah dewan sebelumnya kurang terinformasikan. Dalam hal ini, sejarah
dewan pada era Pemerintah Hindia Belanda dianggap sebagai suatu sejarah
tersendiri. Okelah, Sejarah dewan di Indonesia bermula pada era Pemerintah
Hindia Belanda hingga masa ini.
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), umumnya disebut Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah salah satu lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan lembaga perwakilan rakyat. Pada awal kemerdekaan, lembaga-lembaga negara yang diamanatkan UUD 1945 belum dibentuk. Dengan demikian, Sesuai dengan pasal 4 aturan peralihan dalam UUD 1945, dibentuklah Komite Nasional Pusat (KNIP). Komite ini merupakan cikal bakal badan legislatif di Indonesia berjumlah 60 orang tetapi sumber yang lain menyatakan terdapat 103 anggota KNIP. KNIP sebagai MPR sempat bersidang sebanyak 6 kali, dalam melakukan kerja DPR dibentuk Badan Pekerja Komite Nasional Pusat. Badan legislatif pada masa Republik Indonesia Serikat (RIS) terbagi menjadi dua majelis, yaitu Senat yang beranggotakan 32 orang, dan DPR beranggotakan 146 orang (di mana 49 orang adalah perwakilan Republik Indonesia-Yogyakarta). Pada tanggal 14 Agustus 1950, DPR dan Senat RIS menyetujui Rancangan UUDS NKRI (UU No. 7/1950, LN No. 56/1950). Pada tanggal 15 Agustus 1950, DPR dan Senat RIS mengadakan rapat di mana dibacakan piagam pernyataan terbentuknya NKRI. Selanjutnya babak berikutnya DPR hasil pemilu 1955 (1956–1959); Masa DPR hasil Dekret Presiden 1959 berdasarkan UUD 1945 (1959–1965); Masa DPR Gotong Royong tanpa Partai Komunis Indonesia (1965–1966); Masa Orde Baru (1966–1999) dan Masa reformasi (1999–sekarang). (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah dewan di Indonesia masa ke masa hingga Dewan Perwakilan Rakyat pada masa kini? Seperti disebut di atas, dewan di Indonesia sudah ada sejak era Pemerintah Hindia Belanda. Pada masa ini lebih dikenal Dewan Perwakilan Rakyat. Lalu bagaimana sejarah dewan di Indonesia masa ke masa hingga Dewan Perwakilan Rakyat pada masa kini? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Apa Itu Dewan? Dewan di Indonesia Masa ke Masa; Dewan Perwakilan Rakyat pada Masa Kini
Dewan dapat di berbagai bidang. Kata ganti dewan adalah komisaris. Seperti pada masa ini ada dewan komisaris bahkan hingga dewan kerja (dalam pramuka). Dewan adalah semacam legislatif yang menentukan arah kegiatan/program para pelaksana eksekutif seperti ketua atau direktur.
Dewan atau fungsi legislasi mendahului adanya eksekutif. Dewan juga dapat
mengangkat ketua eksekutif dan juga sekaligus melakukan fungsi pengawasan
terhadap jalannya kegiatan yang dilaksanakan para eksekutif. Pada masa ini di
Indonesia, dewan/legislatif ini adalah DPR dan pimpinan eksekutif adalah Presiden.
Demikian seterusnya ke tingkat yang lebih rendah di provinsi dan
kabupaten/kota. Namun perlu juga di perhatikan dewan ini terdiri dari dua
tingkat: Majelis MPR (Eerste Kamer) dan Dewan DPR (Tweede Kamer).
Pada permulaan Pemerintah Hindia Belanda belum ada dewan. Raja Belanda mengangkat komisaris yang kemudian juga bertindak sebagai Gubernur Jenderal. Untuk dewan disebut Staats Raad Commissaris Generaal, sementara untuk eksekutif disebut Staats Gouverneur Generaal. Staats Raad Commissaris Generaal terdiri dari C Th Elout, van der Capellen dan AA Buijskes. Mereka inilah yang mengeluarkan peraturan (ordonantie/beslit). Yang bertindak sebagai Gouverneur Generaal adalah van der Capellen.
Pada berbagai fungsi pemerintahan (di bawah GG) juga dibentuk dewan
seperti dewan keuangan (Raad van Finatien) dan dewan kehakiman (Raad van
Justitie). Secara khusus untuk (wilayah Batavia dibentuk Magistraat van Batavia.
Juga ada fungsi kamer dan fungsi komisi tertentu. Untuk di daerah diangkat
fungsi pemerintah yakni Gubernur dan Residen. Pada tahun 1817 semua beslit
dipublikasikan yanga dicatat sebagai stastsblad yang diterbitkan secara berkala
oleh percetakan negara Land’s Drukkerij di Batavia.
Pada tahun 1819 dilakukan reorganisasi pemerintahan berdasarkan beslit Komisaris Jenderal (lihat Bataviasche courant, 09-01-1819). Dalam beslit ini diatur fungsi Gubernur Jenderal sebagai Hooge Regering van Nederlandsh Indie; dan sebagai wakil diangkat Luitenant Gouverneur Generaal. Juga diatur tentang Rade van Indie dimana sebagai ketuanya adalah Luitenant Gouverneur Generaal. Fungsi lainnya dalam beslit ini diatur tentang justite, pemerintahan daerah (binnenlandsche berstuur), finantien dan umum (algemeene).
Rade van Indie sebenarnya bukan nama baru. Pada era Gubernur Jenderal
Daendels fungsi ini sudah ada (lihat Bataviasche koloniale courant, 30-11-1810).
Pada tahun 1811 terjadi pendudukan Inggris dimana Raffles sebagai Luitenant Gouverneur
Generaal (Gubernur Jenderal Lord Minto di Calcutta, India). Dalam pemerintahan
pendudukan Inggris fungsi Rade van Indie diaktifkan (lihat Java government
gazette, 06-05-1815). Pada tahun 1816 Pemerintah Hindia Belanda dipulihkan,
dimana Raja Belanda mengirim tiga komisaris jenderal (untuk menyusun kembali
pemerintahan). Rade van Indie dibentuk kembali pada tahun 1819. Jika mundur ke
belakang pada era Pemerintah VOC, fungsi Rade van Indie ini juga sudah ada.
Penulisan Rade van Indie adakalanya ditulis Raden van Indie. Yang diangkat menjadi Rade van Indie adalah P Th Casse, JA van Braam, Mr HW Muntinghe dan Reiner D’ozij. Komisaris Jenderal tetap tiga yang disebut di atas. Fungsi Rade van Indie terus eksis.
Seiring dengan pengembangan pemerintahan daerah yang melibatkan orang non
Eropa/Belanda, dibentuk pengadilan pribumi yang disebut Landraad (lihat Bataviasche
courant, 28-02-1824). Nama landraad sendiri sudah lama ada di Belanda. Landraad
yang dibentuk di Hindia Belanda dengan sendirinya dilakukan pemisahan pengadilan
untuk orang Eropa/Belanda dan pengadilan yang melibatkan pribumi dalam kasus.
Landraad yang pertama didirikan di Batavia, Semarang dan Soerabaja.
Dalam perkembangannya nama Rade van Indie juga adakalanya ditulis Raad van Indie (lihat Javasche courant, 08-03-1828). Penamaan ini tampaknya mengikuti penamaan seperti Raad van Jurtitie.
Sementara fungsi-fungsi pemerintahan di pusat terus berkembang, hal yang
sama juga berkembang fungsi-fungsi pemerintahan di daerah. Ada fungsi Gubernur
(province) yang dilikuidasi dan ada juga yang province (gubernur) dibentuk baru.
Demikian juga pada tingkat residentie, ada yang status pejabatnya diturunkan
menjadi Asisten Residen dan ada juga yang dipromosikan menjadi resident. Pembagian
wilayah di tingkat residentie juga berkembang, jumlah afdeeling bertambah
(dijabat oleh orang Belanda).
Pada tahun 1838 nama Raad van Indie diketahui adakalanya ditulis sebagai Raad van Nederlandsch Indie (Javasche courant, 10-01-1838). Penulisan dengan nama Rade tidak pernah muncul lagi. Satu yang berubah adalah Raad van Nederlandsch Indie langsung dipimpin oleh Gubernut Jenderal (tidak ada lagi jabatan Luitenant Governeur Generaal).
Nama-nama dewan (raad) sudah banyak termasuk dewan pendidikan. Diantara
nama dewan (Raad) yang terus eksis sejak awal adalah Raad van Justitie. Raad
van Finantien sudah lama tidak ada lagi diganti dengan nama baru. Sementara itu
Landraad semakin banyak didirikan seiring dengan perkembangan yang terjadi di
wilayah-wilayah baru.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Dewan Perwakilan Rakyat pada Masa Kini: Kelanjutan Dewan Semasa Pemerintah Hindia Belanda
Sejak dibentuknya Pemerintah Hindia Belanda, sistem pemerintahan yang ada adalah sentralistik. Pemerintahan adalah satu-satunya pengambil keputusan. Para pengusaha orang Eropa/Belanda di Hindia bukannya mendapat dukungan dari pemerintah, tetapi sebaliknya membebani dan bahkan menghalangi motivasi/ambisi pengusaha untuk sukses. Sementara itu, banyaknya pejabat pemerintah yang korup, anggaran pemerintah yang terbatas semakin memperburuk situasi dan kondisi di berbagai daerah. Lambannya pembangunan infrastrukur untuk mendukung kelancaran produksi justru jalan yang buruk menjadi tambahan biaya produksi bagi pengusaha.
Pada tahun 1878 pemerintah membentuk komite yang melibatkan warga untuk
berpartisipasi dalam pembangunan kota. Akan tetapi beberapa tahun kemudian yang
muncul adalah kesadaran bernegara diantara orang-orang Eropa/Belanda di Hindia dengan
mengajukan usulan untuk pemisahan pemerintahan dengan pemerintahan sendiri
(lepas dari kerajaan Belanda). Untuk memperkuat gerakan ini dibentuk Indisch
Bond pada tahun 1881. Pemerintah Hindia Belanda bereaksi. Pun di pemerintah di
Belanda. Gerakan pemisahan negara (dari kerajaan Belanda) dengan sendirinya
redup. Gerakan pemisahan ini dapat dikatakan sebagai bentuk perjuangan untuk
desentralisasi. Fakta bahwa akomodasi pemerintah hanya sekadar melibatkan pihak
swasta, hanya sekadar penasehat (tidak menentukan). Pemerintah Hindia Belanda
show must go on. Embrio desentralisasi redup.
Nun jauh di sana, di afdeeling Deli, Residentie Oost van Sumatra, dinamika dunia bisnis sangat tinggi. Kota Medan tumbuh cepat sebagai kota baru. Para investor terus meningkat, perluasan kebun-kebun tembakau sudah jauh melampaui afdeeling Deli, tetapi perputaran uang tetap di Medan dimana para investor membuka kantor pusatnya. Infrastruktur kota seperti jalan dan drainase menjadi masalah. Anggaran pemerintah tidak akan pernah cukup untuk membiayai sendiri, sementara kebutuhan warga terus meningkat (jalan yang baik dan jauh dari ancaman banjir). Lalu muncullah inisiatif warga kota yang terpandang untuk berkontribusi dalam pembangunan kota. Dibentuklah gemeentefond (dana kota) tahun 1895. Komisi Dana Kota ini menjadi semacam embirio Dewan Kota (gemeenteraad).
Desentralisasi di Eropa belum lama berlangsung. Di Prancis desentralisasi
baru berdenguan pada tahun 1844 (lihat Vlissingsche courant, 13-03-1844). Hingga
tahun 1899 di Belanda sudah banyak kota berstatus gemeente, termasuk yang
terkenal Gemeente Anmsterdam. Dewan kota (geementeraad) bekerja dan wali kota
(burgemeester) diangkat. Terminologi gemeente ini di Hindia yang merujuk pada kota
bermula di Medan (gemeentefond). Sementara itu di Batavia, gemeente hanya dihubungkan
dengan jemaat gereja. Gemeente serupa yang tertua ditemukan di Depok (lihat Javasche
courant, 12-06-1828).
Isu desentralisasi di Hindia muncul kembali di Belanda tahun 1900 (lihat Het vaderland, 22-02-1900). Sebaliknya Menteri Koloni belum memikirkan itu. Desakan desentralisasi tersebut, boleh jadi dihubungkan dengan desakan desentralisasi di Hindia pada dua decade yang lalu. Para pegiat desentralisasi di Belanda, mengusulkan paling tidak harus dimulai di tiga kota utama: Batavia, Semarang dan Soerabaja.
Usulan tersebut menegaskan dewan kota tidak menjadi badan penasihat, tetapi badan yang menentukan, tunduk tentu saja, pada pengawasan otoritas yang lebih tinggi, dan bahwa mereka, sejauh mereka mewakili orang Eropa, harus dipilih sepenuhnya, dan tidak sebagai komite yang dibentuk pada tahun 1878.
Apa yang terjadi di Medan, tampaknya menujukkan
perkembangan lebih lanjut dari isu desentralisasi di Hindia Belanda. Para warga
yang membentuk gemeentefond lebih realistik. Alih-alih untuk memperjuangkan
pembuatan hukum baru (desentralisasi), para warga cukup realistic saja,
bagaimana membuat kondisi kota menjadi lebih baik. Partisipasi warga dibutuhkan
untuk kebutuhan warga kota sendiri.
De Sumatra post, 19-04-1899 (Gemeentefonds): ‘Pertemuan diadakan 30 Maret
1899 di rumah Presiden, dilaporkan anggaran tahun 1898 sebesar f18.700 telah
membengkak sebesar f2.500. Anggaran ini telah digunakan untuk pembangunan gorong-gorong,
drainase…inisiatif swasta sangat diharapkan…pembangunan pasokan air, melalui
filter pasir disaring air sungai yang akan dipompa ke reservoir tinggi...penerangan
jalan oleh perusahaan listrik Medan…Presiden menginformasikan niat anggota
Tjong A Fie untuk menyumbangkan taman kota antara kantor hoofdmantri dengan jembatan
di atas sungai Deli dekat penjara polisi’.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar