*Untuk melihat semua artikel Sejarah Dewan di Indonesia di blog ini Klik Disini
Banyak factor yang menentukan suatu kota (gemeente)
diberlakukan desentralisasi. Tidak hanya karena ukuran kota (kota besar). Fakta
bahwa ada juga kota kecil seperti Magelang dan Blitar. Lantas factor apa lagi.
Yang jelas setelah di kota Batavia, Meester Cornelis dan Buitenzorg dibentuk
dewan (geeemteraad), kota-kota lain menyusul secara rombongan: Semarang,
Bandoeng, Cheribon, Tegal, Pekalongan, Magelang, Palembang, Kediri, Soerabaja,
Blitar, Padang dan Makassar.
Pada tahun 1906 pemerintahan kolonial Belanda mengeluarkan sebuah Staatsblad van Nederlandche Indie Tahun 1906 Nomor 150 tanggal 1 April 1906, yang isinya adalah menetapkan pembentukan Gemeente Blitar. Momentum pembentukan Gemeente Blitar inilah yang kemudian dikukuhkan sebagai hari lahirnya Kota Blitar. Pada tahun itu juga dibentuk beberapa kota lain di Indonesia antara lain kota Batavia, Buitenzorg, Bandoeng, Cheribon, Magelang Semarang, Madioen, Blitar, Malang, Surabaja dan Pasoeroean. Pada tahun 1928, Kota Blitar pernah menjadi Kota Karisidenan dengan nama "Residen Blitar", dan berdasarkan Stb. Tahun 1928 Nomor 497 Gemeente Blitar ditetapkan kembali. Pada tahun 1930. Pada tahun 1942, Jepang berhasil menduduki Kota Blitar dan istilah Gementee Blitar berubah menjadi “Blitar Shi”, yang diperkuat dengan produk hukum yang bernama Osamu Seerai. (https://blitarkota.go.id/id/)
Lantas bagaimana sejarah dewan 1 April 1906? Seperti disebut di atas, tanggal ini merupakan desentralisasi diberlakukan di kota-kota Semarang, Bandoeng, Cheribon, Tegal, Pekalongan, Magelang, Palembang, Kediri, … Soerabaja, Blitar, Padang dan Makassar. Lalu bagaimana sejarah dewan 1 April 1906? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Dewan 1 April 1906; Semarang, Bandoeng, Cheribon, Tegal, Pekalongan, Magelang, Palembang, Kediri, Soerabaja, Blitar, Padang, Makassar
Realisasi desentralisasi di Hindia Belanda, yang secara normative berlakukan tahun 1903, baru terlaksana di lapangan pada tahun 1905 dengan diresmiskannya dewan kota (gemeenteraad) di Batavia, Meester Cornelis dan Buitenzorg. Hari pelantikan anggota dewan dilakukan pada tanggal 1 April 1905.Dalam satu tahun berikutnya sejumlah kota dipersiapkan untuk pemberlakuan desentralisasi. Pelantikan anggota dewan di kota-kota lainnya itu akan dilakukan pada tanggal 1 April 1906.
Bataviaasch nieuwsblad, 03-03-1906: ‘Perluasan sistem
Gemeenete. Kemarin Gubernur Jenderal mengumumkan keputusan yang memberikan
status kota (gemeente) ke kota Semarang, Bandoeng Tegal, Pekalongan dan
Cheribon, Magelang dan Palembang, dan menetapkan kembali tempat-tempat itu
menjadi gemeente’. Catatan: nama-nama kota lainnya sudah disebutkan sebelumnya.
Yang menjadi ketua dewan di kota-kota tersebut adalah Asisten Residen.Setiap dewan kota (gemeenteraad) memilikih jumlah anggota berbeda-beda dan siapa yang akan menjadi anggota dewan ditunjuk dari berbagai golongan. Nama-nama anggota dewan yang diangkat untuk menjadi anggota dewan di kota-kota diumumkan awal Maret 1906 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 03-03-1906).
Untuk anggota dewan di gemeente Cheribon diangkat: Raden Aha, swasta; G. A. Ament, perwakilan NV Amentsche
suikerfabrieken; a Nama ; Raden Mas Pandji Ario di Noto, Hoofdjaksa di Landraad;
dr. KBM ten Brink, dokter setempat; HJ van Hasselt, pejabat kehutanan setempat;
WKF Hekmeijer, Controleur di pemerintahan setempat; JHP Lankau, Commies di
kantor residen; M. Reep, landmeter kelas 2 di Kadaster; E. Taazer, pedagang;
The IJoe Gie, Letnan orang Cina; Mr W de Veer, Ketua Landraden Cheribon en
Koeningan. Untuk anggota dewan di gemeente Tegal diangkat: SA Bartstra, guru
kelas 1 di sekolah Eropa; J Th. Hesselberg, direktur pelabuhan perahu Tegal; K Hovens
Greve, pedagang; Lie Kao Eh, pedagang; Sech Koehamad bin Achmad bin Soengkar,letnan
Arab; W Oltman, kepala Pengoperasian perusahaan keretaapi Cheribon Semarang,
Mas Poerbo Waloejo, dokter pribumi, Raden Mas Adipati Ario Rekso Negoro, bupati
Tegal, Mas Soero Hatmodjo, djaksa di Landraad; D van Vianen, Kepala ekspor Jawa;
MJA Verduyn Lunel, pejabat bendahara bea masuk dan keluar serta bea cukai; Mr AH
Walkate, Ketua Landraden di Tegal dan Pemalang; HC Wulff, inspektur administrasi
pemerintahan. Demikian seterusnya untuk kota-kota lainnya.
Semua anggota dewan yang diangkat merupakan individu yang ditunjuk pemerintah dengan beslit. Mereka ini terutama yang berkedudukan dan berdomisili di kota dan sekitar. Jelas dalam hal ini para anggota tidak ada yang dipilih (oleh konstituen). Sementara itu, untuk menjadi anggota dewan kota di Belanda, semuanya dipilih (melalui partai).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Semarang, Bandoeng, Cheribon, Tegal, Pekalongan, Magelang, Palembang, Kediri, Soerabaja, Blitar, Padang, Makassar: Mengapa Desentralisasi Diresmikan Bersamaan?
Tunggu deskripsi lengkapnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar